Mengintip Tradisi Numplak Wajik, Representasi Perempuan Sebagai Awal Kehidupan
Tradisi Numplak Wajik menjadi wujud representasi perempuan yang mengawali kehidupan. Daripadanya awal kehidupan yang berkesinambungan tercipta. Seperti halnya Gunungan Estri akan mengawali pembuatan Gunungan Lanang atau gunungan yang akan menjadi persembahan raja kepada rakyatnya.
Yogyakarta tak pernah berhenti menyuguhkan keistimewaannya dari alam, budaya, hingga keseniannya. Punya lingkungan keraton, Yogyakarta secara rutin menggelar tradisi dan ritual yang sarat akan makna mendalam. Salah satunya ialah tradisi Numplak Wajik yang menjadi awal mula serangkaian simbol sedekah raja kepada rakyat. Diwujudkan dalam upaya Garebeg Mulud, Garebek Sawal, dan Garebek Besar yang semuanya tidak akan terselenggara tanpa ritual Numplak Wajik.
Wajik menjadi bagian dalam Gunungan Estri yang bermakna perempuan. Hal ini gunungan estri terbuat dari wajik, sejenis kue tradisional berbahan dasar ketan dengan campuran gula merah, santan, dan kelapa. Tradisi Numplak Wajik menjadi wujud representasi perempuan yang mengawali kehidupan. Daripadanya awal kehidupan yang berkesinambungan tercipta. Seperti halnya Gunungan Estri akan mengawali pembuatan Gunungan Lanang atau gunungan yang akan menjadi persembahan raja kepada rakyatnya.
-
Apa itu Tradisi Ujungan? Warga di kampung adat Cibadak, Desa Warung Banten, Kecamatan Cibeber, Kabupaten Lebak memiliki sebuah tradisi unik bernama Ujungan.
-
Di mana urap jawa biasanya disajikan dalam budaya Jawa? Hidangan ini telah menjadi bagian tak terpisahkan dari masakan Indonesia dan sering ditemukan di berbagai acara tradisional dan perayaan kebudayaan.
-
Bagaimana cara melakukan Tradisi Ujungan? Tradisi ini dilakukan dengan cara saling pukul satu sama lain menggunakan sebilah batang rotan.
-
Apa yang dimaksud dengan "jodoh kembar" dalam tradisi Jawa? Menurut kepercayaan Jawa, anak kedua dan anak ketiga disebut sebagai "jodoh kembar" atau "lurah wracikan". Mereka diyakini dibawa oleh takdir sebagai pasangan yang sempurna satu sama lain.
-
Kapan Tradisi Mantu Kucing dimulai? Tradisi Mantu Kucing dilakukan oleh masyarakat di Dusun Njati, Pacitan, Jawa Timur sejak 1960-an.
-
Bagaimana cara pelaksanaan tradisi Unduh-unduh di GKJW Mojowarno Jombang? Berbagai hasil bumi seperti padi, sayur-sayuran, dan buah-buahan dihias di atas gerobak besar kemudian diarak keliling kampung. Parade arak-arakan hasil panen itu dimulai dari halaman GKJW Mojowarno Jombang.
Tiap tahunnya, perayaan tradisi Numplak wajik selalu menyedot perhatian, banyak masyarakat datang “ngalap berkah” sembari mengikuti rangkaian ritual yang menarik perhatian.
©2021 Merdeka.com/Giri Wijayanto
Sinjang (kain panjang) songer kemudian dililitkan pada dililitkan pada Gunungan Estri. Lilitan tersebut kemudian diikuti lilitan semekan (kain penutup dada perempuan) bangun tulak. Wajik berada di bawah gunungan yang ditempatkan sebagai pondasi bagi mustaka (bagian atas). Gunungan Estri. Dikuatkan dengan adonan tiwul, makanan yang dibuat dari tumbukan singkong kering.
Kue-kue ketan yang menjadi bagian atas gunungan tersebut ditancapkan pada sujen atau batang kecil panjang yang terbuat dari bambu. Sujen-sujen ini kemudian diikatkan pada sebatang kayu yang bagian bawahnya ditancapkan pada wajik. Proses numplak sendiri merupakan tahapan menuang seluruh adonan wajik dengan cara membalikkan wadahnya. Inilah yang menjadi ritual inti dari upacara Numplak Wajik.
©2021 Merdeka.com/Giri Wijayanto
Mulanya Upacara Numplak Wajik diselenggarakan di halaman Magangan Kraton Yogyakarta pada pukul 04.00 sore, dua hari sebelum perayaan Garebeg. Rombongan Abdi Dalem Keparak yang dipimpin oleh seorang Putri Dalem atau putri Sultan, atau saudari Sultan yang ditunjuk, datang dari utara melalui Regol Kemagangan. Kedatangan mereka diiringi oleh gejog lesung yang dimainkan Abdi Dalem. Setelah rombongan bersiap dan duduk di dalam Panti Pareden, maka upacara pun siap dimulai.
©2021 Merdeka.com/Giri Wijayanto
Lesung dan alu inilah yang menjadi daya tarik saat mengikuti tradisi Numplak Wajik. Beberapa abdi dalem bertugas memukul lesung bersama-sama sehingga menghasilkan lantunan nada musik yang dipercaya sebagai penolak bala.
Seringkali lantunan musik dari lesung dan alu ini disebut "Kothekan" pasalnya bunyi nada yang dihasilkan mirip suatu orkestra namun menggunakan alat-alat musik dari kayu tradisional.
Diselingi lantunan doa dari Abdi Dalem Kanca Kaji, dan tahapan ritual lainnya, pukulan lesung kembali dilakukan. Irama Gendhing (lagu) Tundhung Setan yang dimainkan menggunakan lesung dan alu tersebut terus mengalun selama prosesi berlangsung.
©2021 Merdeka.com/Giri Wijayanto
Tabuhan lesung berhenti dimainkan, pertanda upacara telah selesai. Lulur dlingo bengle kemudian dibagikan kepada Abdi Dalem yang bertugas serta pengunjung yang hadir. Tradisi terakhir ini berupa ngalap berkah atau mengharap berkah dari prosesi Numplak Wajik yang diselenggarakan Keraton Yogyakarta.
Begitupun gunungan yang akan diarak, nantinya persembahan ini akan diperebutkan oleh masyarakat. Berharap berkah, sebagai kekayaan budaya Yogyakarta yang istimewa.