Cerita di Balik Penentuan Nama Bahasa Nasional, Mohammad Tabrani dan M. Yamin Sempat 'Eyel-eyelan'
Sebelum muncul kesepakatan Bahasa Indonesia sebagai bahasa nasional, Mohammad Tabrani dan Yamin sempat eyel-eyelan karena berbeda pendapat.
Sebelum muncul kesepakatan Bahasa Indonesia sebagai bahasa nasional, para tokoh perintis Sumpah Pemuda punya beragam pendapat
Cerita di Balik Penentuan Nama Bahasa Nasional, Mohammad Tabrani dan M. Yamin Sempat 'Eyel-eyelan'
Gagasan Tajam
Harian Hindia Baru edisi 10 Januari 1926 memuat tulisan berjudul Kasihan karya salah satu jurnalisnya, Mohammad Tabrani. Tulisan tersebut muncul sebagai gagasan awal penggunaan nama bahasa Indonesia.
- Pengertian Kata Berimbuhan, Jenis, Fungsi, Beserta Contohnya dalam Bahasa Indonesia
- Keyla Azzahra Purnama, Paskibraka Asal Sumsel Pembawa Baki saat Penurunan Bendera Merah Putih di Istana
- Pengertian Kata Tidak Baku dan Kata Baku, Pahami Ciri dan Fungsinya
- Ibu Ini Beri Nama Anaknya Nasionalis Banget, dari Indo hingga Nesia
Konsep kebangsaan yang muncul dari gagasan Tabrani merujuk pada kondisi nyata keberagaman masyarakat yang masih bersifat kedaerahan/kesukuan. Di mana mereka masih mengutamakan kepentingan suku atau daerah masing-masing sebagaimana terbentuknya organisasi-organisasi pemuda pada masa itu.
“Bangsa Indonesia belum ada. Terbitkanlah bangsa Indonesia itu! Bahasa Indonesia belum ada. Terbitkanlah bahasa Indonesia itu!” Demikianlah gelora Tabrani sebagaimana ia tuliskan dalam koran Hindia Baru edisi 11 Februari 1926. Tulisannya diberi judul "Bahasa Indonesia".
(Foto: Kemdikbud RI)
Penerbitan bahasa Indonesia bertujuan agar pergerakan persatuan anak Indonesia bertambah keras dan cepat. Jika bahasa nasional bernama bahasa Melayu, maka bisa diartikan sebagai sifat imperialisme dari bahasa Melayu terhadap bahasa daerah lain di Indonesia.
"Menurut keyakinan kita, kemerdekaan bangsa dan tanah air Indonesia akan tercapai dengan jalan persatuan yang antara lain terikat oleh bahasa Indonesia," demikian Tabrani menutup tulisannya.
Eyel-eyelan dengan Mohammad Yamin
Mohammad Yamin sempat jengkel dengan ide Mohammad Tabrani terkait usulan nama bahasa nasional.
“Bahasa Indonesia tidak ada; Tabrani tukang ngelamun." Demikian petikan ucapan Yamin yang dicatat dalam karya tulis Sebuah Otobiografi M. Tabrani: Anak Nakal Banyak Akal (hlm. 42).
Dalam tulisan itu, Yamin disebutkan naik pitam karena Tabrani menyetujui seluruh pidato Yamin, tetapi menolak konsep usul resolusinya pada Kongres Pemuda Pertama 1926. Yamin mengusulkan butir ketiga naskah kongres berbunyi menjunjung bahasa persatuan, bahasa Melayu.
Menanggapi sikap Yamin, Tabrani yang saat itu menjadi ketua kongres bersikukuh pada pendiriannya.
“Alasanmu, Yamin, betul dan kuat. Maklum lebih paham tentang bahasa daripada saya. Namun, saya tetap pada pendirian. Nama bahasa persatuan hendaknya bukan bahasa Melayu, tetapi bahasa Indonesia. Kalau belum ada harus dilahirkan melalui Kongres Pemuda Indonesia Pertama ini," ujar Tabrani, dikutip dari laman Badan Bahasa Kemdikbud RI.
Perbedaan pendapat antara Yamin dan Tabrani membuat keputusan akhir ditunda sampai dengan Kongres Pemuda Indonesia Kedua tahun 1928. Pesan Kongres Pemuda Pertama dititipkan kepada Yamin dengan catatan penting bahwa nama bahasa Melayu diganti menjadi bahasa Indonesia.
Bahasa Indonesia
Yamin selaku penulis dalam Kongres Pemuda Kedua menunaikan tugasnya dengan baik yakni mencatat usulan Tabrani pada butir ketiga yang berbunyi menjunjung bahasa persatuan, bahasa Indonesia. Kongres Pemuda Kedua tidak membicarakan usul Yamin dalam rapat panitia, tetapi langsung membawanya dalam sidang umum. Kongres menerima usulan Yamin dengan suara bulat.
“Kebulatan Tekad Pemuda” (dalam istilah Sanusi Pane atau “Ikrar Pemuda” dalam konsep Yamin) dikenal hingga sekarang sebagai Sumpah Pemuda.
Bahasa Indonesia adalah buah perjuangan Tabrani yang tak ternilai harganya.
Mengutip laman Badan Bahasa Kemdikbud RI, perjuangan Tabrani terkait penggunaan bahasa Indonesia sangat gigih bermula dari Volksraad: Dewan Rakyat, yang turut mendukung Kongres Bahasa Indonesia (KBI) Pertama di Solo pada tahun 1938. Pada saat KBI, Tabrani membuat prasaran “Penyebaran Bahasa Indonesia”.
Sementara itu, untuk melembagakan nama bahasa ini, prasaran “Institut Bahasa Indonesia” juga diusung oleh Sanusi Pane, orang yang menopang pendirian Tabrani saat berdebat dengan Yamin pada 2 Mei 1926 ketika gagasan bahasa (persatuan) Indonesia dibuat dalam Kongres Pemuda Pertama.