Alasan Kejagung Panggil Menko Airlangga di Kasus Mafia Minyak Goreng
Kejagung beralasan pemanggilan ini untuk mengetahui perizinan hingga pelaksanaan ekspor tersebut.
Alasan Kejagung Panggil Menko Airlangga di Kasus Mafia Minyak Goreng
Kejaksaan Agung (Kejagung) memanggil Menteri Koordinator Perekonomian (Menko Perekonomian) Airlangga Hartarto sebagai saksi kasus korupsi pemberian fasilitas ekspor Crude Palm Oil (CPO) dan turunannya pada industri kelapa sawit. Kejagung beralasan pemanggilan ini untuk mengetahui perizinan hingga pelaksanaan ekspor tersebut.
Foto: Menko Perekonomian Airlangga Hartarto
“Tentu terkait dengan, pertama perbuatan melawan hukum yang sudah terbukti dari beberapa terpidana sebelumnya. Yang kedua, justru juga terkait dengan proses prosedur perizinan, kebijakan, terkait juga pelaksanaan kegiatan ekspor impor, ekspor CPO. Nah ini, ini yang kita dalami dari beliau selaku Menko,”
tutur Kapuspenkum Kejagung Ketut Sumedana kepada wartawan di Kejagung, Jakarta Selatan, Selasa (18/7).
- Mantan Mendag M. Lutfi Mangkir Pemanggilan Kejagung Terkait Perkara Mafia Migor
- Penjelasan Kejagung soal Dugaan Keterlibatan Airlangga di Kasus Mafia Minyak Goreng
- 12 Jam Airlangga Hartarto di Kejagung Jawab 46 Pertanyaan soal Mafia Minyak Goreng
- Sore Ini, Menko Airlangga Dipanggil Kejagung Terkait Kasus Mafia Minyak Goreng
merdeka.com
Menurut Ketut, dalam perjalanan penanganan kasus mafia minyak goreng, penyidik Kejagung merasa perlu untuk meminta keterangan Airlangga. “Tentu semua terkait dengan ada kebijakan, terkait dengam pelaksanaan di lapangan, yang pada akhirnya menimbulkan satu putusan menyebabkan kerugian negara lebih daripada Rp4 triliun. Negara juga rugi dalam hal pemberian BLT sampai Rp4,1 triliun, kalau ndak salah putusan Mahkamah Agung juga merugikan sampai Rp4,6 triliun. Nah dasar-dasar inilah kita memanggil beliau. Dari sisi kebijakan, pelaksanaan, tentu beliau lebih tahu, monitor soal itu,” jelas dia.
Ketut menyampaikan, penyidik juga tengah melakukan pemberkasan terhadap tersangka korporasi di kasus mafia minyak goreng, yang terhadapnya tidak dilakukan pembekuan demi kepentingan pengusutan perkara. “Enggak, kita melakukan penyidikan, penyitaan, tidak langsung membekukan. Kenapa, karena kita lihat kalau perusahaan kita bekukan kita lihat dampaknya, justru bisa merugikan negara. Kenapa, karena tidak bayar pajak, tidak bayar pegawai, bisa di PHK semua. Sama kayak kita misalnya menyita hotel, kapal aquarius, nggak bisa kita bekukan, karena biaya pemeliharaannya cukup besar. Lebih baik kita operasionalkan uangnya diambil untuk negara, diserahkan kepada negara,” Ketut menandaskan.
Sebelumnya, Kejaksaan Agung (Kejagung) menggeledah tiga lokasi berkaitan dengan kasus dugaan korupsi dalam pemberian fasilitas ekspor Crude Palm Oil (CPO) dan turunannya pada industri kelapa sawit periode Januari 2022 hingga April 2022.
Ketut mengatakan, dari kantor Musim Mas disita tanah dengan total 277 bidang seluas 14.620,48 hektare. Sementara dari kantor PT Wilmar Nabati Indonesia disita berupa tanah dengan total 625 bidang seluas 43,32 hektare.
Foto: Gedung Kejaksaan Agung
Sedangkan dari kantor PT Permata Hijau Group (PHG) disita tanah dengan total 70 bidang seluas 23,7 hektare. Kemudian mata uang rupiah sebanyak 5.588 lembar dengan total Rp385.300.000, mata uang dollar USD sebanyak 4.352 lembar dengan total USD435.200, mata uang ringgit Malaysia sebanyak 561 lembar dengan total RM52.000, dan mata uang dollar Singapura sebanyak 290 lembar dengan total SGD250.450. "Adapun penyitaan dan penggeledahan dilaksanakan berdasarkan Surat Perintah Penyidikan Jaksa Agung Muda Tindak Pidana Khusus Nomor: PRINT-1334/F.2/Fd.1/07/2023 tanggal 5 Juli 2023," kata Ketut.
Diketahui Kejagung menetapkan Wilmar Group, Permata Hijau Group, dan Musim Mas Group sebagai tersangka korporasi kasus dugaan korupsi dalam pemberian fasilitas ekspor Crude Palm Oil (CPO) dan turunannya pada industri kelapa sawit periode Januari 2022 hingga April 2022. "Jadi penyidik Kejaksaan Agung, pada hari ini juga menetapkan 3 korporasi sebagai tersangka. yaitu korporasi Wilmar Group, yang kedua korporasi Permata Hijau Group. Yang ketiga korporasi Musim Mas Group," ujar Ketut pada Kamis, 15 Juni 2023. "Kerugian yang dibebankan berdasarkan keputusan kasasi dari Mahkamah Agung yang sudah mempunyai kekuatan hukum tetap adalah Rp6,47 triliun dari perkara minyak goreng ya," Ketut menambahkan.