Mati satu, tumbuh seribu
Nama kelompok teroris di Indonesia silih berganti. Jamaah Ansharut Daulah (JAD) kini disebut-sebut yang paling eksis.
Terorisme masih menjadi persoalan yang tak kunjung selesai dalam waktu dekat. Satu kelompok ditumpas, muncul kelompok baru, tapi dengan menggunakan jaringan lama. Belum lagi simpatisan baru hasil perekrutan dan pengkaderan. Ibarat mati satu, tumbuh seribu.
Saat menjabat Kapolri, Jenderal Badrodin Haiti di hadapan Komisi III DPR pernah memaparkan kelompok teroris yang tersisa saat ini berasal dari sisa-sisa dua gembong teroris yang sudah ditembak mati yakni Dr Azahari dan Noordin M Top saat tragedi bom Bali I. Setelah keduanya tewas, konsolidasi dilakukan dengan melakukan latihan militer di Aceh yang menyeret Ustaz Abu Bakar Ba'asyir ke penjara karena divonis sebagai donatur.
"Selanjutnya dipelopori Abu bakar Ba'asyir. Mereka memproklamirkan diri sebagai Tanzim Al Qaeda. Mereka melakukan fa'i, mereka melakukan perampokan," ungkapnya di Gedung DPR RI, Jakarta Senin 15 Februari silam.
Dari yang awalnya menyerang simbol barat yakni Amerika Serikat, sasaran teroris berubah menjadi polisi karena polisi dianggap penghalang aksinya. Teror itu yang dilakukan Santoso dan kelompok Mujahidin Indonesia Timur di Poso.
"Beberapa kelompok radikal yang setia kepada ISIS yakni kelompok JAD (Jamaah Ansharut Daulah), Abu Bakar Ba'asyir, kelompok Mujahidin Indonesia Timur, Santoso, Oman Abdurahman, Banten, ISIS faksi Rois. Ada sembilan kelompok Indonesia yang mendukung ISIS dan 21 kelompok di Singapura yang dukung ISIS," tuturnya.
Direktur Bidang Pencegahan BNPT Brigjen Pol Hamidin menyatakan, apapun nama kelompok teroris kini, pihaknya selalu mewaspadai gerakan radikal dan terorisme.
"Bisa dia JAD sama dengan JI (Jamaah Islamiyah) dulu. Misalnya dulu namanya mantiki sekarang namanya bitonah. Jadi itu senantiasa tetap ada dan kita waspadai," kata Hamidin di Bogor, Kamis (24/11).
Menurut Hamidin, kelompok JAD bukan yang paling eksis melakukan serangan teror di Indonesia. "Kita tidak bisa mengatakan kelompok mana yang eksis. Yang penting semua kelompok yang potensi untuk melakukan serangan itu kita waspadai," tutur dia.
Meski ada beberapa mantan napi masih melakukan teror, Hamidin menolak jika BNPT dinilai gagal dalam melaksanakan program deradikalisasi. Menurut dia, faktor ekonomi yang membuat mantan teroris bergabung kembali dengan kelompok-kelompok teroris.
"Kalau gagal, di dunia itu napi teroris yang mau gabung sama negara, kemudian dia mau ikut pencerahan di negara mana saya tanya? Hayo mana? Hanya Indonesia, mana ada, dan itu banyak. Yang menyatakan gagal dia tidak paham tentang psikologi teroris," kata Hamidin.
Dia mengatakan program deradikalisasi yang dilakukan BNPT targetnya di dalam lapas dan di luar lapas. Di mana para napi teroris memberikan informasi jaringan terorisnya dan pencerahan terhadap pandangan nasionalisme. Jika di luar lapas, mantan napi terus mendapatkan pembinaan hingga pihak keluarga.
Sebab, pihak keluarga mempunyai peran penting untuk menyadarkan mantan napi teroris. Setelah bebas, Balai Pemasyarakatan (Bapas) tugasnya yang mengawasi mereka di lingkungan masyarakat, namun BNPT terus memantau pergerakannya.
"Ada (napi teroris) dia yang mengaku bersalah tapi enggak mau memberikan informasi karena takut jaringan. Dan itu ada kategorinya. Yang kita sebut hardcore itu, dia sangat keras dia tidak NKRI tapi masih tetap pada pendiriannya itu kita sebut hardcore. Ada middle ada softcore. Kalau softcore itu setelah kembali dia jadi masyarakat normal," jelas Hamidin.
Pengamat terorisme Noor Huda Ismail mengatakan, jika ada anggota kelompok teroris yang keluar dari kelompok awalnya, mereka harus diwaspadai. Karena, mereka yang 'menyempal' biasanya melakukan aksi teror.
"Ya yang keluar dari organisasi utama itu. JI, JAT dan JAD itu hanya wadah sementara," kata Noor Huda saat dihubungi merdeka.com.
Dia juga menyebutkan banyak mantan napi teroris yang sudah bebas, namun mayoritas tak membahayakan. Hanya segelintir yang masih aktif anggota kelompok-kelompok itu.
Mereka juga bisa bergerak dan melakukan ancaman teror jika ada pemantiknya. "Pemantik itu bisa dari luar seperti konflik di Suriah atau Moro dan lainnya. Dari dalam seperti kondisi politik dalam negeri," kata dia.
Noor Huda yang juga pendiri Yayasan Prasasti, mengatakan, aparat keamanan harus berintegrasi dengan lingkungan sosial untuk memantau pergerakan para mantan napi teroris. "Baru setelah bebas kita terus bantu mereka diterima masyarakat dengan pelan-pelan dilepas dari jaringan sosial lama dia. Masalah resividisme itu lebih karena jaringan sosial dari pada ideologi," tutupnya.
Baca juga:
Membuat teroris insyaf
Mereka yang luput dari pantauan
Cerita mantan teroris ditolak bikin KTP
Mengerikannya terduga teroris Rio, ingin bisniskan bom rakitannya
Masyarakat diminta tak mudah terpengaruh paham radikal
BNPT terus pantau pergerakan jaringan teroris di Tanah Air
-
Bagaimana cara mencegah tindakan terorisme? Cara mencegah terorisme yang pertama adalah memperkenalkan ilmu pengetahuan dengan baik dan benar. Pengetahuan tentang ilmu yang baik dan benar ini harus ditekankan kepada siapa saja, terutama generasi muda.
-
Bagaimana peran Ditjen Polpum Kemendagri dalam menangani radikalisme dan terorisme? Ketua Tim Kerjasama Intelijen Timotius dalam laporannya mengatakan, Ditjen Polpum terus berperan aktif mendukung upaya penanganan radikalisme dan terorisme. Hal ini dilakukan sejalan dengan Peraturan Presiden (Perpres) Nomor 7 Tahun 2021 tentang Rencana Aksi Nasional Pencegahan dan Penanggulangan Ekstremisme Berbasis Kekerasan yang Mengarah pada Terorisme Tahun 2020-2024.
-
Dimana serangan teroris terjadi? Serangan tersebut terjadi di gedung teater Crocus City Hall yang berlokasi di Krasnogorsk, sebuah kota yang terletak di barat ibu kota Rusia, Moskow.
-
Siapa yang berkomitmen untuk memperhatikan para penyintas terorisme? Badan Nasional Penanggulangan Terorisme Republik Indonesia (BNPT RI) komitmen perhatikan para penyintas.
-
Kapan trem di Jakarta dihentikan? Operasional trem kemudian dihentikan pada 1959.
-
Bagaimana upaya Pemerintah Provinsi DKI Jakarta untuk mengurangi kemacetan di Jakarta? Pemerintah Provinsi DKI Jakarta masih mengkaji rencana perubahan jam kerja di DKI Jakarta yakni masuk pada jam 08.00 WIB dan 10.00 WIB dengan harapan dapat mengurangi kemacetan hingga 50 persen.