Sudah Cukupkah Alutsista ‘Sayap Pelindung Tanah Air’ Menjaga Langit Indonesia?
Alat Utama Sistem Senjata (Alutsista) dibutuhkan sebagai urat nadi pertahanan. Pelindung langit Indonesia.
Alat Utama Sistem Senjata (Alutsista) dibutuhkan sebagai urat nadi pertahanan. Pelindung langit Indonesia.
Sudah Cukupkah Alutsista ‘Sayap Pelindung Tanah Air’ Menjaga Langit Indonesia?
Dilengkapi 4 senapan mesin kaliber 20 mm, 8 tabung peluncur roket yang terbentang di kedua sayap. Pesawat jet ini dilengkapi kemampuan membawa 2 bom seberat 200 kg di badan utama pesawat.
-
Apa yang nyaris digunakan oleh TNI AU sebagai pesawat tempur? Jet tempur terbaru itu nyaris memperkuat TNI AU. Batal di saat-saat terakhir.
-
Apa yang akan di miliki TNI AU dalam waktu dekat? Kepala Staf Angkatan Udara (KSAU) Marsekal TNI Mohammad Tonny Harjono menyebutkan TNI AU segera memiliki pesawat nirawak baru yang akan melengkapi alat utama sistem senjata (alutsista) nasional.
-
Bagaimana kemampuan TNI AU saat itu dibandingkan dengan negara tetangga? “Negara-negara tetangga pada tahun 1962, belum memiliki pesawat tempur supersonik seperti MiG-21,” tulis Marsekal Muda (Pur) Wisnu Djajengminardo.Hal itu dimuat dalam biografinya Kesaksian Kelana Angkasa yang diterbitkan Angkasa Bandung.
-
Kapan Sesko TNI AU resmi didirikan? Seskoau resmi didirikan pada tanggal 1 Agustus 1963.
-
Di mana TNI dibentuk? Dahulu TNI dibentuk dan dikembangkan dari sebuah organisasi bernama Badan Keamanan Rakyat (BKR).
-
Apa tujuan utama misi pengeboman TNI AU di Singapura? Direncanakan 50 persen bom yang dijatuhkan dari pesawat itu akan mampu menghancurkan landasan sekaligus mencegah musuh melakukannya," kata Pedet.
Dia adalah de Havilland Vampire. Pesawat jet buah dari diplomasi senjata yang dilakukan pemerintah Indonesia guna kepentingan mempertahankan kemerdekaan. Pasca pengakuan kedaulatan dari pemerintah Belanda tahun 1949.
Pesawat hibah dari Inggris ini, bermesin jet 882 km/jam dan memiliki jangkauan jelajah 1.900 km, serta dapat terbang hingga ketinggian 13.000 km.
Saat itu, Indonesia menerima bantuan yang diberikan Inggris secara cuma-cuma untuk kepentingan negara. Tepat 18 Januari 1956, delapan unit Vampire berhasil menjajal uji terbang dari landasan udara Husein Sastranegara, Bandung.
Bisa dibilang, kehadiran Vampire menjadi pondasi era kemajuan militer Indonesia, khususnya bagi TNI Angkatan Udara Republik Indonesia. Pada masanya, TNI AU menjadi kekuatan besar yang sangat diperhitungkan negara-negara lain. Pesawat jet tempur ini menjadi bukti, Alat Utama Sistem Senjata (Alutsista) dibutuhkan sebagai urat nadi pertahanan. Pelindung langit Indonesia. Sesuai amanat Presiden pertama Indonesia, Soekarno.
“Kuasai udara untuk melaksanakan kehendak nasional, karena kekuatan nasional di udara adalah faktor yang menentukan dalam perang modern,” demikian pesan bung Karno, saat pidato Ulang Tahun TNI Angkatan Udara ke-9, tahun 1955.
Situasi geopolitik global dewasa ini, mengharuskan sebuah negara membangun pertahanan kokoh. Terlebih Indonesia yang secara geografis negara kepulauan. Memiliki lebih dari 17.000 Pulau. Menjaga wilayah dari langit adalah keharusan.
Indonesia memiliki peta jalan atau road map menuju 100 persen Minimum Essential Forces (MEF) atau Kekuatan Pokok Minimum. Telah dimulai sejak era Pemerintahan Susilo Bambang Yudhoyono dan dilanjutkan Joko Widodo.
Dukungan Anggaran
Dukungan anggaran negara tentu menjadi faktor utama penguatan alutsista. Tiga tahun terakhir, pemerintah mengalokasikan anggaran cukup besar untuk modernisasi alutsista dalam negeri.
Dalam APBN 2024, pemerintah mengalokasikan Rp43 triliun untuk program modernisasi alutsista, non-alutsista, dan sarana prasarana pertahanan. Tahun sebelumnya, 2023, alokasi anggaran untuk modernisasi alutsista mencapai Rp35,19 triliun. Tahun 2022, Rp 43,26 triliun dialokasikan untuk modernisasi alutsista.
Pengadaan alutsista TNI AU salah satu prioritas Menteri Pertahanan Prabowo Subianto. Sejumlah kontrak pembelian telah disiapkan.
Kontrak alutsistas secara berkala akan melengkapi kekuatan militer AU Indonesia yang sebelumnya telah memiliki, 474 pesawat diantaranya ada 41 pesawat tempur, 23 pesawat penyerang khusus, 17 pesawat misi khusus, 172 helikopter, dan 15 helikopter serang.
- Indonesia Alami Deflasi 5 Bulan Berturut-Turut, Airlangga: Hasil Kerja Keras Pemerintah
- Ilmuwan Ungkap Sungai Tertua di Dunia Terletak di Negara Tetangga Indonesia, Usianya 350-400 Juta Tahun
- Menilik Uniknya Kotta mara, Benteng Apung Milik Orang Kalimantan yang Digunakan saat Perang Banjar
- Terungkap, Ini Alasan Menteri Trenggono Tahan Ekspor Pasir Laut Indonesia
Alutsista Baru Penjaga Langit Indonesia
Dengan luas wilayah Indonesia, jumlah alutsista belum memadai untuk menjaga langit nusantara yang memiliki luas 1.916.906 kilometer persegi. Sejumlah alustista pun disiapkan untuk menambah kekuatan pertahanan. TNI AU telah menerima alutsista baru sebanyak delapan unit Helikopter H225M, lima unit pesawat angkut C-130 J Super Hercules buatan Lockheed Martin, lima unit pesawat jenis NC-212i buatan PT Pindad Indonesia (PTDI), delapan unit drone tempur CH-4 buatan China, serta Radar RAT-31 DL/M.
“Heli H225M 1 Skadron, C130 TYPE J 5 pesawat, CASSA 212 1 Skadron, CH4 UCAV 1 Skadron. Sementara di Lanud Halim. Operasi Udara keseluruhan,” kata Kadispen AU, Marsma Pnb Ardi Syahri saat dihubungi, Jumat (7/6).
Setelah itu secara secara berkala alutsista lainnya yang akan diterima seperti 42 Jet Dassault Rafale buatan Dassault Aviation di Perancis, 2 Pesawat Airbus A-400M, serta pengadaan 13 unit sistem radar Ground Control Interception (GCI) GM-403 dari Thales, Prancis.
Sedangkan untuk alutsista yang masih dalam penjajakan diantaranya 24 helikopter Sikorsky S-70M Black Hawk dari Amerika Serikat, 24 unit pesawat F-15ID (F-15EX).
Sederet alutsista tersebut diakui belum ideal. Namun, sudah mengarah ke Minimum Essential Forces (MEF) dengan ambang batas standar 70 persen. TNI AU masih sangat membutuhkan alutsista yang lebih canggih dan modern.
“Untuk Ideal belum, namun sudah memenuhi standard MEF,” ucap Ardi.
Prioritas Utama
Langkah pemerintah memesan dan membeli alutsista sudah tepat. Terkhusus kerja sama kontrak pembelian dari negara produsen alutsista modern.
“Pengembangan kapabilitas TNI AU, Dengan situasi geopolitik saat ini, langkah yang tepat dalam pembelian alat utama sistem persenjataan (alutsista) adalah dari Prancis. Mengingat keunggulan teknologi serta posisi politik Prancis yang lebih netral,” kata Pengamat militer dari LESPERSSI, Beni Sukadis saat dihubungi.
Prancis dikenal sebagai negara yang memiliki kemandirian dalam produksi alutsista. Serta bersedia bekerja sama dalam skema offset (timbal balik dagang dalam pembuatan suku cadang pesawat atau kerja sama lainnya).
Namun, Beni mengingatkan capaian target MEF tahap III Renstra 2020-2024 yang sedianya belum mencapai target. Meski sudah menunjukan jarak yang cukup besar dari rencana yang telah ditetapkan sejak 14 tahun lalu.
“Dalam konteks pengawasan dan penjagaan wilayah teritorial udara, beberapa peralatan pertahanan seperti radar, drone, dan alat deteksi lainnya masih menjadi prioritas utama,” kata dia.
Maka dari itu, pentingnya melanjutkan rencana penguatan pertahanan udara. Terlebih, semua sistem atau platform pertahanan udara tidak ada yang berdiri sendiri, semua saling keterkaitan.
“Apakah sistem deteksi dini berupa radar dan lain-lain, jet tempur, pesawat patroli udara, artileri pertahanan udara, yang masing-masing memiliki fungsi saling terkait dan memperkuat pertahanan udara secara menyeluruh,” ucapnya.
Kekuatan Udara Modern dan Siap Tempur
TNI AU segera memiliki pesawat nirawak baru yang akan melengkapi alutsista nasional. Sejumlah pesawat nirawak yang tengah didatangkan tersebut antara lain drone CH-4, Anka, serta Bayraktar dengan jenis "Medium Altitude Long Endurance" (MALE). Kepala Staf Angkatan Udara (Kasau) Marsekal TNI Mohammad Tonny Harjono menerangkan, pesawat terbang tanpa awak itu berteknologi satelit sehingga mampu mendukung pertempuran "beyond visual range" (BVR) atau pertempuran udara jarak jauh.
"Angkatan udara menjadi angkatan udara yang adaptif mengikuti perkembangan teknologi dan perkembangan situasi nasional, regional, maupun global," kata Tonny Harjono usai acara HUT ke-78 TNI AU di Lapangan Dirgantara AAU, Bantul, Daerah Istimewa Yogyakarta, Senin (22/4/2024).
Pengamat militer Institute for Security and Strategic Studies (ISESS) Khairul Fahmi menilai keberlanjutan penguatan TNI dengan pengadaan alutsista harus terus dilakukan. Terutama TNI Angkatan Udara.
Dari segi kekuatan militer Indonesia, TNI AU dinilai masih sedikit tertinggal dibanding dua matra lainnya.
“Apalagi untuk benar-benar menjadi kekuatan yang disegani dunia (TNI AU) masih jauh yah. Dilihat dari capaian MEF saja TNI AU masih paling bawah, kalau TNI AD bisa dibilang kisaran 80%, TNI AL 60% nah TNI AU masih paling bawa kalau tidak salah masih dibawah 60% lah. sehingga tertinggal dari matra lain,” ucapnya.
Menurut Fahmi, wajar ketika dalam lima tahun terakhir diperkuat isu pembelian alutsista udara. Karena kekuatan udara saat ini telah menjadi konsen yang wajib diprioritaskan pemerintah.
Di era modern, pertahanan udara menjadi sangat vital. Apalagi banyak pelanggaran lingkup udara. Serta konflik seperti Israel - Palestina maupun Ukraina - Rusia yang seharusnya menjadi perhatian pemerintahan Indonesia.
“Kita butuh kehadiran kekuatan udara yang bukan saja modern tetapi juga siap tempur dan mampu menjalankan multi misi dan multi peran,” ucapnya.
Kemudian yang tidak kalah penting adalah kemampuan pertahanan dan pengendalian pangkalan. Bagi Indonesia kekuatan udara nasional berperan penting menjaga kekuatan NKRI di udara. “Terutama dengan kehadiran pesawat tempur yang andal,” sambung Fahmi.
Pentingnya Pertahanan Negara
Dari segi peringkat, berdasarkan rilis peringkat militer Dunia yang dikeluarkan Global Firepower, Indonesia menempati peringkat 13 dari 145 negara dunia di 2024.
Indonesia tidak bisa terlena dengan angka statistik peta kekuatan militer Dunia. Terpenting adalah, alutsista yang dimiliki bisa digunakan dengan maksimal.
“Kalau itu dijadikan acuan dan kita bangga-banggakan, kita khawatirnya itu tadi menjadi kebanggaan semu. Karena secara jumlah kita sudah oke, variannya lengkap, kemampuan oke. Tapi dari sekian banyak bagaimana kesiapan tempurnya, karena pesawat tidak hanya bisa terbang tapi harus siap tempur,” ujarnya.
Sejak awal menjabat pada 2014, Menteri Pertahanan Prabowo Subianto menegaskan fokus perhatiannya dalam membangun pertahanan Indonesia. Salah satunya melalui sejumlah kerja sama pertahanan dan pembelian alutsista untuk TNI.
Ketegasan itu bukan untuk menyerang siapa pun atau gagah-gagahan. Jauh lebih penting, memperkokoh pertahanan Indonesia.
"Kita bukan mau gagah-gagahan, bukan kita mau mengancam siapa pun. Kita ingin damai, tapi kita ingin tetap merdeka. Kita ingin damai, tapi kita ingin tetap berdaulat," kata Prabowo dalam sambutannya saat acara penyerahan 8 unit Helikopter H225M untuk TNI AU di Lanud Atang Sendjaja, Bogor, Jumat (1/12).
Prabowo melanjutkan, keberadaan militer penting dalam mendukung pertahanan yang kuat untuk menjamin kemerdekaan Indonesia.
"Pertahanan mahal, kemerdekaan itu mahal, kedaulatan itu mahal. Kita harus mengerti bahwa memiliki suatu angkatan perang adalah mutlak untuk menjamin kemerdekaan kita," tegas Prabowo.