BPS Ungkap Alasan Data Kemiskinan Tak 'Update'
Pembagian Bansos untuk warga miskin selalu bermasalah. Mulai dari tidak merata, ada yang belum kebagian, sampai salah sasaran. Teranyar, Bansos untuk warga terdampak Covid-19, bahkan Pemprov DKI sampai menghentikan distribusi sementara karena data tak akurat.
Pembagian Bansos untuk warga miskin selalu bermasalah. Mulai dari tidak merata, ada yang belum kebagian, sampai salah sasaran. Teranyar, Bansos untuk warga terdampak Covid-19, bahkan Pemprov DKI sampai menghentikan distribusi sementara karena data tak akurat.
Salah satu kendalanya yakni tentang pembaharuan data warga miskin dari daerah ke pemerintah pusat dalam hal ini Kemensos. Sementara jumlah warga miskin dan catatan kependudukan selalu berbuah setiap tahun.
-
Kapan BPS dibentuk? Sejarah BPS dimulai pada tahun 1960, ketika Biro Pusat Statistik didirikan.
-
Kapan KEK Singhasari diresmikan? KEK Singhasari berlokasi di Kabupaten Malang, Jawa Timur, wilayah ini telah ditetapkan sebagai Kawasan Ekonomi Khusus sejak 27 September 2019.
-
Kapan kelas BPJS dihapus? Sehingga, Rizzky memastikan besaran iuran sekarang masih tetap sama dengan apa yang sudah berlaku selama ini."Untuk iuran masih tetap, karena tidak ada penghapusan kelas otomatis untuk iuran, ini masih mengacu kepada Perpres yang masih berlaku yaitu Perpres 64 tahun 2020 jadi masih ada kelas dan iuran masih sama," kata Irsan di kantor Kemenkes, Jakarta, Rabu (15/5).
-
Kapan Taman Kusuma Bangsa diresmikan? Sebelumnya, Taman Kusuma Bangsa diresmikan oleh Presiden Joko Widodo pada Senin (12/8) lalu.
-
Kapan Ganjar Pranowo bertemu dengan pelaku UMKM di Banyumas? Capres nomor urut 3, Ganjar Pranowo menghadiri silaturahmi bersama Asosiasi Pengusaha Mikro, Kecil dan Menengah (UMKM) Kabupaten Banyumas, Jawa Tengah, Selasa (9/1/2024).
-
Apa yang ditekankan Ganjar Pranowo kepada pelaku UMKM di Banyumas? Di depan para pelaku usaha, Ganjar menekankan pentingnya pelatihan-pelatihan secara rutin bagi UMKM agar dapat lebih maju.
Badan Pusat Statistik (BPS) mengungkap kendala pembaharuan data kemiskinan. Deputi Bidang Statistik Sosial BPS, Margo Yuwono menilai, kendala pembaharuan data dikarenakan sumber daya manusia dan anggaran.
"Pertama, kemungkinannya keterbatasan SDM dan anggaran. Kedua, (data) diupdate tapi prosesnya tidak berjalan dengan baik," kata dia kepada merdeka.com, Jumat (1/4).
Kemudian, penyebab salah data dikarenakan prosesnya tidak benar dalam menentukan kategori miskin. Lalu, ada pemerintah daerah yang kurang peduli terkait pembaharuan data.
Data yang dimaksud ialah Data Kesejahteraan Sosial Terpadu (DTKS) yang disetor ke Kementerian Sosial.
"Karena updatenya ada di kabupaten atau kota dan variasi antar daerah tinggi. Ada kepala daerah yang punya kepedulian tinggi, sehingga punya kepedulian bagus terhadap update data dan terjadi sebaliknya," tuturnya.
Selain itu, Margo menuturkan, BPS melakukan pembaharuan data sesuai kebutuhan. Ada data untuk kepentingan jangka pendek dan jangka panjang. Jangka pendek misalnya data inflasi, pertumbuhan ekonomi dan pengangguran.
Sedangkan jangka panjang data Indeks pembangunan manusia, angka harapan hidup dan lainnya. Sumber datanya bisa dari survei yang relevan.
Dia menambahkan, untuk survei inflasi, misalnya perkembangan harga dilakukan tiap bulan. Untuk pengangguran atau survei angkatan kerja nasional dilakukan Februari dan Agustus. Kemudian, survei kemiskinan atau survei sosial ekonomi nasional dilakukan tiap bulan Maret dan September tiap tahun.
"Kalau data yang ada di kemensos (DTKS) itu ada mekanisme tersendiri. Kalau survei BPS door to door. Kendala yang utama terkadang sulit menemui responden, sampelnya jadi berkurang," ujar Margo.
Menteri dan Kepala Daerah Saling Tunjuk
Soal data kemiskinan, baik pemerintah pusat maupun daerah juga tak ingin disalahkan. Pemda menyalahkan Kemensos yang menggunakan data lama dalam distribusi bansos.
Bupati Bogor Ade Yasin mengatakan, data yang dipakai pemerintah untuk penerima Bansos tidak mutakhir. Sementara angka kemiskinan selalu berubah-ubah.
“Kalau pemerintah pakai datanya kan data lama yang dari TKSK (Tenaga Kesejahteraan Sosial Kecamatan) sehingga tidak ada verifikasi ulang ya banyak yang salah, banyak ada yang sudah meninggal. Ada salah sasaran, ya pasti. Cuma di bawahnya repot juga,” jelas Ade Yasin saat dihubungi merdeka.com.
Dalam hal bantuan Covid-19 ini, Kabupaten Bogor telah menyiapkan anggaran sendiri. Per kepala keluarga akan mendapatkan 30 Kg beras.
"Bantuan beras 30 kg per KK (Kepala Keluarga)," kata dia.
Menurut dia, untuk menjalankan program tersebut, pihaknya telah menganggarkan sekitar Rp188 miliar. "Kalau kita kan menganggarkan 200.000 penerima, KK. Sekitar Rp188 miliar untuk beli beras. Masing-masing KK dapat 30 kilogram," jelas dia.
Itu hanya satu contoh keruwetan penyaluran Bansos yang dilakukan pemerintah pusat kepada warga miskin. Bahkan, Bupati Bolaang Mongondow Timur (Boltim) Sehan Salim Landjar, sampai ngamuk-ngamuk. Dia curhat, warganya sudah kelaparan, tapi BLT belum juga cair. Salah satu kendalanya, mereka yang tercatat penerima BLT, tak boleh terima bansos lain.
Menteri Sosial (Mensos), Juliari Batubara menjelaskan detil proses penyaluran bansos melalui data yang dimilikinya. Dalam hal ini, Kemensos tak memakai data dari BPS.
Pria yang akrab disapa Ari ini menuturkan, awalnya data diambil dari Survei Sosial Ekonomi Nasional (Susenas) Badan Statistik Nasional tahun 2015. Lalu, pusat data informasi Kemensos setiap 3 bulan melakukan pembaharuan Data Terpadu Kesejahteraan Sosial (DTKS) dari Dinas Sosial Kabupaten atau Kota.
"Lebih baik tau prosesnya dulu, semua kan pake proses. Kita gak akan asal tulis data lah," ucap Juliari kepada merdeka.com, Selasa (28/4).
Ari menjelaskan, Dinas Sosial daerah mengumpulkan data-data warga dari hasil musyawarah desa di kabupaten atau musyawarah kelurahan untuk kota. Dia bilang, proses itu sudah digunakan sejak lama.
Politikus PDIP pun merasa aneh apabila kepala daerah menyalahkan data Kemensos yang tak valid. Sebab, data tersebut justru diambil dari daerah.
"Nah silakan kalian pikir sekarang, kalau ada daerah yang teriak-teriak datanya tidak betul, siapa yang harus bertanggungjawab? Ini sudah berjalan tahunan seperti ini," ujar Ari.
Menurut Ari, kesalahan data di Kemensos tidak mungkin terjadi karena salah input atau sistem. Sebab, sistem akan menolak jika nama dan Nomor Induk Kependudukan (NIK) yang dimasukkan tidak sesuai.
"Kan otomatis kalau nama & NIK yang diinput tidak sesuai, sistem akan tolak. Tanyakan ke mereka (Dinsos Kabupaten/kota) jangan tanya kemensos terus. Kemensos sekarang ini sudah enggak ada benarnya," ujar Ari lagi.
Kemensos Gunakan Data 2015
Direktur Smeru Research Institute, Widjajanti Isdijoso, menduga salah satu hambatan dalam penyaluran bantuan sosial (bansos) yang tepat sasar berkaitan dengan data. Data Terpadu Kesejahteraan Sosial (DTSK) yang saat ini digunakan, kata dia, tidak diperbaharui sejak 2015.
"Kita tahu bahwa data itu di-update secara memadai di tahun 2015 kemudian tidak ada updating secara besar-besaran," kata dia, dalam diskusi virtual 'Ngobrol Tempo', Kamis (30/4).
Dampaknya tentu saja pada keakuratan data. Lima tahun tidak diperbaharui membuat keakuratan data pasti turun. Padahal sementara objek data yang dihimpun yakni kemiskinan, perkembangannya fluktuatif.
"Kalau dibuat 2015, kita hitung keakuratannya sekitar 85 persen. Karena kemiskinan itu fluktuatif. Tentunya kalau ini tidak diupdate secara memadai tentu keakuratannya akan turun. Sekarang ini kalau dengan ketepatan sasaran saat ini, ini lebih rumit lagi. Karena ada kemungkinan orang-orang bahkan yang di atas 40 persen. DTKS ini kan isinya 40 persen orang termiskin. Ada orang yang tidak termasuk 40 persen ini yang tiba-tiba jatuh miskin. Ini yang memang menjadi rumit," terang dia.
"Misalnya orang kerja di Cafe dulu mereka mungkin tidak sampai masuk 40 persen itu. Bahkan mungkin sekarang sama sekali tidak punya penghasilan. Jadi ini yang tentunya, kami menyatakan dalam kondisi krisis seperti ini membutuhkan treatment yang istimewa," imbuh dia.
Tanggung jawab untuk melakukan pembaharuan data kemudian diserahkan kepada pemerintah daerah (Pemda). Di saat yang sama, pemda juga mengalami hambatan dalam melakukan pembaruan data.
"Nah membangun satu sistem yang baru ini cukup rumit juga. Karena tidak semua daerah melakukan update secara memadai. Mungkin untuk beberapa daerah, khususnya di kota itu sumber daya orang di Dinas Sosialnya cukup bagus. Tapi di beberapa kabupaten yang masih kurang begitu maju, mereka kesulitan sebetulnya melakukan pendataan," ungkapnya.
"Kita tahu bahwa dari tahun 2015-2019 tentunya keakuratan data ini semakin berkurang. Misalnya di tahun 2019 kami mendapatkan data ada sekitar 60 kabupaten yang tidak melakukan updating. Dari kabupaten kota yang updating juga, ternyata mereka juga tidak melakukan updating-nya tidak terlalu akurat. Karena sumber daya keuangan maupun orang memang sangat terbatas," lanjut dia.
Sekretaris Jenderal Kementerian Sosial (Kemensos), Hartono Laras, mengakui sudah hampir 5 tahun tidak terjadi pemutakhiran basis data terpadu secara besar di tahun 2015. "Memang ini sudah 5 tahun ya. Kita sudah mengusulkan juga untuk dilakukan suatu pemutakhiran data secara menyeluruh," ungkapnya.
"Tapi sambil menunggu itu, ya sejak tahun 2015 kita telah membangun satu sistem informasi kesejahteraan sosial, tetap kita gunakan itu. ada yang digunakan untuk program PKH, ada yang BPNT dan sebagainya," katanya.
Pihaknya juga terus mendorong pemda untuk melakukan pemutakhiran data tersebut. Sebab basis data yang akurat amat dibutuhkan dalam penyaluran bansos. Apalagi dalam kondisi pandemi Covid-19 seperti sekarang.
"Kita terus mendorong pada daerah untuk terus melakukan update data ini. Data ini sangat penting. Ketika kita menghadapi situasi seperti ini. Ini kita juga sangat beruntung masih ada data yang kemudian ada dalam DTKS dan untuk implementasi programnya silakan daerah yang lebih tahu tentu saya yakin akan hati-hati untuk menentukan siapa yang layak untuk mendapatkan bantuan," tandasnya.
(mdk/rnd)