Siswi SMA di Sragen Jadi Korban Perundungan Akibat Tak Pakai Jilbab, Ini 4 Faktanya
Seorang siswi SMA di Sragen menjadi korban perundungan oleh gurunya sendiri. Alasan di balik perundungan itu adalah sang siswi yang tidak menggunakan jilbab.
Kasus perundungan masih saja sering terjadi di lingkungan sekolah. Ironisnya, pelaku perundungan tak hanya berasal dari kalangan teman, namun juga pihak guru yang seharusnya bisa menjadi teladan.
Seorang siswi SMA di Sragen menjadi korban perundungan oleh gurunya sendiri. Alasan di balik perundungan itu adalah sang siswi yang tidak menggunakan jilbab. Polisi berharap kasus bisa diselesaikan secara kekeluargaan karena sang guru telah meminta maaf kepada korban.
-
Kenapa Jaka merantau? Dengan penuh tekad, Jaka pun memutuskan untuk merantau ke negeri orang untuk mencari nafkah dan mewujudkan semua impian mereka berdua.
-
Kapan Beji Sirah Keteng dibangun? Mengutip Instagram @purbosasongko_dalang, Situs Beji Sirah Keteng dibangun pada masa pemerintahan Raja Sri Jayawarsa.
-
Apa yang diterima Pemprov Jateng dari Balai Bahasa? Pada Kamis (10/8), Pemprov Jateng menerima hibah dari Balai Bahasa berupa bangunan gedung permanen dan perangkatnya.
-
Bagaimana cara membuat Jenang Saren? Mengutip Kemdikbud.go.id, bahan utama yang digunakan untuk membuat jenang saren adalah tepung ketan dan gula jawa.
-
Kenapa Candi Jago dibangun? Sejarah Candi Jago dibangun atas inisiasi Raja Kertanegara untuk menghormati mendiang sang ayah, Raja Sri Jaya Wisnuaedhana (1248-1268).
-
Bagaimana cara membuat kue jipang? Berasnya dimasukkan ke situ,” ungkap pemilik kanal YouTube Brent Sastro sembari menunjuk sebuah alat pemanas yang dihubungkan ke gas elpiji. Di sebelahnya, tampak sebuah wajan berisi air gula yang dicampur minyak sedang dipanaskan.
Lalu seperti apa fakta-fakta di balik kasus itu? Berikut selengkapnya:
Siswi Minder dan Tak Mau Sekolah
©YouTube/Liputan6
Peristiwa perundungan ini menimpa S, seorang siswi kelas 10 SMA Negeri 1 Sumberlawang. Akibatnya S merasa tidak nyaman dan menjadi minder sehingga enggan kembali ke sekolah.
Perundungan yang awalnya berupa teguran itu membuat S malu karena terjadi saat pembelajaran berlangsung. Orang tua korban merasa cara dan waktu sang guru tidak tepat sehingga dilaporkan ke polisi.
“Waktu, tempat, dan caranya yang mungkin kurang tepat. Anak kami ditanya agamanya apa, sudah sholat atau belum, disuruh tobat, dengan nada tinggi di depan teman-teman yang sebegitu banyaknya kan bisa ada krisis kepercayaan diri atau rasa malu dan ketidaknyamanan yang tercipta di situ,” kata Agung Purnomo, dikutip dari YouTube Liputan6 pada Senin (14/11).
Sang Guru Tidak Menyangka
©YouTube/Liputan6
Melihat peristiwa ini, teman-teman korban memberi semangat pada S agar bisa kembali ke sekolah. Sementara itu sang guru tidak menyangka teguran yang ia berikan begitu berdampak pada siswinya. Sang guru pun meminta maaf pada siswinya dan berharap agar masalah bisa diselesaikan secara kekeluargaan.
“Saya menyampaikan secara spontanitas, tidak terencana, dan tidak terpikir sebelumnya. Anak itu saya suruh membaca terjemahan Surat Al-Ahzab ayat 59, dan dia pun membacanya sendiri. Hari itu langsung menemui kedua orang tuanya di rumahnya, saya meminta maaf, saya menyadari kalau saya guru biasa bukan malaikat, jadi kalau khilaf itu wajar,” kata Suwarno, guru SMAN 1 Sumberlawang.
Polisi Siap Mediasi
©YouTube/Liputan6
Sementara itu Polres Sragen telah menerima laporan dari kedua orang tua korban. Perihal hal ini mereka siap melakukan mediasi agar kasus tidak berakhir secara hukum.
“Kita tetap berpedoman bahwa pendekatan pidana itu obat terakhir. Permasalahan seperti ini kan ujungnya adalah kita ingin supaya jangan sampai terulang kembali. Nanti kita lihat perkembangannya seperti apa, tentunya sesuai pedoman bapak Kapolri program restorative justice tetap digelorakan untuk dilaksanakan. Jadi kebermanfaatan hukum benar-benar dirasakan masyarakat,” kata Kapolres Sragen AKBP Piter Yanottama.
Seruan DPRD Sragen
©YouTube/Liputan6
Menanggapi kasus ini, DPRD Sragen meminta agar semua sekolah memberikan perlindungan pada para siswa minoritas, termasuk dalam hal gaya berpakaian. Mereka pun menyayangkan kasus di SMAN 1 Sumberlawang dan memanggil guru untuk memberikan klarifikasi mengenai kasus perundungan itu.
“Ini harus menjadi pembelajaran kita semua agar jangan diulangi terutama pada bapak ibu guru. Jadi siswa yang tidak membawa jilbab itu sesungguhnya adalah hal yang wajar. Kita harus melindungi minoritas di negeri kita agar tidak terpecah belah, bukan hanya minoritas dalam hal agama tapi juga minoritas dalam hal adab dan budaya,” kata Sugiyamto, Ketua Komisi IV DPRD Sragen.