Kisah Jenderal KSAD Bertangan Satu Pertaruhkan Nyawa, Ini Sosoknya yang Terlatih Gigih Sejak Kecil Hidup Penuh Cobaan
Dirinya harus kehilangan tangan kanannya karena luka membuat bagian tubuhnya tersebut membusuk dan harus diamputasi.
Dirinya harus kehilangan tangan kanannya karena luka membuat bagian tubuhnya tersebut membusuk dan harus diamputasi.
Kisah Jenderal KSAD Bertangan Satu Pertaruhkan Nyawa, Ini Sosoknya yang Terlatih Gigih Sejak Kecil Hidup Penuh Cobaan
Jenderal TNI AD ini lahir di pantai utara Jawa
Timur, petanya di Kabupaten Tuban pada 20 Agustus 1920. Ia adalah anak kedua dari pasangan Bawadiman Hardjosapoetro dan Umsjiah.
(Foto: Pemkab Tuban)
-
Siapa Jenderal TNI yang pernah menjabat KSAD, Panglima ABRI, dan Menhan Indonesia dalam waktu yang bersamaan? Tokoh militer TNI-AD asal Jambi ini merupakan satu-satunya Jenderal yang menjabat KSAD, Panglima ABRI, dan Menhan Indonesia dalam waktu yang bersamaan. Edi Sudrajat, mungkin bagi banyak orang tidak mengetahui siapa sosok dibaliknya.
-
Kenapa prajurit TNI menganiaya anggota KKB? Penyiksaan itu dilakukan prajurit TNI diduga kesal atas sikap Denius Kogoya yang ingin menebar teror membakar puskesmas kala itu.
-
Siapa yang kagum dengan kekuatan TNI? Gamal Abdul Nasser Adalah Sahabat Dekat Presiden Sukarno Keduanya menjadi pelopor gerakan Non Blok. Karena dekat, Nasser bicara terus terang pada Presiden Sukarno.
-
Siapa yang menjadi KSAD termuda di Indonesia? Lahir pada tahun 1918, ia resmi menjadi KSAD ke-2 menggantikan GPH Jatikusumo di usia yang cukup muda yaitu 31 tahun.
-
Siapa sosok penemu ransum TNI? Pencipta ransum TNI ternyata bukanlah seorang tentara, melainkan seorang dokter.
-
Kapan Jenderal Wismoyo menjabat sebagai Kepala Staf TNI AD? Jenderal TNI Wismoyo Arismunandar menjabat Kepala Staf TNI AD dari tahun 1993 sampai 1995.
Tumbuh tanpa Sang Ayah
Ayahnya adalah anggota organisasi Serikat Islam dan berkali-kali menjadi tahanan politik Belanda. Kesibukan ayahnya membuat sang jenderal dan keempat saudaranya hanya diasuh ibu sejak kecil.
Sang jenderal menempuh pendidikan umum di Sekolah Rakyat sejak tahun 1927. Ia hidup berpindah-pindah mengikuti orang tuanya, mulai dari Surabaya, Semarang, hingga Bogor.
Saat di Bogor, ia tinggal bersama bibinya karena orang tuanya tertangkap saat memimpin pemberontakan terhadap Gubernur Jenderal Belanda. Orang tua sang jenderal masuk penjara
Sukamiskin pada 1933, seperti mengutip buku Profil Kepala Staf Angkatan Darat Ke-1 s.d. Ke-26 (Dinas Sejarah Angkatan Darat, 2011).
Pendidikan Militer
Pada 1937 saat dirinya berusia 17 tahun, ia pergi ke Palembang mengikuti
pamannya dan bersekolah di Mulo/B. Lulus dari Mulo, ia bekerja di Perusahaan BPM Plaju dan megikuti kursus perminyakan tahun 1939.
Menikah
Ia kemudian melanjutkan pendidikan militer Perwira Gyugun di Pagar Alam pada tahun 1943. Saat berusia 30 tahun, ia kemudian menikahi Siti Nurrani Asa'ari. Pernikahan itu berlangsung pada 7 Juni 1950 dan setelahnya mereka dikaruniai enam orang anak.
Karier
Sang jenderal mengawali karier militernya sebagai Klerk BPM di Plaju (1938-1942), Klerk Asano Buton Plaju (1942-1943), Letnan Dua Gyugun dan Komandan Pendidikan Gyugun di Tanjung Raja dan Plaju (1943), Komandan Peleton Pertahanan Sungsong Upang Palembang (1943-1944), Komandan Kompi
Pertahanan daerah Kruo Lampung dan Komandan Pelatih Polisi Batu Raja (1944), Pembentuk TKR Palembang (1945), Komandan Resimen I TRI Div II Garuda (1945), Komandan Brigade Pertempuran Div VIII, Komandan Sub Ter Palembang, Komandan Brigade
Garuda Merah (1946).
- Sejumlah Cara Agar Kita Tidak Bangun dalam Kondisi Mulut Kering
- Kejari Tetapkan 3 Tersangka Kasus Dugaan Korupsi Sekwan DPRD Seluma yang Rugikan Negara Rp1,2 M
- Jelajah Benteng de Kock, Saksi Bisu Pecahnya Perang Padri di Bukittinggi
- Jenderal Sigit Perintahkan Usut Tuntas Kematian Ajudan Kapolda Kaltara, Tak Ingin Sambo Jilid II
Selanjutnya, Komandan Gerilya di Sumatra Selatan (1946-1949), Komandan Brigade Tentara
Teritorium II Sriwijaya, Panglima TT II Sriwijaya (1950-1952). Puncaknya, jadi Kepala Staf Angkatan Darat (1955).
(Foto: Wikimedia Commons)
Insiden Kehilangan Satu Tangan
Pada 1947, Jenderal yang diketahui bernama Bambang Utoyo memimpin pasukannya dalam Perang Lima Hari Lima Malam, sebuah konflik melawan kolonial Belanda di Sumatra Selatan. Bambang yang saat itu masih berpangkat Letkol melakukan uji coba granat tangan buatan pejuang rakyat di Jambi. Saat granat yang diuji coba hendak dilemparkan, justru meledak sebelum waktunya. Akibatnya, tangan kanan Bambang mengalami luka serius. Bambang akhirnya harus kehilangan tangan kanannya karena luka membuat bagian tubuhnya tersebut membusuk dan harus diamputasi.
Diangkat jadi KSAD oleh Soekarno
Pada tahun 1955, Presiden Soekarno mengangkat Jenderal Mayor Bambang Utoyo sebagai Kepala Staf TNI Angkatan Darat (KSAD) ke-4. Ia menjabat dalam kurun waktu cukup singkat yakni pada 27 Juni 1955 – 28 Oktober 1955. Meski demikian, selama menjadi pimpinan tertinggi TNI AD, Jenderal Bambang telah berbuat banyak dengan menyumbangkan pikiran demi kemajuan bangsa khususnya Angkatan Darat. Ia selalu menekankan pentingnya "Menjaga Keutuhan Angkatan Darat".