Kisah Desa Ramah Disabilitas di Klaten, Bangkitkan Semangat Hidup para Difabel
Desa Birit, Kecamatan Wedi, Klaten mencanangkan diri menjadi Desa Ramah Disabilitas. Di desa itu ada sekitar 30 disabilitas yang tergabung dalam Komunitas Satu Hati. Adanya program itu terbukti mampu meningkatkan semangat serta kualitas hidup para difabel.
Dalam keadaan terpuruk, seseorang butuh bantuan dari orang lain agar bisa terus semangat dalam melanjutkan hidup. Semangat hidup itu sering kali ditemukan saat berinteraksi dengan orang-orang yang juga mengalami keterpurukan.
Hal itulah yang melatarbelakangi Desa Birit, Kecamatan Wedi, Klaten mencanangkan diri menjadi Desa Ramah Disabilitas. Di desa itu ada sekitar 30 disabilitas yang tergabung dalam Komunitas Satu Hati. Kepala Desa Birit, Sukadi Danang Witono mengatakan, pencanangan Desa Ramah Disabilitas itu terwujud berkat pendampingan dari pihak Balai Kesehatan Masyarakat (Balkesmas) Wilayah Klaten milik Pemprov Jateng.
-
Kenapa Jaka merantau? Dengan penuh tekad, Jaka pun memutuskan untuk merantau ke negeri orang untuk mencari nafkah dan mewujudkan semua impian mereka berdua.
-
Kapan Beji Sirah Keteng dibangun? Mengutip Instagram @purbosasongko_dalang, Situs Beji Sirah Keteng dibangun pada masa pemerintahan Raja Sri Jayawarsa.
-
Apa yang diterima Pemprov Jateng dari Balai Bahasa? Pada Kamis (10/8), Pemprov Jateng menerima hibah dari Balai Bahasa berupa bangunan gedung permanen dan perangkatnya.
-
Bagaimana cara membuat Jenang Saren? Mengutip Kemdikbud.go.id, bahan utama yang digunakan untuk membuat jenang saren adalah tepung ketan dan gula jawa.
-
Kenapa Candi Jago dibangun? Sejarah Candi Jago dibangun atas inisiasi Raja Kertanegara untuk menghormati mendiang sang ayah, Raja Sri Jaya Wisnuaedhana (1248-1268).
-
Bagaimana cara membuat kue jipang? Berasnya dimasukkan ke situ,” ungkap pemilik kanal YouTube Brent Sastro sembari menunjuk sebuah alat pemanas yang dihubungkan ke gas elpiji. Di sebelahnya, tampak sebuah wajan berisi air gula yang dicampur minyak sedang dipanaskan.
“Ceritanya di sini ada Komunitas Satu Hati yang menjadi wadah teman-teman disabilitas. Lalu kami mendapat pendampingan dari Belkesmas. Selama satu tahun kemudian muncul gagasan launching Desa Ramah Disabilitas,” kata Sukadi dikutip dari Jatengprov.go.id pada Rabu (31/8).
Lalu cerita-cerita apa saja yang dimiliki para difabel di komunitas itu? Berikut selengkapnya:
Bukan Slogan Belaka
©jatengprov.go.id
Sukadi mengatakan bahwa pencanangan Desa Ramah Disabilitas bukanlah slogan belaka. Pemerintah Desa Birit juga melakukan kebijakan-kebijakan yang berpihak kepada difabel.
“Komunitas Satu Hati ini sebenarnya sudah ada sejak lama. Ketika saya menjadi kepala desa, saya tergugah untuk ikut memikirkan ikut bergabung dengan teman-teman disabilitas,” kata Sukadi.
Ia mengatakan, tiap tahunnya pihak desa menganggarkan Rp15 juta untuk kegiatan difabel. Tahun ini anggarannya naik menjadi Rp20 juta. Salah satu anggaran itu digunakan untuk program peternakan ayam.
Kemudahan untuk Para Difabel
©jatengprov.go.id
Tak hanya itu, pihak pemerintah desa juga memberikan kemudahan-kemudahan bagi para difabel. Khususnya dalam mengembangkan sarana dan prasarana, termasuk poli kesehatan.
“Ada Polindes untuk kaum difabel. Dan kalau mengurus administrasi, kami jemput bola. Kami yang datang ke rumah biar mudah,” kata Sukadi.
Ia berharap, pencanangan Desa Ramah Disabilitas itu mampu menginspirasi daerah lain agar memperhatikan para difabel di wilayah mereka.
Temukan Semangat Hidup
©jatengprov.go.id
Salah seorang anggota Komunitas Satu Hati, Sudarmono, mengaku menemukan semangat hidup setelah mengikuti komunitas tersebut. Ia menceritakan nasib nahas ia terima saat mengalami kecelakaan pada tahun 2012 lalu. Kecelakaan itu membuatnya mengalami luka parah hingga kehilangan kedua tangannya.
“Saya lima tahun kehilangan kepercayaan diri, saya hanya ingin mengakhiri hidup. Tapi setelah ketemu teman-teman di sini, dan juga ada wanita yang mau menerima saya, akhirnya saya semangat lagi,” kata Sudarmono.
Kini, Sudarmono membuka usaha rempeyek yang diproduksi bersama istrinya. Dengan keterbatasan fisik, ia berkeliling menjajakan dagangannya memakai sepeda motor yang telah dimodifikasi.
Ketemu Jodoh
©jatengprov.go.id
Cerita lain datang dari Sinung, seorang perempuan yang sehari-hari berada di kursi roda. Ia datang dari luar daerah untuk bergabung dengan penyandang disabilitas di Desa Birit.
“Iya, di sini sering berkumpul. Rasanya senang karena bisa sharing. Dan saya juga bertemu jodoh di sini,” kata Sinung dikutip dari Jatengprov.go.id pada Rabu (31/8).