Bocah Ini Belajar sangat Disiplin sampai Kepala Pusing, Saat Dewasa Jadi Presiden
Siapa sangka anak yang lahir saat fajar menyingsing ini menjadi sosok yang berjasa dan dikenang sepanjang masa.
Siapa sangka anak yang lahir saat fajar menyingsing ini menjadi sosok yang berjasa dan dikenang sepanjang masa.
Bocah Ini Belajar sangat Disiplin sampai Kepala Pusing, Saat Dewasa Jadi Presiden
Sosok penting dalam sejarah sekaligus presiden pertama Republik Indonesia, Soekarno dulunya hanya seorang putra yang lahir dari rahim bangsawan.
Soekarno, atau yang akrab disapa Bung Karno lahir di Surabaya, Jawa Timur dari pasangan Raden Soekemi Sosrodihardjo yang merupakan seorang guru di sekolah dasar berdarah Jawa dan Ida Ayu Nyoman Rai yang adalah putri dari bangsawan Bali.
Siapa yang menyangka anak yang lahir pada pukul setengah enam pagi di saat fajar mulai menyingsing dan dijuluki "Putra Sang Fajar" ini, menjadi sosok yang berjasa dan dikenang sepanjang masa.
Bagaikan pisau tajam karena diasah, jiwa kepemimpinan dan besarnya kontribusi Soekarno dalam mengabdi untuk negara tentu saja tidak terlepas dari didikan orang tuanya sedari kecil, khususnya ayahnya.
Dalam buku biografi Soekarno yang berjudul "Hidup dan Perjuangan Soekarno Sang Bapak Bangsa" karya Andi Setiadi, Soekarno sendiri mengakui betapa sang ayah sangat tegas dan disiplin dalam mendidik Bung Karno. Soekemi yang juga keturunan Sultan Kediri memang berkeinginan kuat untuk menjadikan anaknya berjiwa besar.
"Hayo, Karno, hafal ini luar kepala; Ha Na Ca Ra Ka. Hayo, Karno, hafal ini; A B C D E." kata Soekemi menyuruh Soekarno belajar membaca dan menulis.
Saking keras dan tegas sang ayah untuk terus-menerus memaksa Soekarno belajar, sampai-sampai kepala Bung Karno pusing dibuatnya.
"Tapi, ayahku mempunyai keyakinan bahwa anaknya yang lahir di saat fajar menyingsing itu kelak akan menjadi orang," kenang Bung Karno dalam buku biografi setebal 204 halaman itu.
Konon, tidak hanya sang ayah, ibunya yang beragama Hindu juga telah merasakan takdir kekuatan besar dan hebat selalu menyertai Bung Karno.
"Jangan sekali-kali kau lupakan itu, Nak, bahwa engkau adalah putra sang fajar, dan takdirmu telah ditentukan," ucap sang ibu memberi pesan.
Doa dari Sebuah Nama
Sudah selayaknya nama adalah doa serta harapan yang diberikan orang tua kepada anaknya. Begitu juga dengan nama Soekarno, 'Su' yang artinya paling baik dan 'Karno' yang berasal dari nama seorang ksatria pahwalan dalam dunia pewayangan.
Namun ternyata, nama yang bermakna pahlawan yang baik itu bukan nama pertama yang diberikan orang tuanya kepada Soekarno.
Dari buku biografi yang terbit pada 7 Desember 2017 itu, ketika baru lahir Soekarno diberi nama Koesno Sosrodihardjo oleh orang tuanya. Namun, karena sejak kecil Soekarno sering sakit malaria, disentri dan penyakit lainnya, maka namanya diganti menjadi Soekarno di usianya yang tepat menginjak lima tahun.
Terinspirasi dari kisah seorang panglima perang dalam kisah Bharata Yudha bernama Karna, orang tua Soekarno memberikan nama tersebut bukan sekadar sepenggal nama tanpa makna.
Dari Koesno Sosrodihardjo, menjadi Soekarno, orang tua Bung Karno menyelipkan sebuah doa secara tersirat di balik nama Karno.
"Koes, mengaku akan kami beri nama Karna. Karna adalah seorang pahlawan terbesar dalam cerita Mahabhrata," kata sang ayah yang selalu diingat oleh Bung Karno.
Niat awal mengganti nama untuk terhindar dari berbagai penyakit, namun terbukti bahwa terselip doa di balik nama 'Soekarno' yang menjadikannya tumbuh menjadi anak yang kuat, pemberani dan berjiwa pahlawan.
Reporter magang: Nayla Shabrina