Potret Makam Keramat di Samping Mal Besar Surabaya, Sosoknya Ternyata Bukan Orang Sembarangan
Hingga kini, makamnya selalu bersih dan rapi karena banyak diziarahi warga lokal
Hingga kini, makamnya selalu bersih dan rapi karena banyak diziarahi warga lokal
Potret Makam Keramat di Samping Mal Besar Surabaya, Sosoknya Ternyata Bukan Orang Sembarangan
Perkembangan kota tak membuat masyarakat melupakan jati dirinya di masa lalu. Seperti yang terjadi di Kota Surabaya, Jawa Timur. Di samping Tunjungan Plaza, salah satu mal terbesar di Surabaya, sebuah makam keramat terpelihara dengan baik.
-
Kapan Alimin bin Prawirodirjo lahir? Lahir di Surakarta, Jawa Tengah pada tahun 1889, pria yang kerap disapa Alimin ini terlahir dari kalangan keluarga miskin.
-
Kapan Kaisar Konstantin berkuasa? Kuil ini diyakini berasal dari antara tahun 324 dan 337 saat Konstantin berkuasa.
-
Siapa Isya Adinda Kalia? Isya Adinda Kalia adalah anak perempuan Elma Theana yang jarang diperhatikan oleh masyarakat.
-
Apa yang menjadi ciri khas kerajinan di daerah Karet Tengsin? Di wilayah Karet Tengsin, kerajinan yang jadi andalan adalah industri kulit dan batik Betawi.Perkembangannya mulai melesat pada 1950-an, dan ditandai dengan tingginya permintaan pasar dan hadirnya berbagai motif.
-
Apa arti dari "Khusnul Khatimah"? Pengertian khusnul khatimah adalah akhir yang baik, yaitu meninggal dalam keadaan beriman, taat, dan beramal soleh.
-
Siapa Pak Sadimin? Di Desa Gempol hiduplah seorang saksi sejarah yang diperkirakan sudah berusia 105 tahun bernama Pak Sadimin.
Makam Keramat
Sosok yang dimakamkan di sini dikenal dengan sebutan Mbah Buyut Modjo. Mengutip Instagram @lovesuroboyo, ia adalah sesepuh yang melakukan babat alas di wilayah Kaliasin, Kota Surabaya.
Ada juga yang menyebut Mbah Buyut Modjo berkaitan dengan sosok Eyang Kudo Kartono, panglima perang dari Kerajaan Majapahit.
Dulu, Gang Kaliasin X merupakan kompleks pemakaman umum. Seiring berjalannnya waktu, daerah ini jadi permukiman warga. Makam Mbah Buyut Modjo jadi satu-satunya yang dipertahankan keberadaannya.
Makamnya berupa bangunan dengan pagar hitam dan papan nama di bagian depan. Bagian dalam makam tampak bersih. Di antara kedua nisan terbungkus kain mori, di atasnya bunga pemberian orang ziarah tampak sudah kering,
Sejarah Kaliasin
Sementara itu, munculnya nama daerah Kaliasin juga punya kisah tersendiri. Dulu, pada saat laut pasang, sungai Kalimas sering meluber, bahkan airnya menggenangi kampung Surabayan (Tegalsari). Hal ini menyebabkan air sungai Kalimas terampur dengan air laut sehingga rasanya asin.
Warga daerah setempat yang biasa menggunakan air sungai untuk kebutuhan sehari-hari merasakan air asin. Sesepuh desa kemudian memberikan nama daerah itu dengan sebutan Kaliasin.
- Tidak Terawat, Begini Potret Makam Para Pejuang Indonesia di Sumedang Terbengkalai
- 10 Potret Cara Kocak Penumpang Demi Tak Mabuk Kendaraan, di Luar Nalar Orang Biasa
- Potret Wilayah Terpadat di Surabaya, Warganya Kompak Jadikan Masjid sebagai Solusi Permasalahan Hidup
- Meriah tapi Sakral, Begini Potret Warga Banyuwangi Gelar Kenduri Massal di Sepanjang Jalan Kampung
Dulu vs Sekarang
Pada masa kolonialisme Belanda, nama Kaliasin masih dipertahankan. Pihak kolonial menyebutnya sebagai daerah Kaliasinstraat.
Kini, Embong Kaliasin atau Jalan Kaliasin sudah tidak ada. Jalan itu diganti dengan nama Jalan Basuki Rahmat. Kini, di sepanjang jalan ini berdiri banyak bangunan mewah. Mulai Tunjungan Plaza, BRI Tower, Gramedia, dan lain sebagainya.