Tuai Kontroversi, Berikut 6 Fakta Agenda Sekolah Tatap Muka yang Akan Dimulai Juli
Menteri Pendidikan dan Kebudayaan Nadiem Makarim mewacanakan akan mulai memberlakukan sekolah tatap muka di Bulan Juli 2021 mendatang. Namun hal tersebut ditanggapi pro dan kontra oleh sejumlah elemen. Berikut 6 faktanya.
Rabu (3/03/2021) kemarin Menteri Pendidikan dan Kebudayaan (Mendikbud) Nadiem Makarim menargetkan bahwa bulan Juli 2021 seluruh kegiatan pembelajaran tatap muka akan segera dilaksanakan. Pelaksanaan tersebut berdasarkan rampungnya seluruh kegiatan vaksinasi yang diberikan kepada seluruh lapisan tenaga pendidik.
“Target kami hingga akhir Juni, vaksinasi COVID-19 bagi lima juta pendidik dan tenaga pendidik selesai sehingga pada tahun ajaran baru 2021/2022 atau pada minggu kedua dan ketiga Juli pembelajaran dapat dilakukan secara tatap muka,” papar Nadim dalam dialog “Mendedar Kuota Belajar” di Jakarta yang dikutip dari Antara.
-
Kenapa Padi Salibu dilirik Pemprov Jabar? Padi dengan teknologi salibu saat ini tengah dilirik Pemprov Jabar sebagai upaya menjaga ketahanan pangan.
-
Kapan nama surat kabar Benih Merdeka diubah? Akhirnya pada tahun 1920, ia mengubah nama menjadi "Mardeka".
-
Kenapa Jaka merantau? Dengan penuh tekad, Jaka pun memutuskan untuk merantau ke negeri orang untuk mencari nafkah dan mewujudkan semua impian mereka berdua.
-
Cerita lucu apa yang dibagikan oleh merdeka.com? Untuk itu, berikut merdeka.com membagikan kumpulan beberapa cerita lucu dilansir dari berbagai sumber, Jumat (19/1/2024):
-
Apa arti dari istilah Jawa kuno "Merdeka iku yen Soekarno mbe Hatta baris rapi ning njero dompet. Yen sing baris Pattimura, berarti isih perjuangan."? "Merdeka iku yen Soekarno mbe Hatta baris rapi ning njero dompet. Yen sing baris Pattimura, berarti isih perjuangan."(Merdeka itu kalau Soekarno dan Hatta baris rapi di dalam dompet. Kalau yang baris Pattimura, berarti masih perjuangan)
-
Kenapa berita hoaks ini beredar? Beredar sebuah tangkapan layar judul berita yang berisi Menteri Amerika Serikat menyebut Kementerian Komunikasi dan Informatika (Kemenkominfo) bodoh usai Pusat Data Nasional Sementara (PDNS) 2 diserang hacker beredar di media sosial.
Namun kebijakannya tersebut menuai kontroversi. Mengingat keadaan Covid-19 yang masih terus bertambah di Indonesia.
Akan Diterapkan Secara Rotasi
Mendikbud Nadiem Makarim ©2021 Merdeka.com
Dalam kesempatan itu Nadim menjelaskan jika sistem pendidikan yang dijalankan tidak akan dilangsungkan secara keseluruhan, melainkan menggunakan sistem rotasi. Sistem tersebut untuk membatasi jumlah yang masuk. Sekitar 50 persen siswa yang masuk dan sisanya tetap melakukan pembelajaran secara daring dari rumah.
Pembelajaran yang dilakukan juga akan menerapkan protokol kesehatan secara ketat. Di luar itu, pihaknya membebaskan kepada pihak sekolah untuk menggunakan dana bos guna memaksimalkan sekolah tatap muka.
“Jadi dana BOS bisa digunakan untuk memenuhi daftar periksa pembelajaran tatap muka. Sekarang harus sudah dimulai, ketika vaksinasi sudah bergulir pasti sekolah didorong untuk membuka sekolah,” kata dia.
Bantuan Kuota Internet Distop Bulan Mei
Nadim turut menyebutkan bahwasanya bantuan kuota internet yang selama ini diberikan untuk kemudahan akses belajar daring dari rumah akan diberhentikan pada bulan Mei. Hal tersebut sebagai upaya persiapan sekolah tatap muka di sekolah.
“Kita benar-benar memberikan keleluasaan pada satuan pendidikan kita untuk mengambil langkah yang cepat dan tepat dengan kondisi yang sangat berbeda. Ini kebijakan yang mengubah kemampuan dan kegesitan setiap unit pendidikan,” terang Nadiem.
Kebijakan Dianggap Tergesa-gesa
©2020 Merdeka.com/liputan6.com
Terkait wacana pemberlakuan tersebut dianggap tergesa-gesa oleh Koordinator Nasional Perhimpunan Pendidikan dan Guru (P2G), Satriwan Salim. Ia menilai kebijakan tersebut terkesan terburu-buru.
Ia menyebut kesanggupan negara dalam memvaksinasi sekitar 5 juta tenaga pendidik dengan waktu relatif singkat, yakni hanya empat bulan.
"Harapannya Pak Presiden atau Mas Nadiem Makarim guru-guru divaksinasi dan tenaga kependidikan, saya rasa itu terlalu prematur. Kenapa saya katakan begitu? Yang pertama adalah apakah negara mampu menyelesaikan vaksinasi terhadap lima juta guru, tenaga kependidikan dan dosen dalam waktu kurang lebih dalam empat bulan? Sedangkan kita bulan April sampai Mei kita puasa kan?" ujar dia seperti dilansir dari Liputan6.
Angka Positif Rate di Indonesia Masih Tinggi
Kebijakan Nadim juga turut ditanggapi oleh Ikatan Ahli Kesehatan Masyarakat Indonesia (IAKMI). Ketua Umum, Ede Surya Darmawan menyebut jika untuk melangsungkan aktivitas belajar mengajar di Sekolah angka positif rate harus di bawah 5%.
Untuk di Indonesia sendiri saat ini data positif rate berdasarkan data dari Satuan Tugas Penanganan Covid-19 per 27 Februari 2021, positivity rate nasional masih mencapai 24,30 persen. Itu artinya masih sangat jauh dari standar WHO.
Kendati demikian, angka ini terdapat sedikit penurunan dibanding Januari 2021 sebesar 26,05 persen.
"Positivity rate yang di atas 5 berarti potensi penularan antar satu orang lain bisa terjadi. Kalau itu yang terjadi, kasus (positif Covid-19) makin lama makin naik," kata Ede.
Positif Rate sendiri merupakan perbandingan antara jumlah kasus positif Covid-19 dengan jumlah tes yang dilakukan. Pertimbangan positivity rate juga didukung dengan masuk kategori apa zonasi wilayah yang bersangkutan. Hal ini untuk melihat seberapa besar laju penularan virus Corona.
"Pertama yang dilihat kawasan yang dituju diperhatikan masuk kategori zona apa. Ya, lebih baik lagi sudah tidak ada kasus Covid-19," jelasnya lebih lanjut.
Keselamatan Murid Jadi Pertimbangan
©2020 Merdeka.com/Arie Basuki
Ede menambahkan saat ini angka positive rate masih cukup tinggi kendati sehingga sekolah tatap muka belum bisa langsung dibuka, meski vaksinasi guru dan tenaga pendidik selesai. Selain itu Ede juga menyoroti soal vaksin yang belum ada untuk anak-anak, mengingat para siswa pun harus divaksin.
"Jadi, memang belum secepat itu membuka sekolah tatap muka. Walaupun guru sudah divaksin, siswa kan belum. Potensi penularan virus Corona masih tetap ada," terang dia.
Yang menjadi sorotan, usai divaksin, para guru dan tenaga pendidik harus tetap menerapkan 3M (memakai masker, mencuci tangan dengan sabun, jaga jarak). Kewaspadaan terhadap virus Corona terus diperhatikan.
"Pemerintah daerah juga terus melakukan pemeriksaan (testing) dan pelacakan (tracing) dengan benar. Kasus positif Covid-19 harus dilacak dengan baik," tutup Ede.
Hal tersebut turut menyangkut juga keamanan dari para siswanya yang tidak divaksin. Terlebih jika anak-anak atau murid sekolah menggunakan angkutan umum saat pulang maupun berangkat sekolah.
Satriwan menambahkan, jangan sampai ketika sekolah dibuka, guru dan tenaga pendidiknya aman, sementara siswanya tidak lantaran belum divaksinasi Covid-19.
"Jadi bukan bebas kaya zaman dulu kita sekolah, dan wajib melaksanakan AKB. Apa itu AKB-nya? Wajib pakai masker. Kalau dulu kan kita bebas mau pakai masker atau enggak, sekarang wajib. Yang kedua harus ada thermo gun untuk memeriksa suhu tubuh seluruh warga sekolah, yang ketiga tempat cuci tangan," ujarnya.
Pihak sekolah pun harus mampu menyediakan fasilitas penunjang sekolah tatap muka tersebut, agar jika tetap dipaksakan melaksanakan sekolah tatap muka murid-murid maupun tenaga pendidik di sekolah tetap aman.
"Ini betul-betul harus hati-hati dalam membuka sekolah, makanya saya bilang terlalu gegabah. Jangankan untuk mencapai angka herd immunity 70 persen, untuk mencapai angka lima juta saja (yang divaksin) sampai bulan Juni saya ragu," pungkas Satriwan.
Wali Murid Masih Belum Yakin
Sementara itu ketidaksiapan juga turut diutarakan oleh sejumlah wali murid, salah satunya Leman. Warga asal Cirebon Jawa Barat ini merasa keberatan jika adiknya harus bersekolah tatap muka sementara tingkat penularan Covid-19 masih tinggi.
Ia mengungkapkan, walau para guru sudah dilakukan vaksinasi bukan berarti lingkungan sekolah aman dari tingkat penularan. Menurutnya pembukaan sekolah baru bisa dilakukan jika angka temuan kasus mengalami penurunan yang signifikan.
"Saya enggak siap, kan efikasi vaksin kita juga katanya cuman 60 persen. Jadi kalau pun guru divaksin, tapi tetap masih ada potensi penularan, Ya kalau sudah amanlah boleh dibuka, kalau yang tertular sudah banyak menurun," terang Leman.
Selain Leman, ada pula Imad. Wali Murid asal Kabupaten Bogor Jawa Barat ini merasa keberatan dengan wacana pembukaan sekolah tatap muka di bulan Juli mendatang oleh Mendikbud Nadim Makarim.
Menurutnya di masa tingkat penularan yang masih tinggi, pembukaan sekolah tatap muka bukan solusi yang tepat mengingat akan beresiko bagi murid-murid.
"Vaksinkan tidak menjamin, ya nantilah nunggu kasus reda. Kalaupun pembukaan nanti bulan Juli saya rasa kasus masih tinggi ya melihat kondisi seperti ini," kata Imad.
Hal berbeda justru ditanggapi oleh Mulki Hakim, wali murid salah satu SD di Kabupaten Pangandaran. Ia menuturkan tidak masalah jika pemerintah dan Mendikbud akan memberlakukan sekolah tatap muka di bulan Juli mendatang.
Menurutnya selama protokol kesehatan bisa dijalankan dengan konsekuensi yang disiplin serta ketat maka dirasa akan aman.
"Ya asal dengan prokes dan bergilir ya. Meskipun pandemi masih belum selesai, tapi enggak apa-apa sementara gitu," ucap Mulki.