Melestarikan elang demi menjaga ekosistem
Sejak terbentuk pada akhir 2008, SE-TNHS telah melepasliarkan sekitar 24 elang.
Dua elang brontok terlihat bertengger dengan gagah di atas batang pohon yang terdapat dalam kandang masing-masing.
Satu burung pemangsa, didominasi warna coklat di bagian atas dan putih di sisi bawah tubuh, baru mendiami kandang berjaringterletak di Suaka Elang Taman Nasional Halimun-Salak (SE-TNHS)kurang dari setahun.
-
Mengapa keberadaan satwa langka di lereng Gunung Slamet terancam? Beberapa satwa langka itu masih dapat dijumpai walau keberadaan mereka terancam oleh para ulah pemburu liar.
-
Kenapa Gunung Salak disebut Gunung Salak? Banyak orang salah menganggap bahwa Gunung ini dinamakan Gunung Salak karena terdapat banyak perkebunan salak di sekitarnya. Namun, sebenarnya, nama "Salak" berasal dari Bahasa Sansekerta, yakni "Salaka," yang memiliki arti 'Perak'.
-
Di mana situs-situs bersejarah berada di sekitar Gunung Salak? Sejumlah situs tersebar di kaki Gunung Salak.
-
Apa yang dimaksud dengan "Kabuyutan" dalam konteks Gunung Salak? Kabuyutan adalah tempat larangan. Tidak semua orang boleh masuk. Biasanya digunakan sebagai tempat peribadatan dan dianggap suci.
-
Apa yang dilakukan oleh Kasad Maruli Simanjuntak di Gunung Sangga Buana? Kepala Staf Angkatan Darat (Kasad) Jenderal TNI Maruli Simanjuntak menghadiri acara pelepasan elang Jawa di tempat latihan Kostrad.
-
Bagaimana cara Kementerian LHK dalam mengelola sumber daya hutan agar tetap lestari? Tantangan pengelolaan sumber daya hutan akan terus bertambah, turbulensi-turbulensi baru akan terus bermunculan. Mari kita elaborasi langkah lanjut untuk menghadapi berbagai tantangan," ujar Siti dalam puncak peringatan Dies Natalis di UGM, Yogyakarta, Jumat (20/10).
Elang brontok di TNHS ©2017 Merdeka.com/hery h winarno
Tak seberapa lama ketimbang tetangganya, Si Hitam. Dia sudah menjadi penghuni kandang sejenis sejak enam tahun lalu.
"Kami sudah hilang harapan untuk melepasnya di alam liar," kata Seva Nazar, petugas SE-TNHS, ketika berbincang dengan merdeka.com, Senin lalu.
Insting Si Hitam sebagai burung pemangsa tak kunjung muncul lantaran sejak kecil sudah berada dalam asuhan. Makanya, dia masih suka mendekat kalau ada manusia. Oleh karena itu, ketimbang dilepasliarkan, Si Hitam dimanfaatkan untuk edukasi masyarakat.
Sebenarnya, SE-TNHS memiliki tiga elang lain saat ini. Satu berjenis Ular Bido, dua sisanya Brontok. Namun, ketiganya berada di kandang rehabilitasi yang tidak boleh dilihat pengunjung.
Elang brontok di TNHS ©2017 Merdeka.com/hery h winarno
Suaka Elang memiliki tiga jenis kandang konservasi. Pertama, kandang transit yang dipersiapkan sebagai tempat penampungan pertama untuk elang yang akan dikonservasi. Biasanya, SE-TNHS menerima pelimpahan elang dari Pusat Penyelamatan Satwa (PPS) Cikananga dan Gadog. Selain membeli di pasar satwa, PPS juga sering mendapatkan elang dari masyarakat.
"Biasanya masyarakat menyerahkan elang karena sudah tak sanggup lagi memelihara atau sakit," katanya. "Kandang transit ini disediakan untuk elang beradaptasi dengan lingkungan baru. Biasanya hanya semingguan saja," kata Seva.
Kedua, kandang pamer (display) untuk elang dinilai sudah bisa beradaptasi. Di kandang itu, elang dilatih untuk bisa hidup di alam liar dan itu bisa makan waktu bertahun-tahun. Segala aktivitas elang di kandang tersebut bisa dilihat manusia.
"Kami memberi makan marmut sehari satu kali. Puasa pada Selasa dan Jumat. Karena di alam liar, elang belum tentu dapat makan setiap hari."
Ketiga, kandang rehabilitasi. Ini sebagai tempat terakhir sebelum elang dilepas ke alam liar. SE-TNHS memiliki sejumlah indikator untuk melepasliarkan elang. Diantaranya, cara makan, frekuensi terbang, dan responnya terhadap manusia.
"Elang yang siap dilepas itu kalau dikasih makan, dia bawa makanan itu ke atas pohon," kata Seva.
"Kemudian, terbangnya lebih sering. Kalau ada manusia, dia menjauh, stress, nubruk sana-sini."
Jika sudah berada di kandang rehabilitasi, elang tak perlu menunggu lama untuk dilepas.
"Tinggal mencari tempat yang cocok untuk pelepasan."
Dalam waktu dekat, SK-TNHS bakal melepasliarkan satu Ular Bido. Elang itu sudah dikonservasi sejak sekitar delapan tahun lalu.
"Kami mengira elang ini akan mati karena saat pertama ditemukan sayapnya patah kena jerat."
Di luar itu, sejak terbentuk pada akhir 2008, SE-TNHS telah melepasliarkan sekitar 24 elang. Sebagian besar Elang Jawa. Burung pemangsan dengan nama ilmiah Nisaetus Bartelsi itu memiliki keunikan ketimbang elang lainnya.
Dia hanya bisa menetaskan telurnya dengan sukses sekali dalam dua tahun. Makanya, populasi kecil ditambah perburuan liar menjadikan Elang Jawa sebagai spesies terancam punah.
Di sisi lain, Elang Jawa bisa berbagi wilayah dengan elang jenis lain. Namun, tidak untuk sesama Elang Jawa.
Maka itu, lokasi pelepasan minimal berjarak 5 kilometer dari teritori Elang Jawa lainnya. Kecuali, Elang Jawa yang dilepas berpasangan.
"Kami juga hanya melepasnya di Jawa, karena tak ingin melawan hukum alam," katanya. "Terakhir melepas Elang Jawa di Curug Nangka, tahun lalu. Paling jauh Yogyakarta."
Adapun elang jenis lain bisa dilepas di luar Jawa. Suaka Elang pernah melepasliarkan Brontok di Hutan Adat Buluh Cina, Kampar, Riau, pada 2012. Dilanjutkan, pelepasan Ular Bido di Pusat Pelestarian Satwa Liar Tambling, Lampung, pada 2015.
Lalu, bagaimana nasib elang-elang yang dilepas tersebut? tak tahu pasti.
Namun, yang jelas, Suaka Elang masih melakukan pemantauan terhadap burung pemangsa yang dilepas. Jika selama pemantauan, biasanya dua minggu hingga satu bulan, elang kembali ke tempat pelepasan. Maka, artinya, burung berdarah panas itu tak siap bertahan hidup di alam liar.
"Elang di lepas di pinggir hutan yang terbuka, jauh dari pemukiman dan memberikan penanda kertas vynil pada sayap untuk memudahkan pemantuan dengan menggunakan binokular," katanya.
"Pernah ada yang kembali ke tempat pelepasan. Kami bawa pulang dan kini sudah dilepas lagi."
Seva sudah menggeluti dunia satwa sejak 2005. Tiga tahun kemudian mulai fokus terlibat dalam konservasi elang. Menurutnya, melestarikan elang, merupakan salah satu predator utama, berarti ikut menjaga keseimbangan ekosistem.
Baca juga:
Burung Garuda, dewa atau Elang Jawa
Karena tergiur gepokan fulus
Kondisi memprihatinkan puluhan hewan dilindungi yang dijual online
Macam-macam penyebab bikin populasi Pesut Mahakam terancam punah
'Rumahnya' digusur, orangutan ini kelaparan hingga rusak kebun nanas
Begini kondisi memprihatinkan beruang madu di Kebun Binatang Bandung