BNPB: 127 Gunung Api Aktif di Seluruh Indonesia
Doni mengimbau, masyarakat Indonesia untuk bersiap menghadapi ancaman bahaya letusan gunung api. Karena saat ini terdapat 127 gunung api aktif yang berada di wilayah Nusantara, dari ujung barat hingga timur Indonesia.
Badan Nasional Penanggulangan Bencana (BNPB) melaporkan, ada 3 gunung api di Indonesia berada pada status aktivitas vulkanik tingkat III atau Siaga. Ketiga gunung api itu adalah Gunung Ile Lewotolok, Merapi dan Sinabung.
Sementara itu, ada 18 gunung api yang berada pada status tingkat II atau Waspada, serta 47 gunung api pada tingkat I atau normal.
-
Bagaimana cara BPPTKG mengamati aktivitas Gunung Merapi? Kepala BPPTKG Yogyakarta, Agus Budi Santoso, mengatakan bahwa berdasarkan pengamatan selama enam jam, lava pijar mengalir ke arah barat daya atau ke arah Kali Bebeng.
-
Kapan Gunung Merapi meletus? Awan panas guguran itu terjadi pukul 20.26 WIB yang mengarah ke barat daya (Kali Bebeng) arah angin ke timur.
-
Di mana batuan jumbo di Gunung Merapi ditemukan? Saat menyusuri kawasan hulu Sungai Boyong yang berada di area Taman Nasional Gunung Merapi, tim kanal YouTube Jogja Plus menemukan banyak batuan berukuran jumbo.
-
Apa yang ditemukan di lereng Merapi-Merbabu sebagai bukti peradaban kuno? Bukti-bukti itu terlihat dari banyaknya candi dan prasasti yang ditemukan.
-
Apa yang dikeluarkan Gunung Merapi pada Rabu dini hari? Gunung Merapi bergejolak lagi. Pada Rabu (2/8) dini hari pukul 00.00 hingga pagi pukul 06.00, gunung api paling aktif di tanah Jawa ini mengeluarkan 8 kali guguran lava.
-
Dimana Gunung Merapi terletak? Gunung Merapi yang berada di perbatasan Jawa Tengah dan Yogyakarta mengalami 71 kali gempa guguran.
"Ada 3 gunung api yang statusnya siaga dan tidak ada satu pun gunung api pada status tingkat IV atau awas," kata Kepala BNPB Doni Manardo dikutip dari siaran resmi BNPB, Rabu (28/4).
Dia mengimbau, masyarakat Indonesia untuk bersiap menghadapi ancaman bahaya letusan gunung api. Karena saat ini terdapat 127 gunung api aktif yang berada di wilayah Nusantara, dari ujung barat hingga timur Indonesia.
"Gugusan gunung api bagaikan ring of fire dunia, sehingga menjadikan wilayah Indonesia memiliki potensi ancaman bahaya letusan. Masyarakat bisa mengenal lebih dekat jenis bahaya letusan gunung api untuk meningkatkan kewaspadaan dan kesiapsiagaan," katanya.
Masyarakat Indonesia yang tinggal di antara gunung api aktif perlu memiliki kesiapsiagaan dalam menghadapi ancaman multibahaya. Karena penularan virus Corona juga masih menjadi ancaman bagi masyarakat Indonesia.
"Saat ini, pandemi Covid-19 masih berlangsung. Sehingga butuh kesiapsiagaan ekstra bagi setiap individu, khususnya bagi mereka yang menghadapi ancaman bahaya letusan gunung api," jelasnya.
Doni mengajak, masyarakat Indonesia untuk mengenali jenis bahaya letusan gunung api. Dia menyebutkan, ada tiga jenis bahaya letusan gunung api, yaitu bahaya primer, sekunder dan kolateral.
Jenis yang pertama yaitu bahaya primer atau bahaya langsung dari peristiwa letusan gunung api. Bahaya letusan ini terjadi seperti aliran awan panas, lahar letusan atau lumpur panas, jatuhan piroklastik atau hujan abu, leleran lava dan gas vulkanik beracun.
Doni menegaskan bahwa bahaya jenis letusan primer itu tidak hanya merusak seluruh lanskap di wilayah lereng, namun juga terbukti dapat menelan korban jiwa.
"Kita dapat melihat fenomena ini seperti saat letusan hebat Gunung Merapi yang berada di perbatasan Daerah Istimewa Yogyakarta dan Provinsi Jawa Tengah pada 2010 lalu," katanya.
Yang kedua, yaitu bahaya sekunder yaitu bahaya tidak langsung dari letusan. Bahaya ini berupa lahar hujan. Lahar hujan atau endapan material erupsi pada puncak dan lereng yang terbawa oleh hujan.
Peristiwa mengalirnya endapan material berupa lumpur dan bahkan batu besar ini dapat mengubah topografi sungai dan merusak infrastruktur. Bahaya lain dari jenis ini adalah banjir bandang dan longsoran vulkanik.
"Bahaya ini dapat berdampak serius, seperti saat banjir lahar hujan yang merusak jaringan pipa air bersih di sekitar wilayah Kaliurang Barat, Sleman, DIY, pada awal Februari 2021 lalu," ungkapnya.
Yang terakhir yaitu bahaya kolateral atau bahaya lain yang dipicu dampak letusan gunung api. Bahaya ini dapat memicu Gerakan tanah pada tubuh gunung, penyakit endemik, kelaparan dan bahkan tsunami.
Contoh bahaya kolateral yang pernah terjadi di Indonesia saat tsunami menerjang beberapa kawasan di Provinsi Banten akhir tahun 2018. Tsunami tersebut, kata dia, disebabkan oleh letusan Gunung Anak Krakatau di Selat Sunda.
"Letusan Gunung Anak Krakatau di Selat Sunda menyebabkan fenomena tsunami yang melanda daerah pesisir Banten dan Lampung," tutup Doni.
Baca juga:
BNPB Ingatkan Warga Sukabumi Waspadai Kemungkinan Gempa Susulan
Doni Monardo: Pemimpin Ada Kalanya Cerewet dan Tegas Demi Rakyat Selamat dari Bencana
Doni Manardo: Mitigasi Bencana Harga Mati
BNPB Sebut Struktur Tanah yang Labil Memicu Longsor di Sukabumi
Kepala BNPB Ajak Masyarakat Tingkatkan Budaya Sadar Bencana
Kepala BNPB: Tahan Kerinduan dengan Orang di Kampung Halaman