Berat dan Penuh Perjuangan, Ini Sederet Peristiwa Penting Sebelum 10 November 1945
Pertempuran 10 November merupakan peristiwa penting dalam sejarah perjuangan Bangsa Indonesia. Peristiwa itu menyebabkan 6.000 rakyat Indonesia gugur di medan perang. Untuk mengenang peristiwa itu, Presiden Sukarno menetapkan tanggal 10 November sebagai Hari Pahlawan.
Pertempuran 10 November merupakan peristiwa penting dalam sejarah perjuangan Bangsa Indonesia. Peristiwa itu berawal dari insiden perobekan bendera merah-putih-biru yang merupakan bendera Belanda di atap Hotel Yamato pada 19 September 1945.
Puncak pertempuran itu terjadi pada 10 November 1945. Pada saat itu, rakyat Surabaya bersama para pejuang bertempur melawan tentara Inggris.
-
Kenapa Jaka merantau? Dengan penuh tekad, Jaka pun memutuskan untuk merantau ke negeri orang untuk mencari nafkah dan mewujudkan semua impian mereka berdua.
-
Kapan Beji Sirah Keteng dibangun? Mengutip Instagram @purbosasongko_dalang, Situs Beji Sirah Keteng dibangun pada masa pemerintahan Raja Sri Jayawarsa.
-
Apa yang diterima Pemprov Jateng dari Balai Bahasa? Pada Kamis (10/8), Pemprov Jateng menerima hibah dari Balai Bahasa berupa bangunan gedung permanen dan perangkatnya.
-
Bagaimana cara membuat Jenang Saren? Mengutip Kemdikbud.go.id, bahan utama yang digunakan untuk membuat jenang saren adalah tepung ketan dan gula jawa.
-
Kenapa Candi Jago dibangun? Sejarah Candi Jago dibangun atas inisiasi Raja Kertanegara untuk menghormati mendiang sang ayah, Raja Sri Jaya Wisnuaedhana (1248-1268).
-
Bagaimana cara membuat kue jipang? Berasnya dimasukkan ke situ,” ungkap pemilik kanal YouTube Brent Sastro sembari menunjuk sebuah alat pemanas yang dihubungkan ke gas elpiji. Di sebelahnya, tampak sebuah wajan berisi air gula yang dicampur minyak sedang dipanaskan.
Pertempuran 10 November menyebabkan 6.000 rakyat Indonesia gugur. Menurut Sejarawan Unair, Purnawan Basundoro, pertempuran itu begitu besar karena tidak hanya melibatkan angkatan bersenjata melainkan juga rakyat Surabaya yang hanya dibekali persenjataan yang minim. Untuk mengenang peristiwa itu, Presiden Sukarno menetapkan tanggal 10 November sebagai Hari Pahlawan.
Namun sebenarnya, pertempuran itu dipicu oleh berbagai hal. Salah satunya adalah munculnya banyak perlawanan di berbagai daerah di mana para pejuang berupaya keras mendesak para tentara Jepang untuk menyerahkan semua senjatanya kepada Indonesia.
Di saat kondisi di Indonesia sedang panas-panasnya inilah tentara Inggris mendarat di Jakarta pada 15 September 1945 dan juga di Surabaya pada 25 Oktober 1945. Sejak saat itu, pertempuran hebat antara rakyat Indonesia dengan para tentara Inggris-pun tidak bisa dibendung. Berikut selengkapnya:
Kedatangan Sekutu di Indonesia
©2020 liputan6.com
Cerita ini berawal saat Menteri Penerangan Amir Syarifuddin menginformasikan pada masyarakat bahwa tentara sekutu yang tergabung dalam Allied Forces Netherlands East Indies (AFNEI) akan datang ke Surabaya. Kedatangan sekutu itu bertujuan untuk mengangkut orang Jepang yang sudah kalah perang dan orang asing yang ditawan pada zaman Jepang. Oleh karena itulah, Amir berpesan kepada pemerintah daerah di Surabaya untuk menyambut baik dan membantu tugas tentara sekutu tersebut.
Akan tetapi, rakyat Surabaya tidak percaya begitu saja, termasuk Bung Tomo. Kecurigaan mereka bukan tanpa alasan. Sebelumnya, Kolonel P.I.G Huijer, perwira tentara sekutu berkebangsaan Belanda yang datang ke Surabaya pertama kali pada 23 September sebagai utusan Laksamana Utama Patterson, Pimpinan Angkatan Laut Sekutu di Asia Tenggara, ternyata membawa misi rahasia dari Angkatan Laut Kerajaan Belanda.
Di Surabaya, Huijer menentang revolusi yang dikobarkan para pejuang Indonesia. Sikapnya ini memancing kemarahan para pejuang di Surabaya. Dia kemudian ditangkap dan ditawan aparat keamanan Indonesia di Penjara Kalisosok.
Proses Berunding
©2020 liputan6.com
Pada 26 Oktober 1945, diadakan proses perundingan antara pihak AFNEI Inggris yang dipimpin Brigadir Jenderal Mallaby dan pihak Indonesia yang dihadiri Residen Sudirman, Ketua KNI Doel Arwono, Wali Kota Surabaya Radjaman Nasutiondan perwakilan TKR, HR Mohammad Mangundiprojo. Bung Tomo juga hadir dalam perundingan itu.
Perundingan itu menghasilkan kesepakatan bahwa pasukan Inggris yang mendarat tidak disusupi tentara Belanda. Selain itu yang dilucuti sejatanya hanya Jepang saja. Selanjutnya tentara Jepang itu akan dipindahkan ke luar Jawa.
Namun tentara Inggris mulai menunjukkan ketidakpatuhan pada perjanjian itu. pada 27 Oktober 1945, mereka menuntut dan mengancam semua rakyat Surabaya untuk menyerahkan kembali semua senjata dan peralatan perang kepada Inggris.
Tewasnya Brigjen Mallaby
©2020 liputan6.com
Bung Tomo, Residen Sudirman dan Menteri Pertahanan RI, Drg Moestopo geram dengan sikap Inggris itu. Mereka memperingatkan Brigjen Mallaby bahwa hal itu sudah bertentangan dengan isi perundingan sebelumnya. Namun Mallaby tidak menghiraukan hal itu. Akibatnya, suasana Surabaya makin panas pada 28 Oktober 1945.
Pada hari itu, Bung Tomo mengajak semua rakyat Surabaya untuk merapatkan barisannya. Dia juga mengadakan pertemuan dengan sejumlah pemimpin pasukan BKR di Markas Pertahanan sekaligus Studio Radio Pemberontakan Bung Tomo. Lewat siaran radio, Bung Tomo berpidato dengan nada keras untuk mengobarkan semangat juang rakyat Surabaya melawan pasukan Inggris.
Singkat cerita, pada 30 Oktober 1945, baku tembak yang terjadi di Jalan Jembatan Merah membuat Jenderal Mallaby tewas. Insiden itu memaksa Letnan Jenderal Christiaonson, komandan pasukan sekutu AFNEI memberikan peringatan keras kepada Indonesia. Dia kemudian mengerahkan 15.000 pasukan untuk menggempur Surabaya.
Namun sebelum itu, dia memberi ultimatum agar seluruh senjata diserahkan ke pihak Inggris sebelum pukul 06.00. Bila ultimatum itu tidak dipenuhi, Inggris akan menyerang Surabaya pada 10 November dari darat, laut, maupun udara.
Meletusnya Pertempuran Surabaya
©2020 liputan6.com
Keluarnya ultimatum itu membuat para pemimpin Surabaya menghubungi pemerintahan pusat di Jakarta. Namun Presiden Soekarno dan Menteri Luar Negeri Soebardjo menyerahkan keputusan sepenuhnya kepada seluruh rakyat Surabaya.
Setelah diskusi yang panjang lebar, Bung Tomo mengusulkan dilakukan perlawanan kepada pihak sekutu. Usulan itu kemudian ditindaklanjuti Gubernur Soerjo. Melalui siaran radio, Soerjo mengumumkan seluruh rakyat Surabaya akan melawan tentara sekutu sampai mati.
Di samping itu, Bung Tomo membangkitkan semangat seluruh rakyat Surabaya untuk melawan pasukan Inggris. Seruan pidato melalui radio itu sudah lebih dari cukup untuk membakar semangat rakyat Surabaya. Hanya dengan berbekal senjata yang direbut dari tentara Jepang, mereka menghadapi gabungan tentara sekutu yang terdiri dari AFNEI dan NICA itu.
Berikut pidato Bung Tomo yang membakar semangat rakyat Surabaya:
“Inilah jawaban kita, jawaban pemuda-pemuda rakyat Indonesia. Hai Inggris, selama banteng-banteng, pemuda-pemuda Indonesia masih mempunyai darah merah yang dapat membuat secarik kain putih menjadi merah dan putih, selama itu kita tidak akan menyerah.”
“Teman-temanku seperjuangan, terutama pemuda-pemuda Indonesia, kita terus berjuang, kita usir kaum penjajah dari bumi kita Indonesia yang kita cintai ini. Sudah lama kita menderita, diperas, diinjak-injak.”