Kisah Hidup Tasripin, Pengusaha Pribumi yang Derajatnya Setara Ratu Belanda
Selain Sang Raja Gula Oei Tiong Ham, pada awal abad ke-20 di Semarang pernah hidup seorang konglomerat pribumi yang sangat disegani. Dia bernama Tasripin.
Selain Sang Raja Gula Oei Tiong Ham, pada awal abad ke-20 di Semarang pernah hidup seorang konglomerat pribumi yang sangat disegani. Dia bernama Tasripin.
Tasripin lahir pada tahun 1834. Dilansir dari Unika.ac.id, Tasripin mengembangkan bisnisnya dengan membeli sejumlah tanah dari orang-orang Belanda. Maka tak heran, di kemudian hari, aset-aset rumahnya tersebar di seluruh Kota Semarang.
-
Kenapa Jaka merantau? Dengan penuh tekad, Jaka pun memutuskan untuk merantau ke negeri orang untuk mencari nafkah dan mewujudkan semua impian mereka berdua.
-
Kapan Beji Sirah Keteng dibangun? Mengutip Instagram @purbosasongko_dalang, Situs Beji Sirah Keteng dibangun pada masa pemerintahan Raja Sri Jayawarsa.
-
Apa yang diterima Pemprov Jateng dari Balai Bahasa? Pada Kamis (10/8), Pemprov Jateng menerima hibah dari Balai Bahasa berupa bangunan gedung permanen dan perangkatnya.
-
Bagaimana cara membuat Jenang Saren? Mengutip Kemdikbud.go.id, bahan utama yang digunakan untuk membuat jenang saren adalah tepung ketan dan gula jawa.
-
Kenapa Candi Jago dibangun? Sejarah Candi Jago dibangun atas inisiasi Raja Kertanegara untuk menghormati mendiang sang ayah, Raja Sri Jaya Wisnuaedhana (1248-1268).
-
Bagaimana cara membuat kue jipang? Berasnya dimasukkan ke situ,” ungkap pemilik kanal YouTube Brent Sastro sembari menunjuk sebuah alat pemanas yang dihubungkan ke gas elpiji. Di sebelahnya, tampak sebuah wajan berisi air gula yang dicampur minyak sedang dipanaskan.
Kekayaan Tasripin pernah membuatnya menjadi satu-satunya orang Jawa yang kaya pada saat itu. Aset-aset rumah yang dibeli Tasripin dari orang-orang Belanda hingga kini masih terjaga.
Lantas bagaimana bisa orang pribumi Jawa seperti Tasripin bisa menjadi salat satu orang terkaya pada masanya? Berikut selengkapnya:
Pengusaha Sukses
©Unika.ac.id
Dilansir dari serat.id, Tasripin merupakan pengusaha sukses. Keberhasilannya memiliki banyak aset rumah di Semarang tak lepas dari kesuksesannya dalam menjalankan beberapa bisnis seperti penyamakan kulit, hasil bumi, serta sewa menyewa tanah dan bangunan. Selain itu, Tasripin juga menjalankan usaha pengiriman barang di daerah Kota Lama Semarang.
Pakar Sejarah Semarang, Amen Budiman, mengatakan bahwa aset tanah milik Tasripin tersebar di beberapa perkampungan Semarang yaitu Kampung Kulitan, Gandekan, Gedungbobrok, Jayenggaten, Kepatihan, Pesantren, Sayangan, Kebon Kenap, Wotprau, Demangan, Bang Inggris, Kampung Cokro, Kampung Bedug, dan lain-lain. Dalam catatan koran Bataviaasch Nieuwsblaad pada 11 Agustus 1919, nilai kekayaan aset warisan Tasripin mencapai 45 juta gulden.
Kisah Tasripin dan Kaum Boro
©Unika.ac.id
Salah satu usaha yang dijalankan Tasripin adalah bisnis kulit. Majunya bisnis kulit yang dijalankan Tasripin dan keluarganya pada awal tahun 1900-an membuatnya membutuhkan lebih banyak pekerja. Dia pun kemudian mempekerjakan banyak orang yang diambil dari desa-desa di wilayah Semarang.
Dilansir dari Unika.ac.id, para pekerja ini kemudian ditempatkan pada sebuah rumah milik Tasripin yang disebut Pondok Boro. Pondok Boro merupakan bangunan sederhana yang terletak di pinggir Kali Semarang yang dapat menampung 20 orang pekerja. Hari demi hari, jumlah pekerja yang datang semakin banyak sehingga mereka menempati aset-aset rumah lain yang dimiliki Tasripin.
Para pendatang yang menempati rumah Tasripin ini kemudian mendapat julukan sebagai Kaum Boro. Mereka menempati rumah itu secara turun-temurun.
Derajatnya Dianggap Setara dengan Ratu Belanda
©Wikipedia.org
Cerita tentang seorang pribumi kaya raya bernama Tasripin rupanya terdengar hingga Negeri Belanda. Oleh Ratu Belanda Wilhelmina, dia diberikan sejumlah uang koin yang di kedua sisinya ada gambar wajah sang ratu.
Untuk mengapresiasi pemberian itu, Tasripin memasang beberapa uang koin itu di lantai rumah miliknya. Karena adanya uang koin ini, para serdadu Belanda tak pernah sekalipun menggeledah aset rumah milik Tasripin.
“Waktu itu, para serdadu Belanda rutin melakukan penggeledahan pada rumah-rumah di perkampungan. Namun rumah milik Tasripin tak pernah digeledah. Sebab jika mereka masuk rumahnya sama saja dengan menghina Ratu Belanda,” kata sejarawan Universitas Negeri Semarang, Ufi Saraswati.
Jejak Kejayaan Tasripin di Masa Kini
©2021 Merdeka.com
Walaupun kisah kejayaan Tasripin sudah berlalu, namun jejak-jejaknya masih bisa ditemukan hingga kini. Salah satunya adalah sebuah masjid yang berada di Kampung Kulitan, Semarang, yang bernama Masjid At-Taqwa.
Karena masih ada hubungannya dengan konglomerat pribumi itu, masjid tersebut juga dikenal dengan nama Masjid Tasripin. Menurut keterangan warga sekitar, dulunya masjid itu adalah sebuah langgar yang khusus dibangun sebagai tempat ibadah keluarga Tasripin dan juga para pekerjanya.
“Selain untuk ibadah keluarga, langgar ini dibangun eyang Tasripin untuk tempat ibadah keluarga dan juga para pekerjanya. Waktu itu eyang memiliki pekerja yang cukup banyak untuk mengelola usahanya di berbagai daerah di sekitar Semarang. Saat tahun 1998, masjid ini mengalami pemugaran. Kini yang tersisa hanya beberapa saja seperti bedhug dan kentongan,” kata Sugibudi Santoso, salah seorang warga yang juga keturunan Tasripin, dikutip dari Merdeka.com.
(mdk/shr)