Mengenal Tari Cokek Asal Betawi Beserta Makna dan Sejarahnya, Baca Lebih Lanjut
Tari Cokek merupakan salah satu tarian tradisional Betawi yang lahir pada abad ke-19. Tari cokek adalah hasil akulturasi budaya antara bangsa Cina, Banten dan Betawi. Berikut ulasan selengkapnya mengenai tari cokek asal Betawi yang menarik untuk diketahui.
Jakarta adalah ibu kota dari Indonesia yang dihuni oleh orang-orang dari berbagai penjuru nusantara. Hal ini lantas melahirkan kebudayaan masyarakat baru yang disebut dengan masyarakat Betawi.
Sifat campur aduk dalam dialek Betawi adalah cerminan dari kebudayaan Betawi secara umum, hal ini merupakan hasil perkawinan berbagai macam kebudayaan, baik yang berasal dari daerah-daerah lain di Nusantara maupun kebudayaan asing.
-
Di mana Tari Tradisional dapat dipentaskan? Mendukung dan mengapresiasi pertunjukan tari tradisional yang diselenggarakan di tempat terbuka, panggung, pura, atau tempat lainnya.
-
Bagaimana cara musik tradisional mengiringi tari Topeng Jigprak? Tidak seperti tari topeng pada umumnya, kesenian Topeng Jigprak diiringi oleh musik tradisional Sunda mirip rebana.Pengiringnya terlihat memainkan alat musik pukul, kendang serta iringan suling bernada etnik khas setempat.
-
Kenapa Randai diiringi musik tradisional? Musik-musik ini berfungsi sebagai pengiring tetapi juga bagian penting narasi.
-
Kapan tari tradisional mulai berkembang? Jenis tari tradisional telah berkembang dari masa ke masa yang telah melewati waktu cukup lama di suatu daerah, adat, atau etnik.
-
Bagaimana cara melestarikan tari tradisional di Indonesia? Mendidik dan melatih generasi muda untuk mempelajari dan menguasai tari tradisional dari daerah asalnya. Hal ini dapat dilakukan melalui kurikulum sekolah, sanggar tari, komunitas tari, atau media daring.
-
Apa jenis tarian yang menjadi bagian dari budaya tradisional di Lampung? Provinsi Lampung memiliki ragam seni dan budaya yang menarik untuk diulas lebih dalam. Salah satu seni dan budaya dalam bidang tari bernama Tari Selapanan.
Dalam bidang kesenian, masyarakat Betawi memiliki banyak seni tradisional yang lahir akibat perkawinan kebudayaan yang berkembang dalam masyarakat Betawi. Kesenian yang lahir akibat adanya percampuran kebudayaan atau akulturasi budaya, salah satunya adalah Tari Cokek.
Tari Cokek merupakan salah satu tarian tradisional Betawi yang lahir pada abad ke-19. Tari Cokek adalah hasil akulturasi budaya antara bangsa Cina, Banten dan Betawi. Berikut ulasan selengkapnya mengenai Tari Cokek asal Betawi yang menarik untuk diketahui.
Sejarah Kesenian Tari Cokek
Tari Cokek adalah sebuah kesenian yang lahir di lingkungan masyarakat Betawi-Tionghoa di pinggiran ibukota Jakarta, yakni di Teluk Naga, Tangerang. Dalam buku Peranakan Tionghoa Indonesia: Sebuah Perjalanan Budaya dijelaskan bahwa tari cokek adalah seni tari yang berasal dari Betawi yang menjadi tarian khas Tangerang dan diwarnai dengan etnik Tionghoa.
Melansir Clarissa Amelinda dalam publikasinya yang berjudul Eksistensi Tari Cokek Sebagai Hasil Akulturasi Budaya Tionghoa Dengan Budaya Betawi, cokek merupakan salah satu hiburan unggulan, karena luas penyebarannya cepat juga banyak digemari masyarakat Betawi kota sampai warga Betawi pinggiran.
Pada masa itu setiap diselenggarakan pesta hiburan seperti perayaan perjamuan hajatan perkawinan maupun pesta sunatan, para penari Cokek mempertunjukkan kepiawaiannya menari sambil menyanyi yang diiringi musik Gambang Kromong.
Perpaduan antara gerak, lagu dan musik benar-benar tampil selaras. Nama Cokek sendiri berasal dari bahasa Hokkian chiou-khek yang berarti menyanyikan lagu. Dalam bahasa Mandarin dibaca juga Chang ge.
Makna Tari Cokek
Dalam sejarah kesenian Cokek, tidak disebutkan sejak kapan jenis tari Cokek muncul di masyarakat. Tidak disebutkan pula secara jelas siapa tokoh atau pelaku pertama yang memperkenalkan tarian egal-egol sembari menggoyangkan pinggul dengan genit, mengutip Singgih Wibisono dalam buku Ikhtisar Kesenian Betawi.
Perpaduan mata yang tajam dan ekspresi kegenitan yang dimunculkan oleh para penari memiliki makna yang bertujuan memikat para tamu lelaki untuk ikut ngibing berpasangan di panggung atau pelataran rumah warga. Ini menjadikan tarian Cokek berfungsi sebagai tari pergaulan.
Orang Betawi menyebut Tari Ngibing Cokek yang selama ngibing mereka diberikan minuman tuak agar bersemangat. Dalam publikasi digilib.isi.ac.id, pada tahun 70-an kesenian Cokek hanya melayani tamu atau hajatan Cina. Jauh sebelum Perang Dunia ke II meletus, tari Cokek dan musik Gambang Kromong dimiliki cukong-cukong golongan peranakan Tionghoa untuk melayani tuan tanah yang kaya raya.
Para penari Cokek biasanya memiliki induk yang akan memerintahkan para penari untuk melayani tamu berkebangsaan Cina. Para penari Cokek akan melakukan gerak erotis seperti beradu bokong serta menggoyangkan pinggul, sehingga penari disebut wanita penghibur atau caboh dalam bahasa Betawi.
Seiring waktu berjalan, muncul berbagai pendapat dari masyarakat mengenai tari Cokek. Pendapat masyarakat ini cukup mempengaruhi perkembangannya. Dalam perjalannya, tari Cokek mendapat dukungan dan kecaman dari masyarakat sekitar. Berbagai kecaman ini muncul karena gerakan penari Cokek yang dianggap mengandung nilai moral yang kurang baik.
Hal ini dikarenakan adanya gerakan menggoyangkan pinggul dari bawah hingga ke atas oleh para penari Cokek. Demi menghibur tamu dan juga mendapatkan uang, penari Cokek akan menarik tamu-tamu Cina menggunakan selendang untuk menari bersama. Hal ini membuat lahirnya sebuah kepercayaan di dalam masyarakat bahwa laki-laki yang telah ditarik oleh penari Cokek tidak akan kembali lagi ke rumah.
Namun mengutip dari laman Antara, tari Cokek juga memiliki makna khusus yang positif dari setiap gerakannya. Salah satu di antaranya adalah gerakan tangan ke atas yang memiliki arti meminta kepada Tuhan Yang Maha Esa.
Dalam tari Cokek ada pula gerakan menunjuk ke arah mata yang berarti upaya manusia dalam menjaga pandangannya dari hal-hal yang tidak baik atau negatif. Selain itu, gerakan terakhir yang dianggap memiliki makna adalah gerakan menunjuk kening. Gerakan ini berarti manusia harus menggunakan akalnya untuk memikirkan hal-hal yang bersifat positif.
Perkembangan Tari Cokek di Era Modern
Seiring dengan perkembangan zaman dan sifat kebudayaan yang selalu dinamis, hal tersebut lantas menjadikan tari Cokek yang ada saat ini sudah mengalami banyak perubahan karena faktor pengaruh budaya dan globalisasi yang ada.
Tari Cokek yang berkembang di Betawi merupakan tarian hasil akulturasi budaya antara bangsa Cina, Banten dan Betawi. Karena letak lokasi yang berdekatan dengan ibu kota Jakarta maka penyebaran dan perkembangan tari Cokek kini lebih berkembang di Jakarta.
Tari Cokek yang ada saat ini bentuknya sudah sangat berbeda dengan tari Cokek yang dulu ada di tengah-tengah masyarakat Betawi, baik dilihat dari segi gerak, kostum, rias dan musik pendukung tarian Cokek itu sendiri.
Saat ini, tidak ada lagi yang secara tetap menjamin kehidupan dan kesejahteraan para penari yang melestarikan tari Cokek. Walaupun telah ada kantor Dinas Kebudayaan dan Permuseuman Propinsi DKI Jakarta, namun cara pembinaannya masih belum maksimal, sehingga kesenian Cokek dan para penarinya sekarang sepertinya berada di ujung tanduk.