Cegah Kecacatan, Headband Pintar Karya Mahasiswa Universitas Brawijaya Pantau Kondisi Penderita Epilepsi
Alat itu terhubung dengan smartphone, sehingga keluarga dapat mengetahui aktivitas dan posisi penderita.
Lima mahasiswa Teknik Elektro dan Kedokteran Universitas Brawijaya (UB) Malang menciptakan alat deteksi gelombang otak berbasis artificial intelligence (AI).
Cegah Kecacatan, Headband Pintar Karya Mahasiswa Universitas Brawijaya Pantau Kondisi Penderita Epilepsi
Alat yang diberi nama Dering (Detection and Monitoring Epileptic Seizures) itu berbentuk headband (ikat kepala). Fungsinya untuk mencegah disabilitas bagi para penderita epilepsi.
"Teknologi ini mengintegrasikan kecerdasan buatan dan mengolah berbagai parameter seperti gelombang otak, detak jantung, dan kemiringan tubuh untuk mendeteksi kejang epilepsi," kata Ketua Tim Penelitian, Ilham Fathurrahman Hamzah di Universitas Brawijaya (UB) Malang, Rabu (27/9).
- Plt Ketum PPP Bicara Wasiat Mbah Moen: Tidak Boleh Tinggalkan Kiai dan Santri
- Cerita Mahasiswi Brawijaya asal Spanyol Bertahan Hidup Usai Tersapu Ombak di Malang
- Kerangka Wanita Berusia 5.000 Tahun Ini Ternyata Sosok Penting Zaman Prasejarah, Dikubur dengan Sebilah Pisau Belati Kristal
- Cerita Smartphone di Dunia: Merek-merek yang Gugur dan yang Bersemi!
Alat itu yang memantau seluruh parameter itu terhubung dengan smartphone. Keluarga dapat mengetahui aktivitas dan posisi penderita.
Ilham menjelaskan, epilepsi merupakan penyakit gangguan aktivitas listrik otak yang dapat terjadi pada setiap orang dan berbagai usia. Meski kejang atau epilepsi dapat berujung pada kecacatan bahkan kematian, penyakit ini masih sering terabaikan di Indonesia.
Sampai saat ini belum tersedia alat yang dapat memantau secara langsung kondisi apabila penderita mengalami serangan kejang. Dering mencoba menjawab kebutuhan tersebut, dan berfungsi mencegah kecacatan pada penderita epilepsi.
Keunggulan Dering antara lain pada desainnya yang nyaman, kecerdasan buatan yang dapat mendeteksi aktivitas gelombang otak yang abnormal, fitur layanan darurat, dan konsultasi dengan dokter.
"Dering diciptakan untuk disability limitation atau mencegah kejadian buruk seperti kematian akibat epilepsi. Karena penderita epilepsi dapat mengalami kejang kapan saja dan di mana saja,” katanya.
Dering menawarkan berbagai keuntungan pada penderita epilepsi, mulai dari harganya yang ekonomis, aman, nyaman, digunakan serta pasien dapat dipantau secara real time sehingga mencegah kecacatan, bahkan kematian.
Alat ini memanfaatkan sensor electroencephalography (EEG) dan Accelerometer Gyroscope yang dapat menangkap gelombang otak seperti sinyal delta, theta, alpha, beta, gamma, denyut nadi, dan koordinat posisi.
Selain itu juga dilengkapi alarm tanda bahaya bagi orang di sekitar penderita, sehingga ketika terjadi serangan kejang, maka bantuan dapat segera diberikan.
Teknologi ini terhubung ke aplikasi smartphone sehingga bisa memunculkan hasil pemantauan dari sensor EEG) dan Accelerometer Gyroscope, lokasi penderita epilepsi, edukasi terkait epilepsi, fitur konsultasi ke dokter. "Dering akan menghubungi emergency service secara otomatis apabila terdapat kondisi darurat melalui fitur emergency call," katanya.
Dering diharapkan mampu menjadi solusi bagi penderita dan pasien epilepsi untuk beraktivitas normal dengan meminimalisir kekhawatiran keluarga dan kerabat. Mereka dapat memonitor kondisi dan lokasi secara real time.
Tim Dering terdiri dari tiga mahasiswa Fakultas Teknik Tahun 2021, yakni Ilham Fathurrahman Hamzah, Lukman Hidayat dan Steffany Dilent. Sementara Nidya Sekarsari Setyabudi dan Nasim Amar merupakan mahasiswa Fakultas Kedokteran Tahun 2020. Mereka didampingi Ir Nurussa'adah MT, dan dr Shahdevi Nandar KurniawanSpS (K).
Alat ini telah mendapatkan bantuan pendanaan dari Kemendikbud dalam Program Kreativitas Mahasiswa (PKM) bidang Karya Cipta dan akan berjuang untuk mengikuti seleksi PIMNAS XXXVI.