Ikan Teri Hadakewa: Panen di Laut, Jual di Udara
Sekarang transformasi digital. Kalau tidak melek digital pasti tertinggal.
Sebuah perahu motor berkelir putih pelan-pelan merapat ke dermaga kayu, di Desa Hadakewa, Lebatukan, Lembata, Nusa Tenggara Timur (NTT). Tempat pulang setelah bertarung di lautan, mencari tangkapan. Mesin dimatikan, lima pria bergerak sigap memindahkan muatan hingga tandas. Tunai sudah kerja mereka hari itu.
Di ujung dermaga kayu, kaum perempuan tak kalah gesit. Sambil merekahkan senyum, tangan-tangan lincah mereka cepat mengatur wadah. Persinggahan pertama ikan-ikan teri. Tapi bukan persinggahan yang terakhir.
-
Siapa yang mendorong UMKM untuk masuk ke ekosistem digital? Lewat program onboarding, para pelaku usaha mikro didorong untuk masuk ke dalam ekosistem digital melalui e-commerce, baik yang dikelola pemerintah, BUMN, maupun swasta.
-
Siapa yang mengajak pelaku UMKM untuk masuk ke ekosistem digital? “Kita masih punya celah yang perlu dipersempit. Makanya, kami harapkan bimbingan teknis (bimtek) ini bisa semakin mendorong pelaku UMKM beralih ke arah digital. Hal ini karena digitalisasi akan membantu pelaku UMKM untuk mengakses pasar yang lebih luas. Sekaligus, akan mempermudah sistem pembayarannya karena penggunaan QRIS (Quick Response Code Indonesian Standar),” ungkap Puteri dalam Pembukaan Bimbingan Teknis Produksi dan Kewirausahaan Industri Kecil Menengah di Kabupaten Bekasi, Karawang, dan Purwakarta, Senin (4/12).
-
Apa yang dilakukan BRI untuk mendukung digitalisasi UMKM? Bank Rakyat Indonesia (BRI) sebagai salah satu bank milik pemerintah terbesar, terus berupaya mendorong inovasi dan digitalisasi UMKM agar sektor ini dapat berkembang. Salah satu dukungan BRI terhadap digitalisasi UMKM adalah melalui pengembangan web pasar bernama Pasar.id.
-
Bagaimana Bank Jatim mendorong UMKM binaannya agar paham teknologi digital? UMKM binaan bankjatim juga didorong untuk paham teknologi digital. Salah satu caranya dengan memfasilitasi transaksi menggunakan QRIS bankjatim. “Maka dari itu, UMKM yang kami bawa ke Bengkulu ini juga sudah memanfaatkan QRIS bankjatim dalam melakukan transaksi pembayaran dengan pembeli. Praktis dan cepat tinggal scan QR code,” ungkap Busrul.
-
Bagaimana cara Kemendag mendorong pelaku UMKM untuk masuk platform digital? Dalam kesempatan ini, Mendag Zulkifli Hasan kembali mengajak pelaku UMKM untuk masuk dalam platform digital agar dapat bersaing. "Kami mengajak agar toko-toko fisik berjualan secara daring karena perdagangan digital tidak mungkin dihindari. Untuk itu, perlu diatur. Kemendag terus melatih para pedagang pasar dan UMKM serta mempertemukan dengan platform digital.
-
Mengapa Puteri Komarudin mengajak pelaku UMKM untuk masuk ke ekosistem digital? “Kita masih punya celah yang perlu dipersempit. Makanya, kami harapkan bimbingan teknis (bimtek) ini bisa semakin mendorong pelaku UMKM beralih ke arah digital. Hal ini karena digitalisasi akan membantu pelaku UMKM untuk mengakses pasar yang lebih luas. Sekaligus, akan mempermudah sistem pembayarannya karena penggunaan QRIS (Quick Response Code Indonesian Standar),” ungkap Puteri dalam Pembukaan Bimbingan Teknis Produksi dan Kewirausahaan Industri Kecil Menengah di Kabupaten Bekasi, Karawang, dan Purwakarta, Senin (4/12).
Ikan teri berbaris, memenuhi ember plastik di bibir dermaga. Rangkaian proses produksi unit pengelolaan ikan BUMDes ‘Tujuh Maret’ Desa Hadakewa berlanjut. Mulai dari pencucian ikan, penjemuran, dan penyortiran ikan. Proses panjang sebelum akhirnya konsumen melihatnya terbungkus cantik dalam berbagai ukuran di kios BUMDes. Kios konvensional maupun digital. Masyarakat bisa datang langsung dan membeli. Kalau mau lebih gampang, tinggal pesan saja lewat aplikasi.
Ikan Teri Hadakewa dijual beragam ukuran. Untuk ukuran 250 gram di kisaran Rp 25.000 hingga Rp 35.000. Ukuran 500 gram dijual Rp 50.000 hingga Rp 60.000. Sementara ukuran 1 kilogram dijual Rp 80.000 hingga Rp 120.000. Ada tujuh jenis ikan Teri yang dijual. Ada Teri Merang, Mao Merah, Mao Putih, Peseng-Peseng, Pahada, Siro, dan Gelle. Harga tiap ukuran tergantung jenis Teri yang dibeli.
Kepala Desa Hadakewa Klemens Kwaman masih ingat betul, hari ketika mencetuskan ide lalu memulai langkah membawa Hadakewa ‘go digital’. Semua berawal dari keresahan dan mimpi yang berkecamuk di benaknya.
Mimpi pertama, membawa Hadakewa dikenal lebih banyak orang. Dia mau kampung kesayangannya dikenal karena kekayaan alam yang jadi andalan. Bukan hanya dikenal karena cerita masa lalu. Bagi Klemens, Hadakewa dan Lembata laksana Yogyakarta dan Indonesia. Hadakewa pernah menjadi tempat penting dalam sejarah Kabupaten Lembata di masa lalu.
"Dulu ibu kota kabupaten Lembata kan di Hadakewa. Hadakewa itu kota tuanya lah. Saya tidak mau orang kenal Hadakewa, berdirinya Lembata," kata dia, ketika bercerita dengan Merdeka.com, Senin (2/8).
Agar bisa dikenal, Hadakewa harus punya sesuatu yang dijagokan. Sebenarnya, Hadakewa sudah terkenal dengan ikan terinya. Hanya saja, ikan Teri Hadakewa masih jadi jagoan lokal.
Mimpi kedua, melihat kehidupan nelayan lebih sejahtera. Laut yang membentang di hadapan mereka belum sungguh-sungguh menjadi modal bagi penghidupan yang layak. Lantaran banyak nelayan Hadakewa bekerja di kapal milik orang lain. Karena mereka tak punya modal. Pendapatan mereka pas-pasan.
"Yang kita mau, mereka sebagai pekerja sekaligus bos," ujar dia berapi-api menjelaskan.
Jalan Wujudkan Mimpi
Klemens memutar otak. Mencari jalan agar dua mimpinya terwujud. Ikan Teri Hadakewa harus dikenal dan dipasarkan lebih luas. Sekaligus mencari cara agar nelayan bisa punya kapal sendiri. Dia sampai pada kesimpulan. Platform digital jadi pintu awal. "Kalau berharap dengan cara biasa saja, aduh susah sekali. Kita bypass lewat digital saja," ucap dia.
Berbekal sedikit pengetahuan dan kemampuan yang lahir dari hobi pada bidang IT, Klemens mulai membangun website Desa Hadakewa pada 2017. Tujuan awalnya sangat sederhana, memperkenalkan Hadakewa dan brand ikan Teri.
Website terbangun, media sosial dilirik. Dia membuat laman khusus desa Hadakewa di Facebook. Sebagai media promosi. Selain lewat website dan laman Facebook, sejumlah marketplace terkenal, juga dijajal Klemens. Asalkan ikan Teri Hadakewa bisa tersohor.
Seperti kata pepatah. Roma tidak dibangun dalam sehari. Upaya Klemens tak berbuah dalam waktu singkat. Tantangan berdatangan. Salah satunya mindset masyarakat yang masih konsumtif, belum berpikir lebih produktif. Masyarakat juga berpikir tak perlu repot menawarkan ikan ke luar kampung. Sebab selama ini ikan-ikan mereka sudah punya pasar dan laku terjual.
Dengan sabar Klemens memberi penjelasan. Biar masyarakat tak gagal paham. Paling penting, biar pikiran masyarakat terbuka. Ada potensi yang bakal berdampak besar bila dikelola dengan tepat.
"Supaya orang tahu Hadakewa itu ada. Kita dari dulu bicara ikan, ikan yang dijual ke Kupang orang hanya tahu ikan Flores Timur, orang tidak pernah tahu ikan Hadakewa, ikan Lembata. Karena kita tidak punya brand." lanjut dia mengisahkan percakapannya dengan warga.
Proses pemesanan memang lebih dimudahkan. Banyak pembeli yang berminat memasan ikan Hadakewa. Namun, letak geografis ternyata menjadi kendala. Pembeli berpikir ulang mengingat ongkos kirim yang mahal.
"Order ikan 1 kilogram harga Rp 80.000 atau Rp100.000, ongkirnya 1 kg 90.000. Orang jadi berpikir. Sehingga penjualan online jadi tidak terlalu banyak. Setiap bulan kisaran laku Rp 2 juta-an," katanya.
Kebanyakan pembeli dari Pulau Jawa. Pembeli lokal kebanyakan berasal dari Kupang. Sedangkan untuk ekspor, belum memungkinkan. Sebenarnya ketenaran ikan teri Hadakewa sudah sampai ke telinga pembeli luar negeri. Ada pengusaha asal Jepang yang sudah menginjakkan kaki di Hadakewa untuk melihat langsung proses produksi. Namun kendalanya ada di sisi produksi yang masih manual. "Orang Jepang permintaan setiap bulan 5 ton ikan kering. Sulitnya proses masih manual," katanya.
Lahir BUMDes
Setahun berselang, BUMDes ‘Tujuh Maret’ dibentuk. Ada dua tujuan utama yakni keuntungan finansial dan benefit ekonomi bagi masyarakat. BUMDes menjadi ‘kapal’ bagi Desa Hadakewa untuk merealisasikan mimpi. Tantangan datang dari dalam lingkungan BUMDes. Di masa-masa awal pembentukannya, SDM pengurus BUMDes masih sangat terbatas. Kondisi ini membuat ide Klemens tidak bisa cepat dieksekusi.
"Saya ajak 'lari' mereka tidak bisa lari. Kalau saya kembali ikut mereka jalan kaki, kapan kita sampai. Tapi saya nikmati. Saya yakin tujuan akan dicapai," ungkap dia.
Jerih lelah Klemens membuahkan hasil di tahun 2019. Kala itu, upaya mereka mendapatkan atensi dari Kementerian Desa. Tidak saja mendapatkan apresiasi, Klemens diberi kesempatan menimba ilmu hingga ke India.
Pelan tapi pasti kehadiran BUMDes mulai terasa. Terutama dampak secara ekonomi bagi masyarakat. Perbaikan dari sisi penghasilan nelayan sudah mulai terjadi meskipun belum signifikan. Mimpi kedua untuk membuka jalan kesejahteraan bagi nelayan pun mulai terbuka. Baru bisa direalisasikan pada 2020. Tiga kapal dibeli oleh BUMDes. Harga satu kapal sebesar Rp 150 juta. Dana untuk membeli kapal didapat dari penyertaan modal Desa ke BUMDes ditambah insentif yang diberikan Pemerintas Kabupaten Lembata. Untuk tahun 2021, BUMDes berencana untuk mengadakan satu unit kapal penangkap ikan.
Kapal-kapal yang sudah dibeli BUMDes diserahkan kepada kelompok nelayan. Memang tidak diberikan secara gratis. Setiap kelompok harus mencicil kapal tersebut kepada kepada BUMDes. Tergantung kemampuan nelayan. Dari pendapatan hasil tangkapan. Setelah lunas, kapal-kapal itu akan menjadi milik nelayan.
"Sekarang dengan kapal sendiri pasti penghasilan naik."
Tak hanya itu. Istri para nelayan diberdayakan. Mereka dilibatkan dalam proses pengolahan ikan dan diberikan upah harian oleh BUMDes. Upah mereka dihitung berdasarkan tiap kilogram ikan yang mereka olah.
Desa Naik Kelas Lewat Digital
Kisah Hadakewa adalah satu dari sekian banyak desa yang berjuang naik kelas. Digitalisasi menjadi jalan dan harus dimanfaatkan. Potensi-potensi desa harus diberdayakan. BUMDes menjadi lokomotif pergerak desa di Indonesia ke arah yang lebih baik.
Menteri Komunikasi dan Informatika (Menkominfo) Johnny G. Plate mengatakan BUMDes, Usaha Mikro, Kecil, Menengah (UMKM), ultra mikro, dan koperasi harus melakukan transformasi digital. Badan usaha memiliki kontribusi sebagai tulang punggung perekonomian warga.
BUMDes, UMKM, ultra mikro dan koperasi memegang kontribusi 61 persen dari total produk domestik bruto (PDB) nasional. Meskipun saat ini, masih 21 persen dari empat usaha tersebut yang melakukan digital on boarding.
"Jumlah ini masih cukup jauh di bawah rata-rata digitalisasi UMKM dan Ultra mikro ASEAN yang ada di kisaran 34 persen," jelas Johnny Plate.
Pemerintah mendorong transformasi digital mampu menghasilkan 50 persen atau sekitar 30 juta dari 64 juta UMKM mengarah ke digitalisasi.
Kepala Dinas Pemberdayaan Masyarakat Desa Nusa Tenggara Timur (NTT) Viktor Manek menegaskan ada banyak pembenahan yang harus dilakukan agar BUMDes bisa tampil di platform digital.
Saat ini ada 2.114 BUMDes di Provinsi Nusa Tenggara Timur. Dari jumlah itu, hanya 1.413 BUMDes yang aktif berkegiatan di tahun 2020. Ada banyak lini jenis usaha yang dilakukan BUMDes, seperti jasa perdagangan, wisata, alam, religi serta budaya, usaha pertanian, peternakan, dan perikanan. Kinerja BUMDes harus terus didorong agar tak layu sebelum berkembang.
Pemprov NTT juga membangun komunikasi dengan Bank Indonesia Perwakilan NTT, juga BAKTI Kominfo. Agar BUMDes-BUMDes NTT diberi ruang bergerak. Terutama melalui Aplikasi BUMDes Smart yang dikelola BAKTI Kominfo. Dia mengakui, masih ada beberapa hal yang harus diperbaiki agar bisa memenuhi syarat, yaitu mutu produk, konsistensi produksi, hingga pengiriman.
"Kita juga MoU dengan Bank NTT, sebagai Bank yang nanti bersinergi dengan BUMDes-BUMDes kita untuk bergerak maju," ungkap dia.
Pemprov juga menggagas sekolah BUMDes online. Sejumlah materi terkait pembentukan dan manajemen BUMDes diberikan dalam sekolah itu. Termasuk pembekalan terkait identifikasi potensi Desa. Sekolah BUMDes online dipandang penting. Pengurus BUMDes harus punya pengetahuan dan kemampuan bekerja agar BUMDes bisa beroperasi dengan baik. Karena ada uang negara yang disertakan di dalamnya.
Dukungan untuk digitalisasi desa di NTT tidak hanya soal kesiapan SDM. Infrastruktur digital seperti Base Transceiver Station (BTS) harus dipastikan tersedia. Direktur Infrastruktur BAKTI Kementerian Kominfo Bambang Nugroho mengatakan, saat ini sedang dibangun BTS 4G di 421 lokasi di NTT. Diharapkan proyek tersebut bisa selesai tahun ini.
"Dengan beberapa keterbatasan saat ini, di tengah kondisi pandemi Covid-19, tentunya sebuah tantangan tersendiri," kata dia kepada Merdeka.com.
Klemens mengakui masih punya banyak mimpi untuk Desanya. Berbagai peluang dijajaki untuk dikelola BUMDes. Saat ini BUMDes Hadakewa sudah punya lini bisnis lain, yakni pariwisata. Wisata bertajuk ‘Hadakewa Night Paradise’. Lini usaha ini sudah bisa memberikan lapangan pekerjaan bagi 30 orang warga desa.
BUMDes juga menyiapkan lini usaha baru yakni internet. Lini usaha ini juga hasil kerja sama BUMDes dengan BAKTI Kominfo.
"Terakhir kerja sama dengan Bakti Kominfo kami siapkan internet desa lagi. Desa akan jual internet. bersaing dengan provider lain. Sekarang transformasi digital kalau tidak melek digital pasti tertinggal," tutup Klemens.
Baca juga:
Kawasan Budi Daya Udang Pertama RI akan Dibangun di Kebumen
Jurus Menteri Trenggono Genjot Ekonomi Warga Pesisir
Perum Perindo Berubah Menjadi Perseroan
Banyak Ikan Lemuru Terdampar di Pantai Watu Klotok Klungkung, Ini Penjelasannya
Cuaca Mendukung, Sektor Perikanan Tercatat Tumbuh 9,69 Persen di Kuartal II-2021
Ekonomi Nelayan Membaik di Masa Pandemi