Masalah Mata Minus Mungkin Dialami oleh Balita, Kenali Terjadinya Gejala Rabun Jauh pada Anak
Masalah rabun jauh mungkin dialami oleh anak dan menunjukkan sejumlah gejala yang perlu dikenali orangtua berikut.
Dokter spesialis mata, Andreas Surya Anugrah, menjelaskan bahwa dalam praktik sehari-hari, banyak anak-anak yang telah mengalami miopi, yaitu gangguan penglihatan yang mengakibatkan kesulitan melihat objek dari jarak jauh. Kondisi ini sering disebut oleh masyarakat sebagai rabun jauh atau mata minus. "Kadang-kadang usia masih kecil sudah bisa terjadi rabun jauh di usia 5 tahun. Lalu, 6 tahun itu paling banyak, di bawah lima tahun juga ada tapi kasusnya tidak banyak," ungkap Andreas dalam wawancara dengan Kementerian Kesehatan baru-baru ini. Meskipun anak di bawah lima tahun juga dapat mengalami rabun jauh, kasusnya relatif sedikit.
Bagaimana orang tua dapat mengetahui apakah anak mereka mengalami masalah penglihatan? Andreas menjelaskan bahwa anak-anak di bawah usia lima tahun mungkin belum mampu menyampaikan apa yang mereka rasakan. Namun, ia berpendapat bahwa generasi Alpha memiliki kemampuan yang lebih baik dalam mengekspresikan perasaan mereka. "Gen Alpha, banyak yang sudah pinter kemampuan bahasanya, sudah ekspresi jadi makin mudah untuk mendeteksi bagi orangtua," kata edukator kesehatan mata tersebut. Oleh karena itu, penting bagi orang tua untuk memperhatikan kebiasaan anak mereka. Anak-anak dengan gangguan penglihatan biasanya menunjukkan perilaku berikut:
-
Apa yang menyebabkan mata minus pada anak? Penyebab mata minus pada anak adalah salah satu yang perlu diwaspadai.
-
Apa tanda mata anak bermasalah? 'Salah satu ciri atau tandanya biasanya anak-anak suka memicingkan matanya. Itu dia memicingkan mata untuk mencoba penglihatannya agar fokus agar apa yang dia lihat terlihat jelas,' kata Lely beberapa waktu lalu dilansir dari Antara.
-
Apa saja gejala mata minus bertambah? Terdapat beberapa gejala mata minus bertambah tinggi, antara lain sensitif terhadap cahaya, penglihatan kabur, dan mudah lelah saat menggunakan mata.
-
Apa penyebab utama mata minus? Salah satu penyebab utama mata minus adalah faktor genetik.
-
Siapa yang berisiko mengalami mata minus? Jika salah satu atau kedua orang tua menderita miopia, anak-anak mereka memiliki risiko lebih tinggi untuk mengembangkan kondisi yang sama.
-
Bagaimana cara mencegah mata minus pada anak? Membiarkan anak berada di dalam rumah dalam waktu yang lama dapat memengaruhi kesehatan matanya. Penelitian menunjukkan bahwa anak yang lebih banyak bermain di luar ruangan memiliki risiko lebih rendah mengalami gangguan mata, termasuk mata minus.
- Kerap menyipitkan mata saat melihat sesuatu
- Berkedip-kedip ketika melihat sesuatu
- Melototkan mata
- Melihat benda atau objek dengan jarak yang semakin dekat
- Mengatur posisi kepala berulang kali saat melihat
- Mengeluh sakit di bagian atas alis
- Mengeluh sakit di kepala
"Jika ada gejala itu, harus curiga," tegas Andreas. Langkah selanjutnya adalah membawa anak ke dokter mata untuk memeriksakan kondisi penglihatan mereka dan mendapatkan diagnosis yang tepat.
Perlunya Memeriksa Mata Anak
Andreas menjelaskan bahwa pemeriksaan mata pada anak adalah prosedur yang aman untuk dilakukan. Prosesnya dimulai dengan pemeriksaan fisik, diikuti dengan penggunaan snellen chart. "Pada anak balita yang belum mengenal angka dan huruf, pemeriksaan dilakukan dengan menggunakan gambar. Saat ini, teknologi digital sangat membantu dalam proses tersebut," ujarnya. Ia juga menambahkan, "Papa mama enggak perlu takut ya," untuk memberikan ketenangan kepada orang tua.
Apabila hasil pemeriksaan menunjukkan bahwa anak mengalami rabun jauh, maka akan ada gangguan dalam penglihatan. "Dia waktu melihat objek, bayangan objek itu tidak jatuh tepat di penglihatan sehingga terlihat kabur," jelas Andreas. Agar bayangan dapat jatuh tepat di pusat penglihatan, prinsip fisika dapat dimanfaatkan dengan menggunakan kaca untuk membelokkan cahaya. "Bisa dengan kacamata, soft lens, atau lensa ditanam tapi harus ada pemeriksaan dan indikasi dulu ya," tambahnya. Untuk menentukan alat bantu penglihatan yang tepat, terdapat berbagai pertimbangan yang harus diperhatikan.
Pertimbangan tersebut meliputi kepatuhan anak dalam menggunakan kacamata, aktivitas sehari-hari anak, ketersediaan layanan, serta aspek finansial. "Tidak semua kasus bisa pakai kacamata, tidak semua kasus bisa lensa kontak, dan tidak selalu terpaksa tanam lensa. Ada banyak pertimbangan," ujar Andreas. Jika anak memerlukan alat bantu penglihatan, ia mengingatkan orangtua untuk secara rutin membawa anak ke dokter mata untuk pemantauan. "Jadi tidak hanya minus terus dibenerin, misalnya dengan kacamata, lalu sudah. Tidak begitu. Jadi tetap harus dipantau," pungkasnya.
Kurangi Waktu Anak di Depan Layar
Jika anak mengalami miopi, penting untuk terus menggunakan alat bantu penglihatan agar mereka dapat melihat dengan jelas. Selain itu, upayakan untuk mengurangi waktu yang dihabiskan di depan layar dan tingkatkan aktivitas di luar ruangan. Langkah ini bertujuan untuk meminimalkan kemungkinan penambahan minus pada mata. "Screen time dan berada di dalam ruang itu melihat dekat. Melihat dekat itu meningkatkan risiko terjadinya rabun jauh," ungkap Andreas.
Aturan mengenai screen time bagi anak di bawah dua tahun adalah nol jam, kecuali untuk video call dengan keluarga atau orang terkasih. Sementara itu, anak usia 2-5 tahun sebaiknya dibatasi screen time maksimal satu jam per hari. Bagi anak yang berusia di atas lima tahun, Andreas menyarankan agar tetap membatasi durasi paparan layar. Jika anak sudah memasuki usia SD, di mana banyak tugas sekolah memerlukan penggunaan layar, alokasikan waktu satu jam untuk screen time dan berikan jeda panjang selama satu jam sebelum melanjutkan. "Misal di pagi hari sejam, lalu sore hari sejam lagi screen time," jelasnya.
Banyak Beraktivitas di Luar Ruangan
Andreas mengajak orangtua untuk lebih aktif dalam mengajak anak-anak mereka melihat berbagai hal dari jarak jauh. Salah satu cara yang bisa dilakukan adalah dengan membawa anak keluar rumah di pagi hari untuk menikmati pemandangan yang luas. Jika tidak memungkinkan, orangtua bisa membuka jendela dan mengajak anak melihat ke luar untuk memperluas pandangan mereka. "Jadi terus encourage atau dukung anak, bisa juga pakai sistem reward bila anak berhasil pakai kacamata secara patuh. Saya kira its okay ya kan tujuannya baik," kata Andreas.