Ekonomi nasional turun jangan salahkan Jokowi
Karena ada gejolak luar biasa, politiknya, kemudian dari dalam pemerintahan Pak Jokowi sendiri.
Ekonomi Indonesia hingga masuk semester dua pada 2015 ini masih diselimuti ketidakpastian. Pemerintah harus kerja keras untuk mengatasi defisit transaksi berjalan. Apalagi nilai tukar rupiah terhadap dolar terus melemah. Hingga kini nilainya masih Rp 13.000 lebih. Ditambah lagi, pertumbuhan ekonomi nasional mengalami penurunan sejak 2012.
Angka terakhir pertumbuhan ekonomi nasional 4,7 persen. Banyak yang menuding era Pemerintahan Jokowi justru membuat ekonomi makin tidak stabil. Namun rupanya, penurunan ekonomi bukan terjadi di era Pemerintahan Jokowi saja. Sejak 2012 pertumbuhannya terus merosot perlahan. Tertinggi, era Pemerintahan SBY mencapai 6,5 persen 2011. Banyak yang menuding ekonomi lemah karena penyerapan anggarannya sedikit.
Banyak juga yang mengaitkan dengan isu KPK. Namun sejatinya menurut Ekonom Bank Mandiri Destry Damayanti, penurunan itu bukan terjadi karena satu faktor, melainkan banyak hal. Destry mengatakan kondisi perekonomian diperkirakan akan membaik pada semester dua ini karena penyerapan anggaran bisa terealisasi.
"Cuma masalah ekonomi kita bukan hanya itu saja, masyarakat kita juga kepercayaannya lagi jelek sekali. Mereka tidak mau membelanjakan uangnya. Mereka prepare menaruh uangnya di Bank aja deh. Begitu juga dengan perusahaan, mereka tidak mau ekspansi," kata Destry saat berbincang dengan merdeka.com kemarin di Gedung Pusdiklat Sekretariat Negara, Jalan Gaharu, Cipete, Jakarta Selatan.
Berikut penuturan Destry Damayanti kepada Arbi Sumandoyo dan Mohammad Taufiq soal perekonomian Indonesia:
Ekonomi kita saat ini menurun, banyak yang menghubungkan karena kementerian tidak memaksimalkan penyerapan anggaran karena ini ada kaitannya dengan isu KPK?
Sebenarnya begini, kalau menurut saya, sebetulnya kesalahan itu harus dilihat, ada kesalahan administrasi dan ada memang yang korupsi sebenarnya. Kalau memang kesalahannya administrasi, berarti ada sesuatu yang salah dengan administrasinya itu. Mungkin kelamaan atau kepanjangan, nah itu yang harus diperbaiki. Jadi misalnya, kayak Pak Dahlan, dia sudah cairin padahal soal lahan belum clear, nah itu kan masalah lahan memang momok banget. Dan saya sendiri waktu 11 ekonom itu bertemu Pak Jokowi bilang, 'pak, kalau Bapak enggak fokus pada masalah lahan, itu tidak akan ada yang jalan infrastruktur, harus ada terobosan'.
Sekarang perlu ada bukti di Undang-undang Pertanahan yang baru dan berlaku full untuk 2015. Jadi untuk project lama dan baru bisa diaplikasikan. Kalau tidak seperti Pak Dahlan, kalau nunggu tanahnya clear mungkin bisa bertahun-tahun dan project akhirnya tidak jalan. Pak Dahlan akhirnya inisiatif, ya sudah deh keluarin dulu, paling tidak bisa untuk mengerjakan yang lain, atau enggak lahan misalnya (Saya harus lihat dulu aturannya) lahan harus clear dulu 50 persen baru dananya keluar. Kan lama untuk menunggu 50 persen, akhirnya dananya enggak keluar-keluar. Nah waktu itu kan solusinya, ya sudah deh yang ada dulu tapi keputusannya kan oke, tapi dalam pelaksanaannya ada penyimpangan, itu hal lain. Jadi semestinya KPK harus bisa melihat, mana yang merupakan kebijakan masalah administratif dan mana yang benar-benar masalah pidana korupsi.
Artinya anda melihat faktor serapan anggaran kementerian ini ada implikasinya terhadap pertumbuhan ekonomi nasional?
Enggak. Kalau sekarang memang waktunya pendek. Pertama, sampai Februari akhir masih pusing dengan APBNP, akhirnya bisa dipercepat kan. Dua bulan keluar APBNP dan mestinya APBNP baru dilakukan pertengahan tahun.
Bukan di akhir tahun?
Tidak. Kan Presiden dilantik Oktober dan November sampai Desember tidak mungkin langsung mengubah anggaran. Jadi itu masih masa melihat dan mereview dan akhirnya APBNP Februari. Kemudian ada masalah lagi, masalah apa? Jadi ada Undang-undang ASN, Aparat Sipil Negara dan undang-undang itu dikeluarkan ketika pemerintahan Pak SBY. Undang-undang itu mengatakan, untuk pemilihan pejabat negara, periode berikutnya itu harus mengikuti Undang-undang ASN ini. Kalau tidak mengikuti ini dianggap tidak sah. Masalah lagi nanti.
Jadi akhirnya Pak Jokowi tidak sadar bahwa undang-undang itu rumit pelaksanaannya, tapi akhirnya dia jalanin. Tapi ternyata masalah lelang-lelang itu kan waktunya tidak sebentar. Jadi akhirnya menteri digabung PU dengan Perumahan Rakyat, akhirnya kan belum ada pejabat juga. Jadi artinya begini, masalah penyerapan anggaran di semester 1 ini bukan hanya orang kementerian takut masalah KPK, tapi juga masalah yang di luar kontrol tadi itu. Tapi belakangan PU penyerapannya sudah cukup bagus. Tapi memang ada ketakutan.
Banyak yang beranggapan sudah ada uang kok belum dibelanjakan?
Yaitu makanya yang harus diperhatikan, ini problemnya apa nih. Kalau memang administrasi berarti kan proses administrasinya kan harus direview. Jangan KPK-nya disalahin. KPK kan hanya melihat ini ada penyimpangan atau tidak termasuk juga pencegahan. Tapi memang orang-orang di KPK ini harus disiapkan benar, bahwa mereka memang bisa baca APBN begitu. Kadang-kadang ada juga, mereka tidak menguasai masalah dan bahaya yang kaya begitu. Untuk pembinaan Internal KPK menjadi sangat penting.
Anda tadi mengatakan penyerapan anggaran kementerian PU besar, artinya iklim investasi era Jokowi ini membaik?
Di semester kedua mestinya lebih baik. Pertama, di semester kedua yang tadi masalah APBNP dan Nomenklatur kan sudah banyak selesai, seperti di PU beberapa pos sudah diisi. Artinya mereka sudah ada tanda tangan. Memang kalau kita lihat di PU beberapa project sudah berjalan, seperti misal jalan tol. Jadi over all, kita harapkan penyerapan lebih bagus dibanding semester I. Cuma masalah ekonomi kita bukan hanya itu saja, masyarakat kita juga kepercayaannya lagi jelak sekali. Mereka tidak mau membelanjakan uangnya. Mereka prepare menaruh uangnya di Bank aja deh. Begitu juga dengan perusahaan, mereka tidak mau ekspansi. Ya suda deh ditaruh di Bank atau kalau tidak di dolar-in, atau enggak ditaruh di Singapura.
Ini terjadi karena adanya ketidakpastian dari pemerintah?
Ya karena kan gejolaknya luar biasa, politiknya kemudian dari dalam pemerintahan Pak Jokowi sendiri banyak menimbulkan ketidakpercayaan juga. Karena mungkin kayaknya kok jalan sendiri sih tidak ada koordinasi. Ini semua kita sampaikan lho ke Pak Jokowi. 'Pak kita merasa enggak ada koordinasi satu menteri dengan lainnya'. Kita merasa ekonomi atau Menko lah, Maritim itu juga tidak optimal.
Bagaimana dengan pertumbuhan ekonomi yang turun?
Begini lho, kita juga tidak bisa menyalahkan pemerintahan Pak Jokowi. Yang namanya penurunan ekonomi, di Indonesia sudah terjadi sejak tahun 2011 ke sana. Pertumbuhan ekonomi kita tertinggi 2011, 6,5 persen terus pelan-pelan turun. Tahun 2012 menjadi 6,2 sampai 6,3 persen kemudian 2013 5,8 dan 2014 5,2 sekarang turun karena memang trendnya lagi begini. Kenapa? Karena memang ada yang salah dengan struktur ekonomi kita, jadi struktur ekonomi kita hanya mengandalkan komoditi. Sektor manufaktur kita enggak tumbuh. Sektor manufaktur ya.
Kemudian ekspor kita itu 60 persen komoditi. Sekarang harga komoditi turun, pasti perusahaan-perusahaan kita kena dong. Lalu pajak, itu mengandalkan penerimaannya dari perusahaan-perusahaan yang komoditi base, sekarang permintaan tidak ada dan perusahaan-perusahaan itu bangkrut. Makanya penerimaan pajak berat. Jadi permasalahannya dimana? Struktur ekonomi.
Kalau kita bicara struktur ekonomi itu lama dan tidak bisa kita menyalahkan Pak Jokowi. Pas Pak Jokowi masuk dengan struktur ekonomi jelek, ditambah dunia global makin jelas, ketidakpastiannya makin tinggi. Kondisi domestik orang sudah makin skeptis, kenapa? Pertama mereka ekspektasinya berlebihan, 'setelah Pak Jokowi ekonomi bisa langsung berubah nih' Ya enggak bisa orang masalah struktural mau berubah apanya. Maksudnya dalam jangka pendek, sebenarnya yang bisa dilakukan presiden adalah menimbulkan kenyamanan, tunjukin kalau pemerintah bisa memberikan realisasi dari anggarannya, begitu. Jadi itu saja sih, makanya penyerapan anggarannya diharapkan bisa maksimal.
Berapa persen dana-dana bank yang dikucurkan untuk kredit?
Oh gede dong. Kan kredit rasional kita sekarang sudah 35 persen atau sekitar Rp 3.500 triliun.
Bagaimana dampak penurunan ekonomi nasional sekarang terhadap sektor perbankan?
Pengaruhnya memang juga ada di perbankan. Sektor perbankan pertumbuhan kreditnya jadi lambat dan juga karena permintaan tidak ada. Seperti tadi saya bilang perusahaan juga ikut menahan dan menunggu kepastian. Memang terus terang mereka ragu nih, Pak Jokowi bisa realisasi ini karena permasalahannya masih di soal lahan-lahan dan ini kan yang mau digenjot. Makanya mau mengeluarkan Perpres, makanya kita usulkan harus ada monitoring per hari dan harus dipublikasikan sehingga masyarakat tahu. Makanya kayak tadi saya bilang jika anda ke Trans Sumatra, walaupun cuma 7 kilo meter yang jadi, itu progress. Kemudian datang 2 atau 4 bulan lagi datang dan lihat lagi sudah jadi 40 kilo, kan masyarakat melihat pemerintah jalani tugasnya.
Sekarang dalam jangka pendek mau membalikkan persepsi masyarakat yang negatif pemerintah harus all out. Mungkin bahwa budget pemerintah bisa optimal. Tapi dalam jangka menengah dan panjang tunjukin bahwa pemerintah mampu membenahi struktur ekonomi kita. Misalnya sektor manufakturnya bisa kita tingkatkan. Jangan sektor komoditi yang sifatnya sangat row commodity kan. Manufaktur menggunakan bahan-bahan komoditi, seperti makanan, makanan kaleng kita masih banyak impor dari Filipina, Thailand, Malaysia, kenapa? karena prosesnya di kita terbatas. Akhirnya seperti buah misalnya, mereka tidak dibudidayakan secara optimal. Ya jadi akhirnya mereka buah untuk konsumsi domestik.
Padahal seharusnya bisa digunakan untuk kebutuhan industri?
Industri mestinya bisa. Skala dibesarkan, dibudidayakan dengan benar, kalau mau diekspor, ya diekspor dan yang diolah dalam negeri bisa begitu. Industri makanan itu pertumbuhannya lambat. Nah ini yang sekarang dicoba kayak pemerintah mengeluarkan kebijakan kelonggaran perpajakan untuk industri manufaktur, ada insentif pajak. Itu bagus asal jangan susah mendapatkan insentif pajaknya karena kita bikin peraturan, tapi untuk menikmati insentif dari peraturan itu susah.
Termasuk kebijakan pemerintah dengan membuat UU Minerba yang baru?
Iya sebenarnya itu bagus supaya ada proses di kita kan. Cuma memang waktunya tidak tepat karena dikeluarkan ketika ekonomi kita lagi berat. Mungkin perlunya bertahap, misalnya batubara berapa persen.
Tapi pemerintah kemarin memberikan kelonggaran?
Oh iya akhirnya ada kelonggaran. Tapi kalau saya setuju memang dalam jangka pendek pasti pengaruh karena ekspor kita berkurang. Tapi dalam jangka panjang paling tidak kita memiliki pabrik, misalnya pengelolaan nikel menjadi bahan jadi seperti alumunium misalnya.
Angka rupiah terus melemah di angka Rp 13 ribu, berapa angka ideal nilai tukar rupiah dengan kondisi ekonomi saat ini?
Susah karena banyak faktor yang mempengaruhi rupiah. Memang dasarnya kalau ekonomi kan, sebagian ya, itu kalau tidak supply ya demandnya yang banyak. Kalau supply-nya banyak harga dolar akan turun. Tapi kalau demand dolarnya banyak sebagian harganya akan naik, dolar terhadap rupiah. Artinya rupiah terdepresiasi. Ini adalah kondisi sekarang, permintaan dolar banyak banget tapi supply-nya tidak nambah. Ekspor tidak masuk ke kita. FDI (Foreign Direct Investment) juga berkurang lantaran gara-gara itu tadi. Maksudnya, jadi di dalam pemerintahnya ribut, antara pemerintah dengan partai ribut, kondisi ini tidak nyaman. Jadi ini namanya faktor sentimen. Tapi kalau kita lihat fundamental dengan kondisi Indonesia dengan kekayaan yang ada seharusnya rupiah tidak di angka Rp 13.00. Sekitar Rp 12.700 sampai Rp 12.600, tapi itukan fundamental dalam kondisi seperti ini tidak bisa dipakai.
Kalau menurut saya, dengan posisi rupiah saat ini bisa stabil di Rp 13.500 itu sudah bagus. Dan jangan bermimpi dalam jangka pendek rupiah bisa kembali di bawah Rp 13.000.
Kalau melemah hingga Rp 15 ribu?
Dalam jangka pendek tidak.
Bagaimana dampak bangkrutnya Yunani dan anjloknya pasar modal China terhadap Indonesia?
Itu lebih sentimen. Kita lebih ke China kalau Yunani jauh lah. Yunani negara kecil hanya 2 persen dari Euro Zone. Yang bahaya adalah China, marketnya kemarin kan koreksi dalam.