Anggota Polda Bali Diduga Peras Pengusaha Sebesar Rp1,8 miliar
Seorang polisi berinisial Kompol H di Bali diduga melakukan percobaan pemerasan sebesar Rp1,8 miliar
Anggota Polda Bali Diduga Peras Pengusaha Sebesar Rp1,8 miliar
Seorang polisi berinisial Kompol H di Bali diduga melakukan percobaan pemerasan sebesar Rp1,8 miliar kepada seorang warga. Dugaan tersebut diungkap seorang warga bernama Nunuk Purwandari Rahayu Ningsih (54).
Anak Nunuk, Leviana Adriningtyas (26) diketahui menjadi tersangka dalam kasus dugaan perizinan tambang ilegal Galian C, yang berlokasi di Banjarasem, Kecamatan Seririt, Kabupaten Buleleng, Bali.
Leviana sebagai Direktur PT Sancaka Mitra Jaya, yang beralamat di Denpasar. Kompol H yang bertugas di Direktorat Reserse Kriminal Khusus (Direskrimsus) Polda Bali itu diduga meminta Rp1,8 miliar agar tersangka lolos dari jeratan hukum.
"Yang menyampaikan itu, satu orang (Kompol H). Dan di Kompol H sempat terjadi negosiasi kepada klien kami. Dan klien kami sempat mengajukan penawaran dari permintaan 10 persen atau sekitar Rp1,8 miliar, klien kami sudah sempat meminta keringanan senilai Rp500 juta tapi ditolak. Kemudian, dinaikkan sama klien kami Rp700 juta, juga tidak mau, jadi ada dua kali penawaran," kata kuasa hukum tersangka Leviana, I Wayan Sudarma di Denpasar, Bali, Jumat (8/12).
Kasus ini berawal saat perusahaan Leviana memenangkan tender penambangan di empat titik di tahun 2020 dan sudah beroperasi dan izinnya masih berlaku. Lalu, dalam perjalanannya di Bulan Maret 2020, izin penambangan Galian C milik kliennya pun mati.
"Setelah itu izin perusahaan ini kan mati, izin ini kemudian diurus sampai ke Jakarta melalui proses OSS (Online Single Submission). Karena ada peraturan terbaru di mana izin pertambangan mineral non-logam dialihkan ke provinsi," ujarnya.
"Awalnya kan pusat, yang mana provinsi harus bersinergi dengan pemerintah daerah. Sehingga pemerintah daerah berkewajiban membangun regulasi atau payung hukum dari kegiatan pertambangan mineral non-logam itu," lanjutnya.
Lalu pada tanggal 24 Oktober 2023, kliennya diduga didatangi polisi untuk melakukan pemeriksaan terhadap izin pertambangan mineral itu.
Kemudian, Leviana sudah menyampaikan bahwa izinnya masih dalam proses dan sudah menunjukkan bukti-bukti proses izin penambangan. Namun pada tanggal 26 Oktober 2023, orang tua dari tersangka Nunuk Purwandari Rahayu Ningsih dan M Adrijanto Kristiono diminta hadir ke salah satu ruangan di Ditreskrimsus Polda Bali.
"Klien kami diminta hadir ke salah satu ruangan di Ditreskrimsus Polda Bali. Terjadi percakapan antara klien kami berdua dengan salah satu oknum berpangkat Kompol H, yang mana dalam percakapan itu mengarah kepada dugaan percobaan pemerasan," ujarnya.
"Dalam percakapan itu, yang saya tangkap adalah adanya kehendak dari si oknum Kompol H ini meminta, bahasanya dia tidak bilang meminta, tapi arahnya dia ingin mendapatkan bagian 10 persen dari nilai proyek. Yang mana nilai proyek yang diterima klien kami itu senilai Rp18,4 miliar," jelasnya.
Dalam percakapan dengan Kompol H, kliennya atau orang tua tersangka sempat merekam perbicangan soal dugaan pemerasan tersebut.
"Kami memiliki fakta yang riil. Salah satunya adalah percakapan antara klien kami dengan oknum kompol H ini yang durasi rekamannya 13 menit 4 detik," jelasnya.
Selanjutnya pada tanggal 16 November 2023, Leviana sudah ditetapkan sebagai tersangka dan pada tanggal 18 November 2023 diterbitkan surat panggilan tersangka. Namun, pada tanggal 19 November 2023 tersangka Leviana mengalami kecelakaan sehingga harus dirawat di RSUP Sanglah hingga tanggal 24 November 2023.
Kemudian, tanggal 30 November 2023 tersangka Leviana mendatangi Ditkrimsus Polda Bali untuk
memenuhi penyidikan sebagai tersangka yang tertunda dan langsung dilakukan penangkapan dan
penahanan.
"Tanggal 16 November 2023 ditetapkan tersangka atas dugaan melakukan kegiatan pertambangan tanpa izin. Ada dua sebenarnya, yang pertama menggunakan BBM bersubsidi, tapi tidak terbukti karena mereka bisa menunjukkan bukti karena mereka menggunakan BBM industri. Itu gugur. Dan yang mereka cari ini (oknum polisi) adalah melakukan kegiatan pertambangan tanpa izin," ujarnya.
Sementara, tersangka dirawat di RS Bhayangkara, Denpasar, karena depresi. Untuk uang Rp1,8 miliar yang diminta tidak bisa dibayarkan karena hanya diberikan waktu empat hari.
"Belum (disetor Rp 1,8 miliar). Karena apa, karena (dikasih) waktu empat hari klien kami untuk memenuhi itu," ujarnya.
Sudarma juga menduga dengan tidak menyetor Rp 1,8 miliar itu maka kliennya ditetapkan tersangka dan ditahan. "Dugaan kami seperti itu," ujarnya.
Sementara, pihaknya juga menyatakan bahwa selain Kompol H yang diduga melakukan percobaan pemerasan ada juga AKBP U.
Lewat peristiwa tersebut, kliennya juga sudah melaporkan ke pihak Divpropam Mabes Polri.
Dikonfirmasi terpisah, Kabid Humas Polda Bali Kombespol Jansen Avitus Panjaitan membantah adanya dugaan percobaan pemerasan itu.
"Mengenai itu saya sudah konfirmasi ke Dirkrimsus, beliau meyakinkan bahwa itu tidak benar adanya," ujarnya.
Ia juga menilai, bahwa pihak keluarga tersangka Leviana Adriningtyas sah-sah saja melaporkan adanya dugaan percobaan pemerasan ke Propam atau mengklaim punya bukti rekaman. Namun, yang jelas penyidik Polda Bali dikatakan menetapkan tersangka sudah sesuai dengan ketentuan yang berlaku dan proses hukum terhadap tersangka tetap berjalan.
"Dirkrimsus meyakinkan bahwa itu tidak benar, buktinya prosesnya tetap berjalan di Ditkrimsus Polda Bali, mengenai penetapan tersangka kan pasti sudah melalui berbagai tahapan. Kalau ada keluarga tersangka mengatakan seperti itu, hak dia, tapi kan perlu diklarifikasi kebenaran itu, bisa dilihat Polda Bali memproses itu masih berjalan," ujarnya.