5 Kisah miris di dunia pendidikan Indonesia
Lembaga pendidikan atau sekolah yang seharusnya menjadi tempat yang aman malah menjadi neraka bagi penghuninya.
Kemarin (2/5), dunia pendidikan memperingati hari pendidikan nasional. Tanggal ini ditetapkan pemerintah Indonesia untuk memperingati kelahiran Ki Hadjar Dewantara, tokoh pelopor pendidikan di Indonesia dan pendiri lembaga pendidikan Taman Siswa.
Meski dilahirkan dari keluarga kaya pada era kolonialisme Belanda, namun Ki Hadjar Dewantara berani menentang kebijakan pendidikan pemerintah Hindia Belanda. Sebab, hanya anak-anak kelahiran Belanda atau orang kaya yang bisa mengenyam bangku pendidikan pada masa itu.
Gara-gara kritik itu, dia diasingkan ke Belanda. Pulang dari pengasingan, dia langsung mendirikan lembaga pendidikan bernama Taman Siswa. Sebagai penghormatan, Ki Hadjar Dewantara diangkat sebagai menteri pendidikan setelah kemerdekaan Indonesia.
Kini, dunia pendidikan justru tercoreng akibat perbuatan negatif yang dijalankan tenaga pendidiknya. Tidak sedikit kasus kekerasan yang terjadi antara siswa, maupun guru dan siswanya.
Lembaga pendidikan atau sekolah yang seharusnya menjadi tempat yang aman malah menjadi neraka bagi penghuninya. Tak hanya itu, sejumlah siswa juga terpaksa menjalani belajar dengan kondisi yang memprihatinkan.
Berikut lima kisah miris dunia pendidikan yang dirangkum merdeka.com:
-
Apa bentuk pelecehan seksual yang dilakukan oleh mahasiswa filsafat UGM? Dalam video itu, si pria mengaku ada delapan orang korbannya. Pria itu juga meminta maaf atas kekerasan seksual baik secara fisik maupun verbal yang telah dilakukannya.
-
Kenapa pendidikan seksual penting untuk remaja? Pendidikan seksual dapat membantu remaja mengembangkan sikap, nilai, dan keterampilan yang positif terkait dengan seksualitas, seperti rasa hormat, tanggung jawab, komunikasi, negosiasi, dan pengambilan keputusan.
-
Bagaimana cara Fakultas Filsafat UGM menangani kasus pelecehan seksual? Pada prinsipnya Fakultas Filsafat UGM konsisten untuk penanganan kasus-kasus kekerasan seksual. Laporan tentang adanya korban dan lain sebagainya belum ada," urai Iva.
-
Kenapa JIS jadi sorotan? Stadion JIS tengah mendapat sorotan. Tak hanya lokasinya yang dipilih sebagai venue Piala Dunia U-17 2023, namun juga kondisi rumputnya yang sempat dianggap tak layak oleh warganet.
-
Kenapa pendidikan seksual untuk anak menjadi penting? Maraknya pelecehan seksual terhadap anak, membuat orang tua menjadi was-was. Oleh karena itu, penting bagi orang tua untuk memberikan Pendidikan seks kepada anak. Hal ini sebagai salah satu upaya untuk mencegah anak dari pelecehan. Sehingga anak tahu bagian tubuh mana yang boleh disentuh orang lain dan tidak.
-
Apa bentuk kekerasan yang terjadi di satuan pendidikan? KPAI menilai segala bentuk kekerasan anak pada satuan pendidikan mengakibatkan kesakitan fisik/psikis, trauma berkepanjangan, hingga kematian. Bahkan lebih ekstrem, anak memilih mengakhiri hidupnya.
Sekolah rubuh, siswa SD belajar di tenda
Ratusan murid SDN I Sangkanwangi, Kecamatan Leuwidamar, Kabupaten Lebak, Banten, terpaksa melaksanakan kegiatan belajar mengajar di tenda. Sebab, dua ruangan kelas rubuh akibat hujan deras melanda daerah itu.
Selama ini proses kegiatan belajar mengajar (KBM) di tempat darurat dengan mendirikan tenda milik Badan Penanggulangan Bencana Daerah (BPBD) Kabupaten Lebak.
Pelaksanaan KBM berjalan dengan baik dan tidak ada hambatan, meskipun dua ruangan kelas 3-4 roboh akibat diterjang angin kencang. Meskipun kondisinya kurang nyaman dengan beralasan tanah, tetapi semangat anak-anak belajar cukup besar.
Kepala SDN 1 Sangkanwangi, Kabupaten Lebak Abdul Muti telah melaporkan dua ruangan kelas yang roboh itu kepada Dinas Pendidikan Kabupaten Lebak. "Kami berharap tahun ini juga dilakukan perbaikan sehingga anak-anak belajar dengan tenang serta konsentrasi," ujarnya di Lebak, Senin (27/1).
Sementara itu, Bupati Lebak Iti Octavia Jayabaya berjanji akan membangun dua ruangan kelas SD Negeri 1 Sangkanwangi, Kecamatan Leuwidamar yang roboh itu.
"Kami akan mengalokasikan pembangunan sekolah itu dari anggaran Biaya Tak Terduga (BTT)," katanya.
Ia menyebutkan saat ini proses KBM di tenda tentunya tidak optimal sehingga berdampak terhadap mutu pendidikan. Apalagi, beberapa bulan ke depan atau sekitar bulan Mei mendatang para murid akan melaksanakan ujian.
Penyiraman air keras di IPDN
Kasus kekerasan dan penganiayaan taruna Institut Pemerintahan Dalam Negeri (IPDN) seakan belum berakhir. Dilaporkan, lima praja putri menjadi korban penyiraman air asam dari seniornya.
Kasus penyiraman tersebut diungkap Rumah Sakit Mata (RSM) Cicendo. Kepada wartawan. Dirut RSM Cicendo Hikmat Wangsaatmadja mengakui menerima lima pasien praja putri IPDN yang diduga menjadi korban penyiraman air asam. Namun pihak rumah sakit menganggap itu bukan kasus serius.
Dia menyebut kelima korban itu disiram dengan pembersih lantai dan air sabun. "Macam-macam ada yang air sabun, super pel yang kaya gitulah. Tapi bukan air keras air aki ya," ungkapnya.
Akibat dari penyiraman itu, kata Dokter Spesialis Infeksi Imunologi Susi Heryati, dua dari lima korban mengalami luka di mata berupa pengelupasan epitel kornea.
"Dua korban ini yang satu lebih luas (pengelupasan korneanya)," ujarnya.
Lima madya praja angkatan II itu sudah pulang dan tidak perlu dirawat inap. Mereka adalah Mutia Pratama, Indira Afriani, Nurul Riza Dian Purna Sari, dan Fungki Sandi.
Namun, kejadian itu dibantah Kabag Humas dan Protokol IPDN Jatinangor, Bisri. Dia menyebut lima praja putri yang dilarikan ke Rumah Sakit (RS) Mata Cicendo Bandung hanya kecipratan tanah liat.
"Itu tidak benar soal penyiraman air keras, mereka hanya terciprat lumpur dan tanah liat," kata Bisri di Kampus IPDN Jatinangor, Sumedang, Jawa Barat, Selasa (29/4).
Sesudah kegiatan ia mengaku bahwa para peserta larut dalam kebahagiaan sehingga saling mencipratkan lumpur.
"Minggu itu kan hujan suasana becek. Terciprat itu mata kena iritasi dari tanah liat. Dan itulah yang kemudian kami bawa ke klinik (kampus) lalu ke rumah sakit AMC dan kemudian ke Rumah Sakit Cicendo untuk dibersihkan," kata Kepala Biro Kemahasiswaan Bernhard.
Dia berdalih para prajanya tidak mungkin membawa air keras untuk kegiatan tersebut. "Kalau di kampus para praja bahan kimia itu untuk apa coba?," terangnya.
Dari hasil pemeriksaan polisi, kejadian tersebut bermula dari kegiatan para civitas akademika IPDN ke Gunung Manglayang Cileunyi Kabupaten Bandung pada Minggu 27 April lalu sore. Kegiatan itu diikuti sejumlah praja wanita tingkat II dan III.
Di sanalah cek-cok terjadi hingga menyebabkan adanya dugaan adu jotos. Beredar kabar juga senior menyiramkan cairan keras terhadap junior.
"Enggak tau ada baku hantam atau siram-siraman seperti apa. Tapi sempat melakukan pemeriksaan mata empat orang di Rumah Sakit Cicendo," kata Kapolsek Jatinangor Kompol Roedy de Vries di kampus IPDN, Selasa (29/4).
Guru di Medan sodomi anak tetangga
Seorang guru berinsial PH (34), tiba-tiba ditangkap warga Perumnas Mandala Medan dan diserahkan ke polisi. Dia diadukan karena mencabuli DW (7), bocah laki-laki tetangganya.
Pelaporan itu dilakukan pada Rabu (23/4) lalu. Dari informasi yang didapat, keluarga PH dan DW bertetangga di Jalan Murai Perumnas Mandala Medan. PH merupakan guru teknologi informasi dan komunikasi (TIK) di salah satu SD swasta di kawasan Jalan Bhayangkara, Medan.
Peristiwa pencabulan itu terungkap setelah DW mengaku kesakitan setelah keluar dari rumah keluarga PH. Di rumah ini bocah-bocah setempat biasa bermain. "Kami biasa nonton di sana. Waktu kejadian kami sempat dengar dia (DW) jerit dari kamar," kata Putri (10), teman korban.
Saat ditanyai keluarga, DW mengaku dimandikan PH. Dia juga dicabuli serta disodomi. Kejadian ini langsung dilaporkan ke Polresta Medan dengan bukti laporan STTLP/1020/K/IV/2014/SPKT Resta Medan pada 21 April 2014. Saat itu, PH tidak langsung ditangkap karena pemuda itu menghilang.
Dua hari berselang, warga melihat PH berada di rumahnya. "Dia kami amankan dan kami antar kemari," kata Bambang Sitepu (38), warga setempat.
Warga dan kepala lingkungan pun mengantar PH dan DW ke Polresta Medan. Keluarga dan teman-teman DW pun ikut dibawa sebagai saksi. Sementara itu, PH yang ditanyai membantah melakukan pencabulan.
"Aku nggak ada melakukannya. Aku dituduh," kilahnya.
Kasus ini masih diselidiki Polresta Medan. PH bersama DW masih diperiksa di Unit Perlindungan Perempuan dan Anak (PPA) Satuan Reserse Kriminal Polresta Medan.
Senior aniaya taruna STIP
Belum usai kasus sodomi yang menyasar anak-anak saat bersekolah, masyarakat kembali geger dengan kasus kekerasan yang dialami Dimas Dikita Handoko (19), taruna Sekolah Tinggi Ilmu Pelayaran (STIP), Marunda, Cilincing, Jakarta Utara. Dimas tewas setelah dianiaya tujuh orang seniornya.
Kasus ini terungkap setelah pihak rumah sakit tempat jenazah Dimas disemayamkan menemukan tanda-tanda kekerasan di tubuh korban dan melaporkannya kepada polisi. Tak butuh waktu lama, tujuh senior Dimas ditangkap dan dijebloskan ke jeruji besi.
Kekerasan tersebut tak hanya dialami Dimas, enam rekannya, yakni Marvin Jonatan, Sidik Permana, Deni Hutabarat, Fahrurozi Siregar, Arif Permana dan Imanza Marpaung juga mengalami perlakuan yang sama.
Kasat Reskrim Polres Metro Jakarta Utara AKBP Daddy Hartadi, tujuh pelaku meminta 14 orang datang ke rumah kos yang kerap ditempati empat dari tujuh pelaku pada Jumat (25/4) siang. Dari jumlah itu, hanya tujuh yang tiba di lokasi kejadian.
Saat itu, korban Dimas datang paling belakang dari beberapa rekannya. "Dimas datang paling terakhir sekitar jam 9 atau 10 malam. Makanya cuma dia yang masih pakai seragam waktu itu," ungkap Daddy.
Di rumah kos itulah, lanjut Daddy, para korban mendapatkan tindak penganiayaan oleh tujuh senior mereka yang mengakibatkan Dimas tewas. Tujuh pelaku yang ditangkap polisi yakni, ANG, FACH, AD, Satria, Widi, Dewa, dan Arif. ANG, FACH dan AD diketahui sebagai pelaku yang memukul korban hingga tewas.
Sedangkan untuk pelaku Satria, Widi, Dewa dan Arif turut serta menganiaya para korban. Peristiwa keji tersebut terjadi di sebuah rumah kos kawasan Cilincing, Jakarta Utara, pada 26 April 2014 sekitar pukul 00.30 WIB.
Untuk mengelabui tetangga indekos, para tersangka mengeraskan suara musik ketika menganiaya Dimas di indekos Jalan Kebon Baru Gang 2 blok R RT 17 RW 12, Semper Barat, Cilincing, Jakarta Utara. Hal itu diketahui Aliyah, penghuni di dekat lokasi kejadian.
"Pada saat kejadian hanya terdengar suara musik kencang, malam itu memang sepi enggak ada yang nongkrong biasanya mah rame," ujar Aliyah di lokasi, Rabu (3/4).
Para pelaku dijerat pasal 353 KUHP dan pasal 351 ayat 2 KUHP tentang penganiayaan yang menyebabkan orang lain meninggal dunia. Pelaku diancam hukuman di atas lima tahun penjara.
Belum usai kasus sodomi yang menyasar anak-anak saat bersekolah, masyarakat kembali geger dengan kasus kekerasan yang dialami Dimas Dikita Handoko (19), taruna Sekolah Tinggi Ilmu Pelayaran (STIP), Marunda, Cilincing, Jakarta Utara. Dimas tewas setelah dianiaya tujuh orang seniornya.
Kasus ini terungkap setelah pihak rumah sakit tempat jenazah Dimas disemayamkan menemukan tanda-tanda kekerasan di tubuh korban dan melaporkannya kepada polisi. Tak butuh waktu lama, tujuh senior Dimas ditangkap dan dijebloskan ke jeruji besi.
Kekerasan tersebut tak hanya dialami Dimas, enam rekannya, yakni Marvin Jonatan, Sidik Permana, Deni Hutabarat, Fahrurozi Siregar, Arif Permana dan Imanza Marpaung juga mengalami perlakuan yang sama.
Kasat Reskrim Polres Metro Jakarta Utara AKBP Daddy Hartadi, tujuh pelaku meminta 14 orang datang ke rumah kos yang kerap ditempati empat dari tujuh pelaku pada Jumat (25/4) siang. Dari jumlah itu, hanya tujuh yang tiba di lokasi kejadian.
Saat itu, korban Dimas datang paling belakang dari beberapa rekannya. "Dimas datang paling terakhir sekitar jam 9 atau 10 malam. Makanya cuma dia yang masih pakai seragam waktu itu," ungkap Daddy.
Di rumah kos itulah, lanjut Daddy, para korban mendapatkan tindak penganiayaan oleh tujuh senior mereka yang mengakibatkan Dimas tewas. Tujuh pelaku yang ditangkap polisi yakni, ANG, FACH, AD, Satria, Widi, Dewa, dan Arif. ANG, FACH dan AD diketahui sebagai pelaku yang memukul korban hingga tewas.
Sedangkan untuk pelaku Satria, Widi, Dewa dan Arif turut serta menganiaya para korban. Peristiwa keji tersebut terjadi di sebuah rumah kos kawasan Cilincing, Jakarta Utara, pada 26 April 2014 sekitar pukul 00.30 WIB.
Untuk mengelabui tetangga indekos, para tersangka mengeraskan suara musik ketika menganiaya Dimas di indekos Jalan Kebon Baru Gang 2 blok R RT 17 RW 12, Semper Barat, Cilincing, Jakarta Utara. Hal itu diketahui Aliyah, penghuni di dekat lokasi kejadian.
"Pada saat kejadian hanya terdengar suara musik kencang, malam itu memang sepi enggak ada yang nongkrong biasanya mah rame," ujar Aliyah di lokasi, Rabu (3/4).
Para pelaku dijerat pasal 353 KUHP dan pasal 351 ayat 2 KUHP tentang penganiayaan yang menyebabkan orang lain meninggal dunia. Pelaku diancam hukuman di atas lima tahun penjara.
Siswa TK JIS disodomi
Ini kasus yang paling menggegerkan publik. Apalagi, kasus pelecehan seksual tersebut malah terjadi di dalam sekolah, yang seharusnya menjadi tempat paling aman dari aksi-aksi kekerasan yang mengancam anak-anak.
M, siswa pre-school (TK) berusia 5 tahun disodomi petugas kebersihan di Jakarta International School (JIS), Terogong, Cilandak, Jakarta Selatan. Perbuatan keji para pelaku baru terungkap saat T (40), ibu korban melihat ada kejanggalan pada putranya.
"Pertengahan Maret ia jadi sering ketakutan, mengigau dan berteriak ketika tidur," tutur T kepada wartawan, di Jakarta Selatan, Senin (14/4).
Kegundahan T semakin menjadi setelah melihat luka memar di bagian kanan perut M anaknya. Kemudian, sang anak mengaku 'dinakali oleh seseorang'.
"Saya sudah menangis, anak saya mendapat tindakan kekerasan seksual di kamar mandi sekolah," ucap T sedih.
"He puts the b**d inside my bu**s so deep," ujar T seraya menirukan perkataan anaknya saat ditanya.
Kepada ibundanya, M juga menuturkan dirinya diintimidasi dan diancam jika tidak mau mengikuti kemauan pelaku.
"Another time aku sudah enggak mau Mom, tapi kalau enggak mau dipukul. Disuruh enggak boleh berisik. Dibuka semua bajuku. Aku nangis tapi enggak boleh," ucap T menirukan pengakuan M anaknya.
Tak butuh waktu lama, polisi langsung menangkap sejumlah dua pelaku yang diduga menyodomi korban. Perlahan, kejahatan itu tak hanya terjadi M saja, beberapa orang tua lainnya juga melapor ke KPAI dan polisi atas kasus yang menimpa anak mereka.
Hingga kini, polisi mengamankan tujuh orang tersangka. Satu di antaranya memilih bunuh diri di toilet Polda Metro Jaya beberapa saat setelah ditangkap.