Buntut Kasus ACT, Muhammadiyah Dorong Pemerintah Bentuk Pengawas Lembaga Filantropi
Abdul mu'ti menilai pengawasan yang diterapkan saat ini belum berjalan maksimal.
Pimpinan Pusat (PP) Muhammadiyah menilai perlu dibuatkan lembaga khusus untuk mengawasi organisasi atau yayasan filantropi agar tidak terjadi penyelewengan dana donasi. Agar kasus penyelewengan dana seperti yang terjadi pada Aksi Cepat Tanggap (ACT) tak terulang kembali.
"Pengawasan oleh lembaga apakah itu independen atau lembaga khusus sangat diperlukan agar hal serupa tidak akan terjadi di masa yang akan datang," kata Sekretaris Umum PP Muhammadiyah Abdul Mu’ti, kepada wartawan, Sabtu (9/7).
-
Apa ciri khas bacaan sholat Muhammadiyah? Bacaan sholat Muhammadiyah tidak mengandung bacaan tambahan, seperti membaca basmalah sebelum surat Al-Fatihah, membaca qunut pada sholat subuh, dan membaca doa setelah tasyahud akhir.
-
Apa yang dilakukan Muhammadiyah terkait tawaran konsesi tambang dari pemerintah? Organisasinya tidak akan tergesa-gesa terkait konsesi tambang yang ditawarkan oleh pemerintah."Tidak akan tergesa-gesa dan mengukur diri agar tidak menimbulkan masalah bagi organisasi, masyarakat, bangsa, dan negara," ujar Mu’ti dikutip dari Antara, Minggu (9/6).
-
Apa yang terjadi pada Airul Harahap di Pondok Pesantren Raudhatul Mujawwidin? Salah seorang pengurus ponpes itu, Ustaz Ahmad Karimudin menyatakan mereka mendapat laporan bahwa santri itu tersengat listrik.
-
Bagaimana AHY memimpin rapat? Gagah dan Berkharisma, Ini Sederet Potret AHY Memimpin Rapat Sebagai Menteri ATR/BPN
-
Kapan sindikat ini terungkap? Kasubdit Jatanras Ditreskrimum Polda Metro Jaya, AKBP Samian dalam keterangannya, Rabu (20/12).
-
Kapan Kiai Ageng Muhammad Besari wafat? Makam Kiai Ageng Muhammad Besari wafat pada 1773.
Lebih lanjut, Abdul mengatakan, bahwa pengawasan yang diterapkan saat ini belum berjalan maksimal. Selama ini, lembaga filantropi sebagian berada di bawah pengawasan Kementerian Agama (Kemenag) dan Kementerian Sosial (Kemensos).
Ia menyebut, lingkup filantropi juga harus punya untuk pengawasan berlapis, seperti pada lingkup perbankan dan keuangan yang mempunyai lembaga khusus untuk pengawasannya, yakni Otoritas Jasa Keuangan (OJK).
"Itu kan ada pengawasan yang berlapis-lapis misalnya ada OJK, sebagai lembaga yang tidak hanya mengawasi government dari dunia perbankan, tetapi juga berbagai hal yang secara government dianggap patut atau tidak patut dalam hal penyelenggaraan," jelasnya.
Abdul berkata penyelewengan dana rentan di lembaga filantropi. Selain karena kurangnya pengawasan, ia menyebut ada pergeseran orientasi lembaga.
"Menurut saya ketidakpatutan itu terjadi karena memang ada persoalan pergeseran orientasi dan mungkin penurunan moralitas dari sebagian kecil mereka yang menjadi penyelenggara atau pengelola lembaga filantropi," ucapnya.
Ia juga berharap, meski izin Pengumpulan Uang dan Barang (PUB) sudah dicabut oleh Kemensos, namun, integritas pengawasan terhadap lembaga filantropi tetap harus diperkuat.
"Mudah-mudahan setelah ini persoalannya tidak berhenti dengan lembaga itu dibekukan, tapi kemudian bagaimana integritas mereka yang menjadi pengelola lembaga-lembaga filantropi itu memang harus diperkuat," imbuhnya.
ACT Diduga Salahgunakan Donasi
Sebelumnya, terkuak kasus penyelewengan dana umat yang diduga dilakukan oleh lembaga filantropi ACT yang dilakukan oleh sejumlah petinggi ACT. Uang donasi yang disalurkan ACT tidak sesuai dengan jumlah yang digalang. Uang itu mengalir ke segala arus, termasuk ke dompet para petinggi.
PPATK sebagai lembaga intelijen keuangan negara juga mengatakan ada masalah keuangan di lembaga itu. Beberapa di antaranya bahkan diduga terkait masalah terorisme.
Terkait hal ini, ACT mengakui pihaknya mengambil lebih dari 13,7 persen donasi sebagai dana operasional lembaga.
Sementara jika merujuk pada Pasal 6 ayat (1) Peraturan Pemerintah Nomor 29 Tahun 1980 tentang Pelaksanaan Pengumpulan Sumbangan, sumbangan dari publik yang boleh diambil maksimal 10 persen.
(mdk/eko)