Bukan Sekadar Seremonial, Ini Makna di Balik Perayaan Waisak di Borobudur
Bagi umat Buddha, perayaan Hari Waisak tidak hanya seremonial, namun ada makna di balik perayaan hari suci itu. Hal itu diungkapkan oleh Ketua Umum Perwakilan Umat Buddha Indonesia (Walubi), S. Hartati Murdaya dalam sambutannya menjelang detik-detik Waisak.
Pada tanggal 16 Mei kemarin, umat Buddha sedunia merayakan Hari Raya Waisak. Umat Buddha di Indonesia juga merayakan hari raya itu. Mereka berbondong-bondong menuju vihara untuk merayakan Waisak bersama-sama.
Perayaan Hari Raya Waisak secara meriah digelar di depan altar Halaman Candi Borobudur, Magelang, Jawa Tengah. Dalam perayaan itu, setidaknya ada 1.200 umat Buddha yang hadir. Di tengah terik matahari, para umat Buddha dengan dipimpin oleh para Biksu melakukan detik-detik Tri Suci Waisak 2566 Buddhist Era (BE) pada pukul 11.13 WIB.
-
Kenapa Jaka merantau? Dengan penuh tekad, Jaka pun memutuskan untuk merantau ke negeri orang untuk mencari nafkah dan mewujudkan semua impian mereka berdua.
-
Kapan Beji Sirah Keteng dibangun? Mengutip Instagram @purbosasongko_dalang, Situs Beji Sirah Keteng dibangun pada masa pemerintahan Raja Sri Jayawarsa.
-
Apa yang diterima Pemprov Jateng dari Balai Bahasa? Pada Kamis (10/8), Pemprov Jateng menerima hibah dari Balai Bahasa berupa bangunan gedung permanen dan perangkatnya.
-
Bagaimana cara membuat Jenang Saren? Mengutip Kemdikbud.go.id, bahan utama yang digunakan untuk membuat jenang saren adalah tepung ketan dan gula jawa.
-
Kenapa Candi Jago dibangun? Sejarah Candi Jago dibangun atas inisiasi Raja Kertanegara untuk menghormati mendiang sang ayah, Raja Sri Jaya Wisnuaedhana (1248-1268).
-
Bagaimana cara membuat kue jipang? Berasnya dimasukkan ke situ,” ungkap pemilik kanal YouTube Brent Sastro sembari menunjuk sebuah alat pemanas yang dihubungkan ke gas elpiji. Di sebelahnya, tampak sebuah wajan berisi air gula yang dicampur minyak sedang dipanaskan.
Bagi umat Buddha, perayaan Hari Waisak tidak hanya seremonial, namun ada makna di balik perayaan hari suci itu. Hal itu diungkapkan oleh Ketua Umum Perwakilan Umat Buddha Indonesia (Walubi), S. Hartati Murdaya dalam sambutannya menjelang detik-detik Waisak. Berikut selengkapnya:
Makna Waisak
©2021 REUTERS/Willy Kurniawan
Hartati menjelaskan, tema Waisak 2566 BE ini adalah “Jalan Kebijaksanaan Menuju Kebahagiaan Sejati”. Maksudnya adalah kehidupan yang dipenuhi oleh pandangan keliru dengan mengutamakan ego dapat menjebak manusia dalam pertengkaran.
“Manusia perlu merasakan nikmatnya hidup penuh kesabaran dan memperoleh kekuatan kebijaksanaan menjadi kekuatan untuk memperoleh pencerahan damai. Jika pencerahan telah berkembang mencapai tingkat sempurna maka semua manusia akan menjadi Buddha,” kata Hartati dikutip dari ANTARA pada Senin (16/5).
Momen Perenungan
©2021 REUTERS/Willy Kurniawan
Sementara itu, Ketua Umum Persatuan Umat Buddha Indonesia (Permabudhi) Prof. Philip K. Widjaja mengatakan, perayaan Waisak tahun ini terasa spesial karena diadakan setelah vakum selama masa pandemi COVID-19 yang panjang.
Untuk itu ia mengaku Walubi bersama Permabudhi telah bekerja keras untuk bisa mewujudkan keceriaan Waisak di tahun ini. Tapi yang lebih penting lagi adalah momentum Waisak ini menjadi momen perenungan bersama sudah sejauh mana umat Buddha menerapkan ajaran Sang Buddha Gautama.
“Menerapkan ajaran-ajaran itu ke dalam sikap, tutur kata, dan kehidupan sehari-hari. Jadi bukan hanya sekedar menghafalkan atau mengetahui ajaran agama Buddha kemudian sudah menjalankan ritual dianggap cukup. Semoga Waisak tahun ini bisa membawa kebersamaan,” kata Philip.
Bukan Sebatas Seremonial
©2021 REUTERS/Willy Kurniawan
Dalam kesempatan itu, Wakil Menteri Agama RI Zainut Tauhid Sa’adip menyampaikan bahwa peringatan detik-detik Tri Suci Waisak yang dilaksanakan tiap tahun bukan sebatas acara seremonial semata. Namun merupakan salah satu wujud keyakinan dan bakti umat Buddha kepada Buddha Gautama.
“Peringatan Tri Suci Waisak diharapkan dapat menjadi momentum yang tepat bagi umat Buddha di seluruh dunia untuk mengingat kembali pada tiga peristiwa suci dalam kehidupan Buddha Gautama, yaitu kelahiran, pencapaian pencerahan sempurna, dan kemangkatan Sang Buddha,” kata Zainut.
Baginya, keteladanan dari Sang Buddha dalam hal praktik meta dan cinta yang merupakan nilai-nilai universal dapat diaktualisasikan dalam kehidupan agar terwujud kehidupan beragama yang lebih moderat dalam bingkai Negara Kesatuan Republik Indonesia.
(mdk/shr)