Efek kasus Debora permudah pasien miskin berobat di rumah sakit
Sanksi teguran tersebut diberikan usai Kementerian Kesehatan mengumpulkan informasi dari pihak korban dan rumah sakit. Setelah mempertimbangkan beberapa hal, akhirnya RS Mitra Keluarga hanya mendapatkan sanksi teguran. Walaupun masih ada kemungkinan ada sanksi tambahan.
Pemerintah Provinsi DKI Jakarta melalui Dinas Kesehatan telah memberikan sanksi teguran tertulis kepada Rumah Sakit Mitra Keluarga Kalideres. Sanksi tersebut diberikan karena mereka terlambat memberikan penanganan kepada bayi berusia empat bulan, Tiara Debora, sehingga menyebabkan kematian.
Sanksi teguran tersebut diberikan usai Kementerian Kesehatan mengumpulkan informasi dari pihak korban dan rumah sakit. Setelah mempertimbangkan beberapa hal, akhirnya RS Mitra Keluarga hanya mendapatkan sanksi teguran. Walaupun masih ada kemungkinan ada sanksi tambahan.
Namun dalam duka, ada secercah harapan usai kasus penolakan Debora. Pemprov DKI Jakarta memerintahkan semua rumah sakit di ibukota untuk memberikan pelayanan kesehatan sebelum membicarakan urusan administrasi.
Kepala Dinas Kesehatan DKI Koesmedi Priharto telah membuat perjanjian dengan rumah sakit di seluruh DKI Jakarta baik swasta atau RSUD untuk menerima pasien dalam kondisi apapun tanpa meminta uang muka terlebih dahulu.
Perjanjian ini dibuat agar kejadian yang menimpa bayi Debora yang meninggal dunia karena tidak mendapat penanganan di IGD RS Mitra Keluarga Kalideres pada Minggu (3/9) lalu tidak kembali terulang.
"Kita buat perjanjian agar mereka tidak buat aturan bahwa pasien dalam keadaan gawat darurat harus dilakukan tindakan segera tanpa mungut uang muka," jelas Koesmedi di kantornya, Jumat (15/9).
Dalam perjanjian ini, menekankan rumah sakit harus melakukan penanganan kepada pasien gawat darurat dan tidak boleh menagih pembiayaan. Perjanjian ini didasari karena masih banyak rumah sakit yang mementingkan keuntungan dari pada penanganan pasien.
"Salah satunya untuk ingatkan mereka kembali karena sebenarnya itu sudah tertera di UU," jelas Koesmedi.
Dalam perjanjian ini sudah ditandatangani sebanyak 187 rumah sakit. Dan dari 187 menurut Koesmedi yang baru mendaftar BPJS baru sebanyak 81.
"Untuk RS umum, vertikal pemerintah TNI, Polri itu wajib. Kalau Untuk swasta diperbolehkan untuk ikut dalam BPJS. Jadi saya bisanya hanya imbau mereka," tegasnya.
Seperti diberitakan sebelumnya, orangtua Debora, Henny berjuang menyelamatkan nyawa anaknya dan meminta Debora dirawat di ICU, pihak RS menyodorkan biaya senilai Rp 19.800.000. Tetapi Henny cuma punya Rp 5 juta dan sempat memohon kepada rumah sakit untuk menyelamatkan anaknya terlebih dahulu, sisa uang akan diberikan setelahnya. Namun, hal itu ditolak oleh RS.
Di tengah orang tua berjuang menyelamatkan nyawanya, tubuh mungil Deborah Simanjorang sudah tak kuat dan meninggal dunia.
Sedangkan pihak RS menjelaskan membantah telah menelantarkan bayi Debora. Saat datang dengan kondisi tampak membiru, bayi Debora telah diberi tindakan penyelamatan nyawa (life saving) berupa: penyedotan lendir, dipasang selang ke lambung dan intubasi (pasang selang nafas ), lalu dilakukan bagging (pemompaan oksigen dengan menggunakan tangan melalui selang nafas), infus, obat suntikan dan diberikan pengencer dahak (nebulizer). Pemeriksaan laboratorium dan radiologi segera dilakukan.
Kondisi setelah dilakukan intubasi lebih membaik, sianosis (kebiruan) berkurang, saturasi oksigen membaik, walaupun kondisi pasien masih sangat kritis. Kondisi pasien dijelaskan kepada Ibu pasien, dan dianjurkan untuk penanganan selanjutnya di ruang khusus ICU.
Saat ibu pasien mengurus di bagian administrasi, dijelaskan oleh petugas tentang biaya rawat inap ruang khusus ICU, tetapi ibu pasien menyatakan keberatan mengingat kondisi keuangan. Pihak rumah sakit kemudian menyarankan untuk dibantu merujuk ke RS yang bekerjasama dengan BPJS, demi memandang efisiensi dan efektivitas biaya perawatan pasien.
Dokter IGD membuat surat rujukan dan kemudian pihak RS berusaha menghubungi beberapa RS yang merupakan mitra BPJS. Dalam proses pencarian RS tersebut baik keluarga pasien maupun pihak RS kesulitan mendapatkan tempat.
Akhirnya pada jam 09.15 keluarga mendapatkan tempat di salah satu RS yang bekerjasama dengan BPJS. Sementara berkomunikasi antar dokter, perawat yang menjaga dan memonitoring pasien memberitahukan kepada dokter bahwa kondisi pasien tiba-tiba memburuk. Dokter segera melakukan pertolongan pada pasien. Setelah melakukan resusitasi jantung paru selama 20 menit, segala upaya yang dilakukan tidak dapat menyelamatkan nyawa pasien.
Baca juga:
Dinas Kesehatan DKI bentuk tim investigasi usut kematian bayi Debora
Pemprov DKI telah beri surat teguran ke RS Mitra Keluarga
Tim investigasi kematian Debora: Izin RS Mitra Keluarga bisa saja dicabut
Mulai sekarang, RS swasta dan RSUD di DKI dilarang minta uang muka
-
Kapan bayi tersebut meninggal? Penanggalan radiokarbon mengonfirmasi bahwa keduanya meninggal antara tahun 1616-1503 SM.
-
Apa yang terjadi pada gadis di rumah sakit itu? Seorang perempuan berusia 34 tahun di China - yang dibawa ke rumah sakit jiwa ketika berusia 20 tahun - tetap dikurung selama 14 tahun setelah dia sembuh karena keluarganya menolak membebaskannya.
-
Kapan bayi perempuan tersebut meninggal? Bayi perempuan yang diberi nama "Neve," diambil dari nama sungai di daerah tersebut, diketahui meninggal dunia ketika usianya hanya sekitar 40 hingga 50 hari.
-
Bagaimana cara rumah sakit memindahkan pasiennya? Pihak rumah sakit akhirnya terpaksa memindahkan pasiennya termasuk mereka yang sedang dirawat di ICU, bayi-bayi di inkubator ke fasilitas lain karena mereka takut terjadi pertumpahan darah di sekitar rumah sakit.
-
Siapa yang sedang dirawat di rumah sakit? Ibunda Nia Ramadhani, Chanty Mercia kini tengah terbaring di rumah sakit.
-
Kenapa gadis itu tetap di rumah sakit? Meskipun memenuhi kriteria pemulangan dan permohonannya yang berulang-ulang untuk dibebaskan, dia tetap di sana karena mereka menolak menandatangani dokumen pemulangan.