Ibu kota penderita gangguan jiwa
Dinas Kesehatan DKI mencatat jumlah pasien ODMK tahun lalu mencapai 2.962 orang. Tidak heran jika Jakarta menjadi kota yang banyak dihuni penderita gangguan kejiwaan. Dalam sepekan, Dinas Sosial mengangkut setidaknya 15 orang yang mengalami gangguan kejiwaan.
Hampir setiap hari Kepala Dinas Sosial DKI Jakarta Masrokhan menerima laporan terjaringnya orang dengan masalah gangguan kejiwaan, saat anak buahnya melakukan razia Penyandang Masalah Kesejahteraan Sosial (PMKS) di lima wilayah Jakarta. Setiap hari anak buahnya mengamankan orang dengan gangguan kejiwaan yang berkeliaran di jalanan ibu kota. Itu dilakukan agar Jakarta tidak malu di hadapan tamu dari negara lain. Hal sama juga dilakukan pemerintah daerah lain.
"Kota harus bersih dari itu, maka kita ambil mereka (orang gangguan jiwa)," ujar Masrokhan saat berbincang dengan merdeka.com, Selasa (11/10).
-
Kapan Desa Panggungharjo dibentuk? Desa Panggungharjo dibentuk berdasarkan maklumat monarki Yogyakarta tahun 1946 yang mengatur tentang tata kalurahan saat itu.
-
Kapan Purnawarman meninggal? Purnawarman meninggal tahun 434 M.
-
Kapan Jalur Lingkar Barat Purwakarta dibangun? Sebelum dibangun jalan lingkar pada 2013, Kecamatan Sukasari yang berada paling ujung di Kabupaten Purwakarta aksesnya tidak layak.
-
Di mana Gudeg Jogja Bu Iin berada? Sebuah kedai angkringan di Perumahan Taman Kota, Jakarta Barat, menjadi buruan para pecinta kuliner di ibu kota.
-
Dampak apa yang ditimbulkan oleh hujan disertai angin kencang di Jogja? Hujan dan angin kencang yang terjadi pada Kamis (4/1) menyebabkan kanopi drop zone di sisi selatan Stasiun Yogyakarta roboh. Akibatnya lima unit mobil tertimpa kanopi itu dan mengalami kerusakan ringan.
-
Kapan Atang Sendjaja meninggal? Pada 29 Juli di tahun itu menjadi hari duka bagi AURI.
Jakarta menduduki urutan teratas soal penderita gangguan kejiwaan. Data riset kesehatan dasar (riskesdas) Departemen Kesehatan pada 2014, 1 juta orang tercatat sebagai pasien gangguan jiwa berat dan 19 juta pasien gangguan jiwa ringan di seluruh Indonesia. Dari jumlah itu, 385.700 orang atau 2,03 persen pasien gangguan jiwa hidup di Jakarta. Penderita psikotik atau atau Orang dengan Masalah Kejiwaan (ODMK) di DKI Jakarta tiap tahun mengalami peningkatan. Dinas Kesehatan DKI mencatat jumlah pasien ODMK tahun lalu mencapai 2.962 orang.
Tidak heran jika Jakarta menjadi kota yang banyak dihuni penderita gangguan kejiwaan. Dalam sepekan, Dinas Sosial mengangkut setidaknya 15 orang yang mengalami gangguan kejiwaan. Di Panti Bina Laras, dalam sehari rata-rata delapan ODMK diserahkan petugas Dinsos untuk dilakukan pendampingan. Dalam satu bulan saja, contohnya September 2016, 79 orang gangguan kejiwaan dibawa ke panti sosial.
"Data Januari sampai September 2016, ada 1.658 ODGJ (orang dengan gangguan jiwa) dan ODMK (orang dengan masalah kejiwaan). Mereka yang stress dan gangguan jiwa. khusus ODGJ dan ODMK memang tinggi, cenderung naik," ucap Masrokhan.
Penderita gangguan kejiwaan yang diamankan Dinsos DKI kebanyakan bukan warga ibu kota. Banyak di antara mereka yang diamankan ketika berada di jalan tol. Indikasinya, mereka sengaja 'dibuang' di jalan tol. Mereka terus berjalan di pinggir tol, melintasi batas dan masuk kota Jakarta. Masrokhan tidak menuding pemda daerah lain melakukan itu. Tapi dia juga tidak menampik masih ada pemda yang menerapkan metode tradisional dalam penanganan penderita gangguan kejiwaan, yakni 'melepas' mereka tanpa dilakukan pembinaan.
Tidak hanya Jakarta, dia memberikan contoh di Garut yang selama ini dikenal sebagai salah satu daerah 'pembuangan' orang-orang dengan gangguan kejiwaan. Di Garut, banyak pasien gangguan kejiwaan yang justru warga Jawa Tengah, bukan Jawa Barat. Cara tak manusiawi ini dilakukan lantaran pemerintah daerah tidak memiliki fasilitas memadai untuk mendampingi penderita gangguan jiwa.
"Ini metode tradisional, ketika dinas tidak bisa mengatasi karena tak punya fasilitas, malu dilihat tamu yang datang ke kota itu, maka malam-malam dibawa lalu dilepas. Ini masih terjadi," tegasnya.
Masrokhan menegaskan, Pemprov DKI tidak berlaku demikian. Dia mengklaim masih memiliki sifat manusiawi sehingga tidak tega melepaskan pasien gangguan kejiwaan berkeliaran di daerah lain. Jakarta hanya bisa pasrah mendapat impor penderita gangguan jiwa, meski dia yakin ini akan menjadi persoalan besar di kemudian hari dan harus dicari solusinya. "Ke depan masalahnya ya penyandang psikotik, peningkatannya tinggi."
ODGJ masih lebih baik dibanding ODMK. ODGJ adalah mereka yang stress ringan dan belum mengalami gangguan kejiwaan. Biasanya diakibatkan depresi atau tekanan masalah keluarga, pekerjaan, hingga percintaan. Mereka masih bisa 'diselamatkan' dari potensi gangguan jiwa. Mereka yang terjaring dinas sosial langsung dibawa ke rumah sakit jiwa yang bekerja sama dengan Pemprov DKI yakni RS Jiwa Dr Soeharto Heerdjan Grogol. Di sana mereka mendapat perawatan secara medis sampai kondisi psikologisnya terkendali. Setelah sudah dirasa cukup tenang, mereka dibawa ke panti sosial khusus penderita kejiwaan milik Pemprov DKI. Di sana mereka diberikan pembinaan baik secara mental maupun spiritual alias pendekatan agama.
Di beberapa daerah, pasien penderita gangguan jiwa masih terlihat dipasung atau diikat kaki serta tangannya dengan rantai, kemudian digembok. Masrokhan menjamin perlakuan seperti itu tidak terjadi di DKI Jakarta. Pasien gangguan kejiwaan yang dirawat di panti sosial milik Pemprov DKI, bebas pasung.
"Bebas pemasungan sudah diterapkan di DKI pada 2010. Di panti-panti sosial kita ada tempat khusus, ruang isolasi untuk penyandang psikotik akut agar bisa dikendalikan," jelasnya.
Persoalan ini sudah disadari sejak lama. Gubernur DKI Jakarta Basuki Tjahaja Purnama atau biasa disapa Ahok pernah curhat soal banyaknya penderita gangguan jiwa di ibu kota. Terutama mereka yang berasal dari luar Jakarta.
"Yang paling masalah sekarang ini adalah orang dengan gangguan jiwa yang masuk ke Jakarta. Itu sekarang di panti kami 60 sampai 70 persen itu udah orang-orang gangguan jiwa dari luar jakarta," kata Ahok di Balai kota, akhir tahun lalu.
Baca juga:
Rusak jiwa hidup di Jakarta
Kewalahan mengurus yang sakit jiwa
Agar mereka tak terguncang lagi jiwanya
Peringati Hari Kesehatan Jiwa, PDSKJI: Stigma jadi hambatan utama
Miris, angka penderita gangguan jiwa di Jateng capai 317.504 orang