4 Pembunuh Siswi SMP di Kuburan China Palembang Kini Bantah Sebagai Pelaku, Siap Sumpah Pocong
Mereka siap melakukan sumpah pocong karena berdalih bukan pelakunya.
Pengakuan mengejutkan datang dari empat remaja yang menjadi tersangka kasus pembunuhan dan perkosaan siswi SMP, AA (13). Mereka siap melakukan sumpah pocong karena berdalih bukan pelakunya.
Kuasa hukum keempat tersangka, Hermawan menyebut sumpah pocong itu dinyatakan tersangka IS (16) saat dibesuk orangtuanya pertama kali setelah penangkapan. Tersangka dan tiga temannya mengaku tidak mengetahui sama sekali peristiwa itu, apalagi terlibat membunuh dan memperkosa korban.
- Perlawanan Kubu 4 ABG Pembunuh & Pemerkosa Siswi SMP di Sumsel: Dakwaan JPU Tak Cermat & Soroti Hasil Visum
- Pengakuan Keluarga Siswi SMP Korban Pembunuhan di Palembang: Orang Tua Tersangka Ngotot Tak Bersalah, Enggan Minta Maaf
- Ini Dakwaan 4 ABG Pembunuh dan Pemerkosa Siswi SMP di Kuburan China
- Baru Usia 13 Tahun, Sadisnya Kelakuan 4 Bocah Bunuh lalu Perkosa Mayat Siswi SMP di Kuburan China
"Klien kami siap sumpah pocong karena merasa bukan pelakunya. Mereka tidak terlibat," ungkap Hermawan, Kamis (26/9).
Penjelasan Kuasa Hukum Pelaku
Pengakuan itu, kata Hermawan, sejalan dengan hasil analisa kasus yang dilakukan. Pihaknya menemukan banyak kejanggalan terkait kronologis kejadian hingga penemuan mayat.
Semisal jedah waktu tindak pidana dan pertemuan keempat kliennya dengan korban begitu singkat. Mayat korban ditemukan warga di kuburan China sekitar pukul 15.20 WIB atau pada saat acara kuda lumping berlangsung tak jauh dari lokasi penemuan.
Hanya saja, empat kliennya para kliennya berjalan menuju lokasi kuda lumping satu jam sebelumnya, tepatnya pukul 14.00 WIB. Sejak itu mereka menonton kuda lumping sampai selesai berdasarkan keterangan saksi yang masih dirahasiakan identitasnya.
"Kami sudah membuktikan bahwa jarak dari lokasi kuda kepang ke TKP perlu waktu 20 menit berjalan kaki. Bahkan, waktu yang tersisa tidak cukup untuk melakukan tindakan pembunuhan dan pemerkosaan seperti yang dituduhkan," kata Hermawan.
Hermawan juga menyangkal pembunuhan dan perkosaan terhadap AA lebih dari satu orang. Kematian korban yang disebut akibat kehabisa oksigen karena dibekap IS juga tidak bisa dibuktikan.
Apalagi, hasil visum tidak disebutkan adanya bekas cengkraman atau sidik jari dari para tersangka di tubuh korban. Fakta ini menambah kejanggalan atas tuduhan polisi.
"Penjelasannya IS membekap dan tiga lainnya memegang tangan dan kaki korban. Kalau orang dibekap pasti meronta-ronta, tapi tidak ada visum cengkraman atau sidik jari," kata Hermawan.
Selanjutnya, keempat tersangka tidak berupaya melarikan diri usai kejadian seperti dilakukan pelaku pembunuhan pada umumnya. Mereka bahkan datang ke rumah korban untuk mengikuti acara yasinan setelah penemuan mayat.
"Mereka nonton kuda lumping sampai selesai, terus ikut yasinan di rumah korban. Artinya tidak ada gelagat aneh dari mereka seperti yang dilakukan pelaku-pelaku kasus serupa yang biasanya kabur," kata Hermawan.
Fakta dan analisa tersebut nantinya akan disampaikan ke pengadilan. Hermawan optimistis keempat kliennya dinyatakan tidak bersalah karena pembuktian yang tidak kuat.
"Akan kami buktikan di pengadilan agar menjadi pertimbangan hakim, kami yakin bebas dari jeratan hukum," kata Hermawan.
Kronologi Penemuan Mayat Korban
Diketahui, korban ditemukan tewas di kuburan China atau di TPU Talang Krikil, Palembang, Minggu (1/9) sore. Polisi memastikan tewas akibat pembunuhan.
Dari identifikasi, korban inisial AA (13), warga Kemuning Palembang. Hal berdasarkan ciri-ciri fisik maupun barang yang ia kenakan.
Saat ditemukan, korban dalam posisi terlentang dengan berseragam futsal. Sementara celananya sudah melorot ke bagian paha.
Korban sebelumnya pamit untuk menemui teman perempuannya, Minggu (1/9) siang. Hanya saja, korban tidak bilang keperluannya pergi.
Dari hasil autopsi diketahui korban tewas akibat kehilangan oksigen dan adanya bekas benda tumpul. Kehilangan oksigen diketahui adanya darah yang keluar dari wajah dan hidung. Sementara bekas benda tumpul itu terdapat di leher. Kematiannya dipastikan tak wajar.
Tim medis juga melakukan pemeriksaan swab yang diambil dari bagian tubuh korban, terutama di bagian kemaluan. Hal ini untuk mengetahui apakah ada kekerasan seksual atau tidak.
Jumlah Tersangka
Dari penyelidikan, polisi menangkap dan menetapkan empat tersangka, yakni IS (16), MZ (13), MS (12), dan AS (12). IS adalah kenalan korban melalui Facebook baru dua minggu dan menjalin hubungan asmara.
Tersangka IS awalnya mengajak korban menonton kuda lumping tak jauh dari lokasi. Bersama mereka juga ditemani tiga tersangka lain.
Seusai menonton, IS mengajak korban jalan-jalan dan kuburan China Palembang adalah tujuannya. Korban yang tak menaruh curiga apapun mau saja menuruti ajakan tersangka.
Di tempat sepi tersebut, tersangka IS meminta korban untuk melayani nafsunya tetapi ditolak korban. Permintaan itu persis di depan ketiga tersangka.
Lantaran ditolak mentah-mentah, membuat para tersangka emosi. Mereka kompak membekap mulut korban hingga tewas.
Alhasil, korban diperkosa secara bergiliran yang didahului tersangka IS dan dilanjutkan ketiga temannya. Kemudian, mereka membopong mayat korban ke lokasi penemuan dengan jarak tempuh 30 menit.
Di sana, mayat korban kembali disetubuhi para tersangka secara bergiliran. Kemudian, mereka meninggalkan korban.
Polisi hanya menahan satu tersangka, sedangkan tiga lainnya dititipkan sekaligus menjalani rehabilitasi di UPTD Panti Sosial Rehabilitas Anak Berhadapan dengan Hukum (PSRABH) Dharmapala Sumsel di Indralaya, Ogan Ilir.
Dasar polisi mengambil kebijakan itu adalah Pasal 32 UU Nomor 11 Tahun 2012 tentang Sistem Peradilan Pidana Anak yang disebutkan penahanan terhadap anak tidak boleh dilakukan dalam hal memperoleh jaminan dari orangtua atau lembaga bahwa anak tidak melarikan diri, menghilangkan barang bukti atau merusak barang bukti, termasuk tidak akan mengulangi tindak pidana.
Dalam Pasal 69 UU yang sama, disebutkan terhadap anak yang berkonflik hukum yang belum berusia 14 tahun hanya dapat dikenai tindakan, bukan pemidanaan. Tindakan meliputi pengembalian kepada orangtua, penyerahan kepada seseorang, perawatan di rumah sakit jiwa, dan perawatan di Lembaga Penyelenggaraan Kesejahteraan Sosial (LPKS), kewajiban mengikuti pendidikan formal dan atau pelatihan yang diadakan oleh pemerintah atau badan swasta.