Pemkot Surabaya tunggu hasil uji materi soal kelola SMA/SMK dari MK
Pemkot Surabaya tunggu hasil uji materi soal kelola SMA/SMK dari MK. Dia tidak menampik ada kemiripan dalam uji materi UU 23/2014 tentang Pemda. Dalam sub item kewenangan pengelolaan SMA/SMK, antara yang diajukan Wali Kota Blitar Samanhudi Anwar dan empat warga Kota Surabaya.
Meski gugatan Pemkot Blitar, Jawa Timur kandas, masih ada satu perkara lagi di Mahkamah Konstitusi (MK) terkait pengelolaan SMA/SMK, yang kewenangannya beralih dari kabupaten/kota ke pemerintah provinsi berdasarkan Undang-Undang (UU) Nomor 23/2014. Perkara itu diajukan oleh empat warga Kota Surabaya.
Menurut Wakil Wali Kota Surabaya, Whisnu Sakti Buana, perkara bernomor 31/2016 itu diajukan, karena warganya merasa mengalami kerugian konstitusional. Namun hingga hari ini, belum ada panggilan dari panitera MK untuk pembacaan putusan majelis hakim.
"Saya dan Ibu Wali Kota (Tri Rismaharini) serta seluruh warga Kota Surabaya, masih menunggu ujung akhir dari persidangan di MK itu, yakni apakah majelis hakim mengabulkan atau menolak uji materi tersebut," ujar Whisnu, Jumat (21/7).
Whisnu menegaskan bahwa, warga mempunyai legal standing untuk mengajukan uji materi terkait UU Nomor 23/2014 itu, karena mereka terkena langsung dampak perubahan kewenangan pengelolaan SMA/SMK itu, dari Pemkot ke Pemprov.
Kerugian konstitusional yang dimaksud, lanjut dia, menyusul peralihan itu Pemprov Jawa Timur kemudian menerapkan skema 'pendidikan berbayar' untuk siswa-siswa SMA/SMK Negeri. Selain itu, subsidi untuk sekolah swasta menjadi hilang.
Padahal, ketika kewenangan SMA/SMK ditangani Pemkot Surabaya, Wali Kota Risma sanggup menerapkan kebijakan pendidikan gratis atau bebas biaya untuk para siswa sekolah negeri. Dan, untuk siswa-siswa sekolah swasta diberikan subsidi berupa BOPDA (Bantuan Operasional Daerah).
"Kami masih berharap majelis hakim MK berpihak pada kepentingan warga dengan melakukan terobosan hukum," kata Whisnu.
Dia tidak menampik ada kemiripan dalam uji materi UU 23/2014 tentang Pemda. Dalam sub item kewenangan pengelolaan SMA/SMK, antara yang diajukan Wali Kota Blitar Samanhudi Anwar dan empat warga Kota Surabaya. Dan, seperti diketahui, Majelis Hakim MK menolak uji materi tersebut pada Rabu (19/7) lalu.
"Meski harapannya kecil, kami di Kota Surabaya berharap ada terobosan hukum dari Majelis Hakim MK yang terhormat. Ini mengingat kepentingan anak-anak dalam urusan pendidikan. Bagi mereka, sekolah itu sangat penting. Dan pendidikan berbayar itu memberatkan beban keuangan warga," kata Whisnu.
Kembali dia menegaskan, kekhawatiran Wali Kota Risma bahwa akibat penerapan pendidikan berbayar adalah potensi bertambahnya angka putus sekolah di Kota Surabaya dan daerah-daerah lain. "Dan, satu-satunya tempat memohon keadilan adalah majelis hakim MK. Semoga masih ada harapan untuk kami," pungkasnya.