Mengenal Kiras Bangun, Pahlawan Nasional Asal Tanah Karo
Pada 2005, nama Kiras Bangun ditetapkan menjadi salah satu Pahlawan Nasional Indonesia oleh Presiden Susilo Bambang Yudhoyono.
Pada 2005, nama Kiras Bangun ditetapkan menjadi salah satu Pahlawan Nasional Indonesia oleh Presiden Susilo Bambang Yudhoyono.
Mengenal Kiras Bangun, Pahlawan Nasional Asal Tanah Karo
Sosok Kiras Bangun mungkin masih asing di telinga masyarakat Indonesia. Ia adalah pahlawan nasional yang berasal dari Kampung Batukarang, Kecamatan Payung, Kabupaten Karo, Sumatra Utara. Ia berjuang demi kemerdekaan Indonesia dengan cara menggalang kekuatan lintas agama di Sumatra Utara khususnya Kabupaten Karo.
Pria kelahiran 1852 itu adalah ayah kandung dari Payung Bangun, seorang tokoh militer yang memimpin pasukan Barisan Harimau Liar atau BHL.
Penasaran dengan profil Kiras Bangun? Simak rangkuman selengkapnya yang dihimpun dari beberapa sumber berikut ini.
Masa Muda
Mengutip dari beberapa sumber, pada masa mudanya Kiras kerap berkelana dari satu desa ke desa lain untuk memelihara norma, adat, dan budaya setempat.
Berkat usahanya tersebut, ia berhasil menyatukan seluruh masyarakat yang diberi nama pasukan Urung. Pasukan tersebut dibentuk untuk melawan Belanda di Tanah Karo.
-
Siapa leluhur suku Karo? Mengutip jurnal dari UINSU yang mengangkat seputar leluhur masyarakat Karo, dikatakan bahwa sang leluhur bukanlah keturunan dari Si Raja Batak yang selama ini dikenal.
-
Siapa atlet catur inspiratif dari Karo? Lahir di Kabanjahe, Kabupaten Karo, Provinsi Sumatera Utara pada 1 Januari 1961, Cerdas Barus telah mengikuti beragam kompetisi baik di kancah nasional hingga internasional.
-
Dimana leluhur suku Karo pertama kali menetap? Kemungkinan, Gua Umang inilah yang menjadi cikal bakal Dataran Tinggi Karo yang dihuni oleh masyarakat keturunannya.
-
Mengapa Basuki Rahmat menjadi Pahlawan Nasional? Ia iberi gelar Pahlawan Nasional sehari setelah meninggal, yakni pada tanggal 9 Januari 1969.
-
Apa kepercayaan leluhur suku Karo? Sementara itu, dalam buku Mengenal Orang Karo karya Roberto Bangun pada 1989 lalu menyinggung bahwa leluhur masyarakat Karo memiliki kepercayaan tersendiri bernama Agama Pemena.
-
Bagaimana suku Karo sampai di Sumatra Utara? Terdampar di Pulau Asing yang Masuk Wilayah Sumatra Utara Selama melakukan perjalanan, terjadi cuaca buruk hingga angin yang cukup besar. Akibatnya, rombongan tersebut terhempas dan terpisah dari rombongan utama berisi Maharaja serta punggawa kerajaan.
Selain itu, ia juga dikenal sebagai juru damai antar desa lantaran sosoknya terkenal lihai dan jago dalam menyelesaikan masalah di masyarakat.
Tak heran jika Kiras Bangun bisa menyatukan desa-desa lalu menjadikannya pasukan atau Urung untuk melawan penjajah Belanda yang ingin melakukan ekspansi hingga ke Tanah Karo.
Julukan Garamata
Kiras Bangun punya julukan Garamata yang berarti mata merah. Hal ini berkaca dari aktivitasnya sejak usia muda yang terus berkelana dari desa ke desa untuk mewujudkan rasa kekeluargaan.
Selain itu, kunjungan itu juga bagian dari ikatan kekerabatan warga Merga Silima serta terpeliharanya norma-norma adat budaya Karo dengan baik.
Bernegosiasi dengan Belanda
Pada tahun 1870, Belanda sudah mulai menguasai daerah Sumatra Timur yaitu Langkat dan Binjai untuk membuka perkebunan tembakau. Belanda direncakan akan kembali melakukan ekspansi ke Karo.
Dari situ, eksistensi Kiras Bangun akhirnya sampai ke telingan pihak Belanda. Maka dari itu, pihak Belanda mencoba untuk menjalin persahabatan dengan Kiras agar Belanda bisa masuk ke wilayah Karo.
Usut punya usut eksistensi Kiras sendiri tersebar oleh Nimbang Bangun yang masih ada ikatan kekeluargaan dengannya.
Nimbang Bangun terus mendesak Kiras untuk membukakan jalan bagi Belanda untuk melakukan aktivitas perkebunan di Karo. Namun, tekad Kiras tetap bulat yaitu menolak mereka masuk ke Karo.
Kiras terus memperingatkan Belanda untuk segera mengangkat kaki dari wilayahnya, namun mereka keras kepala. Malah, Belanda telah mempersenjatai pasukannya dan menduduki kawasan Kabanjahe. Genderang perang pun ditabuh, Kiras segera mempersiapkan seluruh pasukannya
Kiras pun berhasil mengusir Belanda setelah 3 bulan menduduki Kabanjahe. Hal ini tak lepas dari kerja sama antar kepala desa agar Belanda tidak mudah memasukinya dan melakukan ekspansi besar-besaran.
Pahlawan Nasional
Kiras gugur pada 22 Oktober 1942 dan dimakamkan di Desa Batukarang, tempat kelahirannya dulu.
Pada 2005, nama Kiras Bangun ditetapkan menjadi salah satu Pahlawan Nasional Indonesia oleh Presiden Susilo Bambang Yudhoyono.