Anggota DPRD Kota Kupang Terpilih Ditetapkan Tersangka Kredit Fiktif Bank NTT
Perkara ini terjadi pada periode 4 April hingga 19 Agustus 2019.
AS adalah kader Partai NasDem
- OJK Resmi Cabut Izin Usaha BPR Duta Niaga Kalimantan Barat, Dana Masyarakat Aman?
- Baru Beberapa Hari Dilantik, Anggota DPRD Kota Serang Ramai-Ramai Gadaikan SK ke Bank
- Baru Dilantik, Anggota DPRD Malang Ramai-Ramai Gadaikan SK buat Jaminan Pinjaman ke Bank
- Ratusan Warga Garut Heran Tiba-Tiba Punya Utang, 4 Mantan Pegawai PT PNM Masuk Bui
Anggota DPRD Kota Kupang Terpilih Ditetapkan Tersangka Kredit Fiktif Bank NTT
Anggota DPRD Kota Kupang terpilih periode 2024-2029 asal Partai Nasdem berinisial AS ditetapkan sebagai tersangka tindak pidana perbankan oleh Otoritas Jasa Keuangan (OJK), Kamis (4/7).
OJK terus meningkatkan pelaksanaan fungsi penyidikan sektor jasa keuangan dengan menyelesaikan penyidikan dugaan tindak pidana perbankan (Tipibank), yang terjadi di kantor pusat PT Bank Pembangunan Daerah (BPBD) Nusa Tenggara Timur (NTT).
Kepala Departemen Penyidikan Sektor Jasa Keuangan OJK Tongam L Tobing, dalam rilisnya yang diterima merdeka.com mengatakan, penyidik OJK telah melaksanakan pelimpahan berkas perkara (Tahap 1) kasus di BPD NTT kepada Jaksa Penuntut Umum (JPU).
"Setelah dipelajari oleh Jaksa Penuntut Umum disimpulkan bahwa berkas hasil penyidikan perkara pidana atas nama para tersangka sebagaimana pasal yang dipersangkakan sudah lengkap (P21)," jelasnya.
Menurut Tongam L Tobing, menindaklanjuti perkara yang sudah P21 tersebut, penyidik OJK melakukan koordinasi dengan JPU untuk rencana pelaksanaan Tahap 2, yaitu penyerahan tersangka dan barang bukti yang dilaksanakan di Kejaksaaan Negeri Kupang.
"Dalam menangani dugaan tindak pidana perbankan tersebut, OJK telah melakukan berbagai upaya yaitu mulai dari tahapan pengawasan, pemeriksaan khusus sampai dengan penyelidikan dan penyidikan. Dari hasil yang ditemukan, pencairan kredit yang dilakukan, sebagian dananya tidak dialokasikan sesuai tujuan kredit," ungkapnya.
Perkara ini terjadi pada periode 4 April hingga 19 Agustus 2019 dengan rincian perkara yang melibatkan Absalom Sine (Direktur Pemasaran Kredit BPD NTT periode 11 Maret 2015 - 5 Mei 2020 merangkap Plt. Direktur Utama periode Mei 2018 - Mei 2019) dan Beny Rinaldy Pellu (Kepala Divisi Pemasaran Kredit BPD NTT periode November 2016 - September 2019).
Keduanya diduga dengan sengaja menyebabkan adanya pencatatan palsu dalam proses pemberian tiga fasilitas kredit kepada debitur atas nama PT Budimas Pundinusa (PT BMP) dengan total plafon Rp100 miliar.
Tongam L Tobing menambahkan, fasilitas kredit tersebut terbagi menjadi tiga yaitu Kredit Modal Kerja (KMK) Standby senilai Rp32 miliar, Kredit Investasi (KI) Jadwal Pembayaran (KI-JP) senilai Rp20 miliar dan KMK-RC senilai Rp48 miliar.
Lebih lanjut, Ia memaparkan bahwa dalam proses penyelidikan dan penyidikan ditemukan telah terjadi tindak pidana perbankan sebagaimana diatur dan diancam pidana dalam Pasal 49 ayat (1) huruf a dan Pasal 49 ayat (2) huruf b Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 7 Tahun 1992 tentang Perbankan sebagaimana telah diubah dengan Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 10 Tahun 1998 tentang Perubahan atas Undang-Undang Nomor 7 Tahun 1992 tentang Perbankan juncto Pasal 55 ayat (1) ke-1 KUHP dan Pasal 56 KUHP.
Adapun pihak yang dimintakan pertanggungjawaban pidana sebagai tersangka adalah Absalom Sine, alias Abe dan Beny Rinaldy Pellu selaku mantan pejabat BPD NTT.
Atas perbuatan mereka, kedua tersangka diancam dengan pidana penjara paling singkat lima tahun dan paling lama 15 tahun, dan pidana denda paling sedikit Rp10.000.000.000,- (Sepuluh Miliar Rupiah) dan paling banyak Rp200.000.000.000,- (Dua Ratus Miliar Rupiah).
Masih menurut Tongam L Tobing, bidang penyidikan sampai dengan 30 Juni 2024, OJK telah menyelesaikan penanganan berkas perkara yang dinyatakan lengkap (P-21) oleh Kejaksaan RI sebanyak 127 perkara yang terdiri dari 102 perkara tindak pidana Perbankan.
Sebanyak 20 perkara tindak pidana IKNB dan lima perkara tindak pidana Pasar Modal dengan rata-rata hukuman pidana penjara di atas lima tahun.
Dalam konteks ini, perkara paling banyak terkait dengan kegiatan usaha Bank, khususnya yang menyangkut kebijakan pengurus untuk menjaga tingkat kesehatan Bank seperti pembuatan kredit fiktif hanya untuk memperbaiki Non Performing Loan (NPL).