Melihat Kehidupan Nelayan Pesisir Utara Jawa di Masa Kolonial, Alami Kondisi Serba Sulit
Masuknya modal asing dan kapitalisme modern mendorong munculnya pranata ekonomi baru di kalangan masyarakat nelayan.
Masuknya modal asing dan kapitalisme modern mendorong munculnya pranata ekonomi baru di kalangan masyarakat nelayan.
Melihat Kehidupan Nelayan Pesisir Utara Jawa di Masa Kolonial, Alami Kondisi Serba Sulit
Pada tahun 1743 Masehi, daerah pesisir pantai utara Jawa yang sebelumnya masuk wilayah kekuasaan Kerajaan Mataram Islam mulai dikuasai VOC.
Kondisi ini menandai era baru kehidupan para nelayan di kawasan tersebut. Mereka mau tak mau harus mengikuti kebijakan yang diterapkan oleh perusahaan Belanda.
-
Apa yang ditemukan oleh nelayan tersebut? Trevor Penny menemukan pedang tersebut ketika magnet yang dia gunakan saat menyusuri sungai menarik benda logam dan ternyata itu adalah pedang kuno berusia 1.200 tahun.
-
Bagaimana pesan pepatah "Becik ketitik, ala ketara" bisa menjadi panduan hidup? "Becik ketitik, ala ketara" merupakan pepatah yang mengajarkan bahwa perbuatan baik akan selalu dikenali, dan perbuatan buruk nantinya juga akan diketahui. Pepatah ini dapat dimaknai sebagai peringatan agar kita selalu berusaha untuk berbuat baik, karena pada akhirnya kebaikan akan terlihat dan dihargai.
-
Bagaimana Nadran dilakukan? Dalam acara itu terdapat sejumlah tokoh yang terlibat seperti pemimpin masyarakat, para nelayan, dan pemangku agama. Setelah semuanya berkumpul, para peserta itu lantas menuju ke tengah laut untuk melaksanakan tradisi nadran.
-
Kapan nastar di panggang? Panggang nastar sampai benar-benar matang sekitar setengah jam.
-
Kenapa Nelayan Indramayu melakukan Nadran? Mengutip indramayukab.go.id, makna tradisi nadran secara garis besar adalah mengucapkan rasa syukur kepada Tuhan atas lancarnya kegiatan mencari ikan.
-
Apa yang dimakan oleh petani Pangandaran di hutan? Beberapa yang biasa digunakan untuk lauk makan adalah daun-daunan seperti singkong, papaya, kacang-kacangan sampai terubuk.
Selain itu, eksistensi kapal-kapal tradisional mulai digantikan dengan model kapal barat yang dinilai lebih mudah bermanuver.
Kegiatan perdagangan menggunakan perahu-perahu kecil dan sedang tetap populer meskipun untuk perdagangan jarak jauh sudah dikuasai bangsa asing yaitu Inggris dan Belanda.
Dilansir dari Kemdikbud.go.id, monopoli harga kayu jati oleh pemerintah kolonial mengakibatkan nelayan tradisional kesulitan untuk bersaing dengan perusahaan galangan kapal asing. Kondisi ini semakin mempersulit ekonomi mereka.
Dalam disertasinya, akademisi Doktor Pujo Semedi Hargo Yuwono mengangkat kehidupan nelayan di Pekalongan di masa kolonial.
Pada saat itu, masuknya modal asing, perusahaan asing, serta kapitalisme modern mendorong munculnya pranata ekonomi baru di kalangan masyarakat nelayan.
Salah satu biang masalah dari kondisi baru tersebut adalah munculnya para pemungut cukai yang ingin meraup keuntungan sebesar-besarnya.
Mereka merangkap menjadi rentenir, menyediakan uang pinjaman yang diputar di tengah masyarakat nelayan, sekaligus memonopoli perdagangan garam.
Masalah itu semakin diperparah dengan menurunnya populasi ikan di Laut Jawa secara bertahap. Pada tahun 1865, estimasi tangkapan ikan di pantai utara Jawa sekitar 258.502 ton. Tapi pada tahun 1904 menyusut jadi hanya 77.000 ton saja.
- Ekonomi Lemah, Wanita Paruh Baya di Kampung Terpencil Ini Tidak Tahu Nilai Rupiah
- Mengenal Larung Kepala Kerbau, Ungkapan Rasa Syukur Nelayan di Jepara
- Menilik Kehidupan Petani Blitar pada Masa Jawa Kuno, Pajak Sawah Naik karena Korupsi Dinas Agraria
- Ngobrol Bareng Nelayan Perahu Ketek Palembang, Ganjar Tawarkan KTP Sakti dan Bentuk Koperasi untuk Modal
Dilansir dari Kemdikbud.go.id, penurunan tangkapan ikan, tekanan tengkulak, dan penguasaan komoditas untuk kegiatan ekonomi membuat masyarakat nelayan Jawa masa kolonial praktis tidak dapat berkembang menjadi masyarakat yang lebih makmur. Bahkan kondisi demikian masih dapat dilihat di masa kini.
Peran Besar Perahu Kecil
Meski tidak lagi menguasai lautan, para nelayan di pesisir utara Jawa tetap berinteraksi dengan laut. Mereka tetap berlayar di zona-zona tangkap tradisional mereka dan mempertahankan metode penangkapan ikan yang sudah dijalankan sejak dahulu.
Saat itu, ada beragam jenis perahu berukuran kecil yang digunakan para nelayan seperti perahu kolek, tembon, mayang, dan janggolan. Perahu mayang misalnya, desainnya tidak banyak berubah sejak abad ke-18.
Eksistensi perahu tradisional itu tak lepas dari keberhasilan desain perahu tersebut dalam menjawab tantangan geografis.