10 Jenis Kain Tradisional Khas Indonesia, Tak Hanya Batik
Batik adalah salah satu jenis kain tradisional khas Indonesia yang telah populer hingga di level mancanegara. Namun selain batik, masih banyak kain tradisional Indonesia lainnya yang tak kalah cantik dan eksotis. Masing-masing memiliki kekhasan dan filosofi daerah asalnya.
Batik adalah salah satu jenis kain tradisional khas Indonesia yang telah populer hingga di level mancanegara. Sudah banyak yang memilih batik sebagai salah satu bahan untuk dijadikan pakaian atau bahkan oleh-oleh khas dari Indonesia.
Selain batik, masih banyak jenis kain tradisional Indonesia lainnya yang tak kalah cantik bernuansa eksotis. Masing-masing memiliki kekhasan dan filosofi daerah asalnya. Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan Indonesia telah menetapkan sebanyak 33 jenis kain tradisional sebagai warisan budaya.
-
Apa makna dari budaya mencium tangan di Indonesia? Biasanya, budaya cium tangan atau salim tangan ini dilakukan oleh orang yang lebih muda kepada yang lebih tua sebagai tanda hormat dan sopan santun.
-
Kapan Kain Batik Besurek ditetapkan sebagai warisan budaya Indonesia? Pemerintah Indonesia sudah menetapkan kain ini sebagai Warisan Budaya Tak Benda pada tahun 2015 silam.
-
Apa yang dimaksud dengan "jodoh kembar" dalam tradisi Jawa? Menurut kepercayaan Jawa, anak kedua dan anak ketiga disebut sebagai "jodoh kembar" atau "lurah wracikan". Mereka diyakini dibawa oleh takdir sebagai pasangan yang sempurna satu sama lain.
-
Apa arti cincin di jari kelingking? Jari ini sering dikaitkan dengan status profesional, intuisi, dan kemampuan komunikasi.
-
Bagaimana Kain Celugam digunakan dalam tradisi Lampung Barat? Dalam bagian tradisi budaya setempat, Kain Celugam ini bahkan digunakan sebagai bahan pelapis untuk singgasana Kerajaan Sekala Barak atau disebut Pudak Palsu.
-
Kapan contoh pantun nasihat menjadi bagian dari budaya Indonesia? Tidak bisa dipungkiti, pantun merupakan bagian dari sastra Nusantara ini juga menjadi bagian dari kekayaan budaya.
Selain batik, jenis kain di antaranya ada songket, tenun, ulos dan beberapa jenis kain langka yang sudah sulit ditemui. Melansir dari website pemerintah daerah masing-masing dan Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan, berikut jenis kain tradisional yang telah merdeka.com rangkum pada Selasa (24/03/2020).
1. Songket Palembang (Sumatra Selatan)
Jenis kain tradisional pertama adalah Songket Palembang. Bukti keberadaan songket sejak zaman Sriwijaya dapat diamati dari pakaian yang menyelimuti arca-arca di kompleks candi Tanah Abang, Kabupaten Muara Enim, Sumatera Selatan.
Jenis kain ini ditenun dari berbagai macam benang, salah satunya benang emas, hasil perdagangan dengan bangsa Tiongkok dan India. Kemampuan membuat songket Palembang diwariskan secara turun-temurun.
Dalam upacara adat atau selebrasi pernikahan pengantin Palembang biasanya mengenakan songket lengkap dengan Aesan Gede (kebesaran), Aesan Pengganggon (peksangko), Selendang Mantri, Aesan Gandek dan lainnya. Secara kualitas, jenis kain Songket Palembang adalah salah satu yang terbaik di Indonesia.
2. Tenun Siak (Riau)
Kerajinan tangan yang sangat terkenal dari Siak sejak dahulu adalah kerajinan industri rumah, yaitu kerajinan tenun yang dinamakan kain Tenun Siak. Awalnya, pekerjaan menenun hanya dikenal di lingkungan Istana sebagai pekerjaan sambilan.
Namun sesuai dengan perkembangan zaman, pekerjaan menenun mulai merambah keluar dari tembok Istana. Tenun Siak adalah jenis kain tenunan yang dibuat dengan menggunakan benang katun atau benang sutra yang diberi motif benang emas seperti pucuk rebung, siku keluang, tampuk manggis dan lain-lain.
Kerajinan Tenun Siak dapat dinikmati sebagai barang bawaan atau cendera mata khas Siak. Pada saat ini, tenun Siak semakin diminati oleh para kolektor, masyarakat pemakai, dan para pelancong yang datang ke Kabupaten Siak.
3. Songket Sambas (Kalimantan Barat)
Masyarakat Melayu Sambas mulai mengenal dan melakukan praktik menenun secara tradisional (baik teknik ikat maupun teknik songket) pada masa pemerintahan Raden Bima (sultan Sambas yang ke-2, memerintah tahun 1668-1708) yang bergelar Sultan Muhammad Tajudin.
Sampai saat ini kerajinan tenun Songket Sambas masih banyak digeluti oleh masyarakat di sekitar daerah keraton dan di sepanjang aliran sungai. Jenis kain tenun Sambas memiliki beragam motif dan corak.
Salah satu ciri khasnya adalah motif pucuk. Motif pucuk rebung berbentuk segitiga, memanjang dan lancip. Disebut pucuk rebung karena merupakan gambaran dari tunas bambu muda.
4. Ulap Doyo (Kalimantan Timur)
Tenun Ulap Doyo merupakan seni menenun kain dari Suku Dayak Benuaq di Tanjung Isuy, Kabupaten Kutai, Kalimantan Timur. Disebut Doyo karena bahan utamanya adalah serat Daun Doyo.
Berdasarkan usia Kerajaan Kutai dan kondisi masyarakat kala itu yang beragama Hindu, tenun Ulap Doyo diperkirakan telah ada dan berkembang sebelum abad ke-17. Dahulu, motif tenun Ulap Doyo bisa dijadikan petanda/ciri atau identitas sosial seseorang.
Jenis kain tradisional tenun Ulap Doyo dapat digunakan oleh laki-laki maupun perempuan dalam acara adat, tari-tarian, dan dalam kehidupan sehari-hari suku Dayak Benuaq. Tenun Ulap Doyo yang dikenakan sehari-hari berwarna hitam, sedangkan Tenun Ulap Doyo yang berwarna-warni dan bermotif digunakan dalam upacara-upacara adat.
5. Gringsing Tenganan (Bali)
Kain Gringsing diketahui sebagai ciri khas Desa Tenganan yang berbentuk kain tenun ikat. Tidak diketahui secara pasti kapan jenis kain Gringsing mulai muncul di Tenganan Pegringsingan.
Jenis kain Gringsing mengandung makna sebagai semacam penolak bala. Kain Gringsing bisa dikatakan unik, otentik, dan kini amat langka. Bila dilihat dari proses pewarnaan, mengikat benang dan menenun, untuk sehelai kain bisa memakan waktu sekitar 1 hingga 10 tahun.
Waktu terlama dihabiskan untuk proses pewarnaan yang bisa memakan waktu bertahun-tahun demi mendapat warna yang matang. Masyarakat Bali Aga dan orang di luar Tenganan percaya bahwa kain Gringsing memiliki kekuatan magis yang dapat melindungi mereka dari sakit dan kekuatan jahat.
6. Maduaro (Lampung)
Maduaro adalah jenis kain sulam dari Provinsi Lampung berupa selendang penutup kepala masyarakat Menggala. Kain Maduaro Lampung ini pada mulanya dibawa oleh nenek moyang masyarakat Menggala yang menunaikan ibadah haji di Mekkah pada abad ke-18.
Selain itu, para pedagang Gujarat India juga menjual kain sejenis pada masyarakat Menggala, sehingga motif yang berkembang lalu dipengaruhi motif Hindustan. Selanjutnya, masyarakat mengembangkan kain Maduaro. Selain sebagai tutup kepala, juga dibuat sebagai Kawai Rajo (pakaian kebesaran para Penyimbang) pada upacara adat dan Sesan untuk dibawa pada saat pernikahan.
7. Tenun Ikat Sumba (Nusa Tenggara Timur)
Kain tenun ikat adalah jenis kain yang teknik pembuatan motifnya dilakukan dengan cara diikat. Teknik ikat dilakukan dengan bagian tertentu dari benang, dengan maksud agar bagian yang terikat itu tidak terwarna dan membentuk motif-motif yang diinginkan.
Berdasarkan bagian yang diikat, tenun ikat dapat dibedakan menjadi tiga jenis yaitu; tenun ikat lungsin, tenun ikat pakan, dan tenun ikat ganda. Tenun ikat hanya dikenal oleh komunitas Sasak di pulau Lombok.
Tenun ikat sudah dikenal oleh komunitas Sasak di kalangan tertentu sejak lama. Tetapi mulai populer dan berkembang di masyarakat tahun 1960an ketika perusahaan tenun perorangan muncul di kota.
8. Karawo (Gorontalo)
Karawo adalah kerajinan menghias berbagai jenis kain dengan motif sulaman yang menggunakan benang polos dan berwarna. Proses pembuatan sulaman Karawo yaitu dengan cara mengiris dan mencabut benang dari serat kain, yang kemudian disulam dengan beraneka ragam benang sesuai rancangan motif yang diinginkan.
Proses penyulaman berlangsung satu minggu hingga satu bulan, tergantung motif dan jenis kain. Sulaman Karawo semakin populer karena jenis kain yang digunakan makin beragam. Warna dan desain motif juga lebih menarik, dibuat sesuai dengan selera konsumen.
9. Kain Cual (Bangka Belitung)
Salah satu kerajinan tangan khas Bangka adalah kain tenun Cual. Menenun Cual awalnya merupakan aktivitas perempuan bangsawan Muntok, Bangka Barat di kampung Patenon pada abad ke-18. Tenun Cual mulanya merupakan jenis kain adat Muntok yang berarrti celupan awal pada benang yang akan diwarnai.
Tenun Cual merupakan perpaduan antara teknik sungkit dan ikat. Jenis motif kain tenun Cual antara lain susunan motif bercorak penuh (Pengantek Bekecak) dan motif ruang kosong (Jande Bekecak). Tenun Cual sangat terkenal karena tekstur kainnya yang sangat halus, warna celupan benangnya tidak berubah, dan ragam motifnya seakan timbul jika dipandang dari kejauhan.
10. Kain Tenun Donggala (Sulawesi Tengah)
Kain tenun Donggala memiliki keunikan dalam jenis teknik yang digunakan dan motif yang dipakai. Terdapat enam jenis kain tenun Donggala. Pertama adalah kain Pelekat Garusu yang bercorak kotak-kotak dengan kombinasi warna merah tua.
Kedua kain Buya Sura yang mendapat pengaruh dari Samarinda, ditinjau dari warnanya yang didominasi ungu. Ketiga adalah Buya Bomba, tenun ikat yang bercorak bunga. Keempat Buya Subi, tenun yang dibuat dengan teknik songket.
Selanjutnya adalah Bomba Kota, jenis kain ini dibentuk dengan hiasan motif kotak-kotak. Terakhir adalah Buya Awi, jenis kain polos dengan satu warna tanpa ragam hias dan tidak digunakan sebagai bahan pakaian, melainkan sebagai selimut atau alas tempat tidur.