Kisah di Balik Pesona Danau Batur Bali, Ada Manusia Raksasa yang Porsi Makannya Setara 1.000 Orang Biasa
Pesona danau dengan latar belakang Gunung Batur ini menyita perhatian siapapun yang berkunjung, apalagi setelah mengetahui kisah di balik keindahannya
Danau Batur di Kecamatan Kitamani, Kabupaten Bangli, merupakan danau terbesar di Pulau Bali. Danau ini merupakan tumpuan utama cadangan air untuk Bali. Keberadaannya menciptakan ekosistem spesifik di sekitarnya untuk menjaga keberlangsungan daur hidrologi bagi Pulau Bali secara keseluruhan.
Mengutip ppebalinusra.menlhk.go.id, sebagai suatu sistem sumber daya air, perairan ekosistem Danau Batur mengandung potensi sumber daya hayati dan non hayati.
- Kisah Danau Cilala, Jadi Tempat Santai Warga Bogor dengan Ragam Cerita Misterius
- Kisah Sepasang Pengantin Jadi Dua Pohon Raksasa di Umbul Leses Boyolali, Konon Jika Akarnya Menyatu Kembali Jadi Manusia
- Kisah Burung Berpangkat Letnan Paling Berjasa Bagi Pejuang Indonesia Sampai Tewas Ditembak di Hadapan Komandan
- Kisah di Balik Bunyi Lesung Padi di Tanah Sunda saat Gerhana Bulan, Ternyata Ini Maknanya
Pengembangan pertanian dan perikanan Danau Batur mempunyai arti strategis untuk pemberdayaan ekonomi masyarakat sekitar danau, pelestarian keanekaragaman hayati dan pengembangan pariwisata.
Saat ini, Danau Batur jadi salah satu objek wisata favorit di Pulau Dewata. Meski demikian, belum banyak yang tahu kisah di balik keberadaan Danau Batur.
Kisah di Balik Keindahan Danau Batur
Ada kisah menarik di balik keindahan Danau Batur di Pulau Bali. Pada suatu hari di Pulau Bali, hiduplah pasangan suami istri (pasutri) yang sudah lama menikah tapi belum dikaruniai anak.
Mengutip Instagram @pesona.indonesia, pasutri ini berdoa agar mendapatkan momongan. Akhirnya, doa mereka dikabulkan. Lahirlah seorang bayi laki-laki yang sehat. Meski demikian, kejanggalan ditemui karena porsi makan sang bayi setara dengan 10 orang dewasa. Bayi ini pun tumbuh besar dan kuat.
Menjelang dewasa, bayi laki-laki yang memiliki porsi makan banyak itu akhirnya diberi nama Kebo Iwa, artinya paman kerbau.
Sementara itu, orang tua Kebo Iwa sudah tidak mampu memberikan makan sang anak. Apalagi Kebo Iwa dewasa memiliki porsi makan setara 1.000 orang biasa. Orang tua Kebo Iwa pun meminta bantuan warga untuk memenuhi kebutuhan makan anaknya. Warga pun memutuskan turut andil memenuhi kebutuhan makan Kebo Iwa karena takut akan terjadi hal-hal buruk jika tidak melakukan hal tersebut.
Kebo Iwa Mengamuk
Singkat cerita, ketakutan warga pun datang karena menghadapi musim paceklik. Kebo Iwa mengamuk karena tidak mendapat makanan hingga ia memakan seluruh ternak dan menghancurkan seluruh rumah warga.
Warga pun membuat kesepakatan dengan Kebo Iwa, mereka berjanji akan memenuhi seluruh kebutuhan makanannya dengan syarat Kebo Iwa harus membangun kembali rumah warga dan sumur air yang sudah dihancurkannya.
Saat semua rumah sudah dibangun, Kebo Iwa lantas menggali sumur yang menjadi tugas terakhirnya. Akibat kelelahan, ia memutuskan istirahat di dalam sumur dan dengkurannya didengar seluruh warga.
Mengutip situs Indonesia Kaya, tidurnya Kebo Iwa adalah waktu yang ditunggu-tunggu warga desa untuk menjalankan siasat yang telah disiapkan.
Kepala desa memerintahkan warga melempar batu-batu kapur besar yang sudah disiapkan ke dalam galian sumur Kebo Iwa. Ketika warga beramai-ramai melemparkan batu ke lubang tersebut, Kebo Iwa tetap tertidur nyenyak dan tidak menyadari apa yang sesungguhnya terjadi.
Malapetaka
Air dari dalam tanah terus keluar mengisi galian sumur. Batu-batu kapur pun memenuhi galian tersebut. Kebo Iwa yang tertidur di dalamnya sontak tersedak dan terkejut menyadari hal yang terjadi.
Saat Kebo Iwa bangun, semuanya sudah terlambat. Rasa kenyang ditambah air dan bebatuan yang memenuhi galian sumur membuatnya tidak sanggup keluar dari sumur guna menyelamatkan diri.
Kebo Iwa yang tidak berdaya dan akhirnya mati terkubur di dalam galiannya sendiri. Celakanya, air dari dalam galian terus-menerus keluar sampai meluap dan membanjiri desa dan area sekitar.
Akibat banjir, warga akhirnya kehilangan harta benda, termasuk hewan ternak. Sawah, ladang, dan rumah mereka hancur. Seluruh warga terburu-buru mengungsi ke tempat yang lebih tinggi tanpa memiliki kesempatan menyelamatkan harta benda mereka.
Beberapa desa yang tenggelam itu kemudian membentuk sebuah danau besar. Danau itu kini dikenal dengan nama Danau Batur.
Sementara timbunan tanah hasil galian Kebo Iwa yang menumpuk kemudian membentuk sebuah gunung yang sekarang dikenal dengan nama Gunung Batur.