Kisah Hidup Basiyo, Maestro Lawak Dagelan Mataram dari Yogyakarta
Di mata keluarga, Basiyo merupakan sosok yang sangat serius dan tak pernah bercanda. Namun anehnya ia bisa membuat orang lain tertawa.
Di mata keluarga, Basiyo merupakan sosok yang sangat serius dan tak pernah bercanda. Namun anehnya ia bisa membuat orang lain tertawa.
Kisah Hidup Basiyo, Maestro Lawak Dagelan Mataram dari Yogyakarta
Basiyo merupakan seorang pelawak dari Yogyakarta. Ia melawak menggunakan Bahasa Jawa. Sosoknya cukup populer karena ia sering mengisi acara lawak di RRI Yogyakarta. Jenis lawakannya dikenal dengan nama “Dagelan Mataram”.
Setiap melawak, Basiyo selalu mengangkat tema cerita sederhana yang berangkat dari kehidupan masyarakat desa, salah satunya adalah konflik rumah tangga. Melalui lawakan, kritik atau nasihat dapat diungkapkan tanpa menyinggung perasaan orang lain.
-
Kapan Herman Pratikto menulis "Bende Mataram"? Dia menulis “Bende Mataram” pada periode 1960-an.
-
Siapa yang menulis "Bende Mataram"? Novel Bende Mataram ditulis oleh Herman Pratikto.
-
Kapan bandara Lolak diresmikan? Bandar udara (bandara) di Provinsi Sulawesi Utara kian bertambah, kini baru saja beroperasi bandara Lolak di Bolaang Mongondow, Minggu (18/2).
-
Bagaimana Herman Pratikto menulis "Bende Mataram"? Saat menulis Bende Mataram, Herman Pratikto selalu menyebut dirinya sebagai penggubah cerita, bukan pengarang cerita.
-
Bagaimana senjata api Basoka Lawiya ditemukan? "Senjata api tersebut kami temukan di rumah korban kebakaran yakni saudara Fahri dan diduga senjata api tersebut yang dipakai oleh pelaku saat melakukan penembakan terhadap saudara Arwin saat hendak berpura-pura membeli rokok. Namun pelurunya mengenai helm yang digantung pada dinding rumah," kata Ka Ops Damai Cartenz-2024.
-
Bagaimana bandara Lolak diresmikan? Peresmian ini ditandai dengan pendaratan perdana pesawat tipe DHC-6 Twin Otter maskapai SAM Air sekitar pukul 15.52 WITA.
Di atas panggung Basiyo sering berkolaborasi dengan seniman-seniman lainnya seperti Bagong Kussudiardja, Ki Narto Sabdo, Nyi Tjondrolukito, dan nama-nama lainnya.
Foto: YouTube Sabdalangit TV
Harto Basiyo, putra dari almarhum Basiyo, mengatakan bahwa dalam memberi lawakan ayahnya melakukannya dengan gaya curhat atau bicara sendiri.
Di atas panggung, Basiyo tak segan untuk curhat tentang kisah hidupnya dan tak segan pula untuk mengkritik serta menertawakan diri sendiri.
“Curhat ini sudah menjadi ciri khas bapak untuk mengawali cerita,” kata Harto dikutip dari kanal YouTube Wong Jawa Ngayogya.
Walaupun seorang pelawak profesional, di mata Harto, Basiyo adalah orang yang serius, jarang tertawa, dan tidak pernah bergurau dengan siapapun.
“Baik dengan teman-temannya, tetangga, apalagi dengan keluarga. Tapi anehnya bapak bisa membuat orang lain tertawa,” ungkap Harto.
Widayat, seorang pemain ketoprak, mengatakan pada awalnya Basiyo berperan sebagai penata efek suara saat siaran ketoprak di RRI. Waktu itu ia masih dianggap belum lucu.
Waktu itu Widayat juga ikut membantu Basiyo dalam tugasnya sebagai penata efek suara. Hubungan mereka pun semakin akrab ibarat bapak dengan anaknya.
Pada suatu hari, maestro karawitan Wasitodipuro punya ide untuk menutup acara gendhing Jawa menggunakan Pangkur Jenggleng. Pangkur Jenggleng sendiri merupakan teater tradisional yang kini sudah menjadi bentuk modern yang di dalamnya terdapat unsur seni musik, sastra, dan seni rupa.
Foto: YouTube Sabdalangit TV
- Geger Kasus Ayah di Musi Rawas Cekik dan Siksa Bayinya Hingga Tewas
- Kisah Abah Emuh Sang Maestro Beluk dari Tasikmalaya, Tetap Bersahaja dengan Suara Merdu di Usia Senja
- Sosok Ki Anom Suroto, Maestro Dalang Wayang Kulit Purwa yang Pernah Tampil di Lima Benua
- Lukisannya Dikoleksi Presiden Soekarno, Ini Sosok Nasjah Djamin Sang Maestro dan Penulis dari Tanah Batak
Saat itu, Basiyo ditunjuk untuk memainkan Pangkur Jenggleng. Mulai saat itulah Basiyo mulai terkenal dan kehadirannya ditunggu oleh pendengar setia RRI Yogyakarta.
Foto: YouTube Sabdalangit TV
Widayat mengatakan, Basiyo membuat rekaman dagelan mulai dari tahun 1972 hingga ia meninggal pada tahun 1979. Pembuatan rekaman itu dilakukan di Kota Yogyakarta dan Semarang.
Di Yogyakarta, perekaman dilakukan di Monumen Tegalrejo, sementara di Semarang perekaman dilakukan di dua tempat, di rumah seniman Narto Sabdo dan Studio Record Fajar milik Koh Chu Yong.
Andjarwani, salah seorang seniman ketoprak, mengatakan bahwa bahan cerita Dagelan Mataram banyak diambil dari kisah hidup Basiyo sendiri. Baginya, yang paling lucu dari lawakan Basiyo adalah cerita “Maling Kontrang-Kantring”.
Foto: YouTube Sabdalangit TV
Bagi Harto, Basiyo merupakan sosok yang tertutup. Bahkan ia bisa menyembunyikan rasa sakitnya hingga tak ada satupun anggota keluarga yang tahu bahwa ia mengidap penyakit jantung.
“Karena bapak sudah terkenal, maka beliau jarang pulang dan beristirahat. Penyakit jantungnya pun tidak ia hiraukan,” kata Harto.
Sementara bagi Widayat, Basiyo punya semangat kerja yang tinggi sehingga tidak menghiraukan penyakit jantungnya.
“Ketika melanglang buana Bersama saya dan gabungan Ketoprak Siswo Budoyo Jawa Timur, beliau tidak mau pasang tarif. Beliau itu yang penting bermain bagus. Uang bukanlah prinsip. Itulah Pak Basiyo,” tutur Widayat.