Warga Perumahan di Bekasi Ini Digugat Pengembang karena Bangun Musala, Ini Faktanya
Warga RW 10 Klaster Water Garden Grand Wisata, Desa Lambang Jaya, Kecamatan Tambun Selatan, Kabupaten Bekasi, terlibat konflik dengan pihak pengembang. Konflik tersebut terjadi karena warga perumahan tersebut membangun musala tanpa seizin pihak pengembang.
Warga RW 10 Klaster Water Garden Grand Wisata, Desa Lambang Jaya, Kecamatan Tambun Selatan, Kabupaten Bekasi, terlibat konflik dengan pihak pengembang. Konflik tersebut terjadi karena warga perumahan tersebut membangun musala tanpa seizin pihak pengembang.
"Gugatan yang semula dimediasi itu gagal, sehingga masuk dalam tahapan persidangan di Pengadilan Negeri Cikarang," kata warga setempat bernama Rahman Kholid selaku tergugat seperti dilansir dari Antara.
-
Apa yang ditemukan di Bekasi? Warga Bekasi digegerkan temuan kerangka manusia di sebuah lahan kosong. Polisi pun melakukan penyelidikan.
-
Apa yang terjadi di Bekasi pada Kamis (30/11) ? Elemen buruh melakukan rasa di daerah Bekasi, Jawa Barat dan sekitarnya.
-
Kenapa berita hoaks ini beredar? Beredar sebuah tangkapan layar judul berita yang berisi Menteri Amerika Serikat menyebut Kementerian Komunikasi dan Informatika (Kemenkominfo) bodoh usai Pusat Data Nasional Sementara (PDNS) 2 diserang hacker beredar di media sosial.
-
Apa yang terjadi pada anggota TNI di Bekasi? Seorang anggota TNI Angkatan Darat (AD) berinisial Praka S (27) tewas dengan luka-luka dan berlumuran darah di tubuhnya. Korban tewas setelah menjalani perawatan di Unit Gawat Darurat RSUD Kota Bekasi.
-
Kapan nama surat kabar Benih Merdeka diubah? Akhirnya pada tahun 1920, ia mengubah nama menjadi "Mardeka".
-
Apa yang viral di Babelan Bekasi? Viral Video Pungli di Babelan Bekasi Palaki Sopir Truk Tiap Lima Meter, Ini Faktanya Beredar video pungli di Babelan Bekasi. Seorang sopir truk yang melintas di kawasan Jalan Raya Babelan, Kabupaten Bekasi, Jawa Barat merekam banyaknya aktivitas pungli baru-baru ini.
Warga perumahan tersebut digugat oleh PT Putra Alvita Pratama sebagai pihak pengembang klaster perumahan milik Sinarmas Group tersebut.
Tanah Pembangunan Musala Sudah Lunas Dibeli Warga
©2015 Merdeka.com
Menurut Rahman, proses pembangunan musala tersebut tidak serta merta tanpa izin. Ia menyebut bahwa tanah seluas 226 meter persegi tersebut telah dibeli warga dari pihak pengembang pada tahun 2015 lalu seharga Rp1,6 miliar.
Setelah cicilan lunas, warga setempat pun berinisiatif membangun rumah ibadah lantaran jarak perumahan dengan masjid terdekat yang cukup jauh.
"Tempat ibadah ini sangat kami butuhkan mengingat jarak masjid terdekat dengan rumah warga mencapai tiga kilometer, sehingga kami berinisiatif membangun musala dengan dana patungan," katanya.
Dalam Perjanjian Tertulis Hak Milik Tanah Dikuasakan Kepada Pemilik
Rahman menjelaskan, hak guna tanah tersebut kemudian justru dipersoalkan oleh pihak pengembang lantaran dianggap menyalahi aturan. Pihak pengembang menyebut bahwa tanah di klaster itu hanya diperuntukkan sebagai rumah tinggal.
Warga pun merasa hak guna tersebut merupakan miliknya. Pasalnya penggunaan lahan itu dikuasakan pada pemilik, agar digunakan secara bertanggung jawab sesuai perjanjian jual beli di awal.
"Katanya izinnya untuk rumah tinggal. Padahal dalam perjanjian jual beli dengan pengembang, penggunaan lahan itu dikuasakan pada pemilik, agar digunakan secara tanggung jawab. Tapi ternyata dipersoalkan hingga digugat karena dinilai wanprestasi," ujar Rahman.
Warga Telah Mengurus Izin hingga ke Pemkab Bekasi
Dalam kesempatan itu, Rahman turut menjelaskan jika proses pembangunan musala tersebut telah mendapat izin dari warga setempat. Bahkan warga juga telah mengurus perizinan hingga ke Pemerintah Kabupaten Bekasi.
Rahman pun menegaskan jika seluruh warga akan meladeni proses gugatan tersebut. Warga sebelumnya juga telah bersedia memenuhi persyaratan yang diajukan pengembang selaku penggugat, namun dalam proses mediasi tidak tercapai kemufakatan.
"Berdasarkan aturan, izin itu sebenarnya tinggal menunggu rekomendasi dari Dinas PUPR, seluruh persyaratannya telah dipenuhi, tapi pihak PUPR katanya minta harus ada persetujuan dari pengembang. Padahal dalam aturannya tidak harus. Ini yang juga jadi pertanyaan kami," katanya lagi.
Gugatan Pengembang Dinilai Janggal
Rahman menilai gugatan tersebut janggal, lantaran tidak memenuhi unsur dan penggugat pun tidak fokus pada materi gugatan. Pihak penggugat juga diketahui tidak pernah menghadirkan prinsipal. Padahal sesuai peraturan Mahkamah Agung, jika selama mediasi pihak prinsipal tidak hadir maka proses gugatan tidak bisa dilanjutkan.
"Ini setiap mediasi, sudah tiga sampai empat kali, prinsipal penggugatnya tidak pernah hadir. Malah mewakilkan pada karyawannya, berarti sebenarnya proses gugatan tidak bisa dilanjutkan. Kemudian soal izin pun sebenarnya kami sudah menempuh itu, jadi bukan tiba-tiba tanpa izin. Bahkan 95 persen warga klaster juga sudah menyetujui izin musala ini, termasuk warga non-muslim juga menyetujuinya, tapi kenapa pengembang mempersoalkannya," katanya lagi.
Menurut dia, dalam persyaratan yang diajukan, penggugat melarang musala yang didirikan warga menggelar salat Jumat. Musala juga tidak diperbolehkan mengumandangkan azan dengan pengeras suara serta dilarang menggelar pengajian.
"Ini sudah masuk dalam ranah menghalangi ibadah dan mengintervensi akidah kami sebagai seorang muslim. Ini sebuah pelanggaran serius. Sebaliknya, tuduhan wanprestasi yang selama ini digadang-gadang sama sekali tidak disentuh dalam proses mediasi," jelasnya.
Terkait hal ini, pihak kuasa hukum penggugat dari PT Putra Alvita Pratama enggan memberikan tanggapan apapun kepada wartawan usai persidangan dengan agenda pembacaan gugatan.