Cerita kedekatan Gus Dur dan Israel
"Gus Dur melihat Yahudi sebagai kekuatan besar yang mesti dipertimbangkan."
Dalam puncak pelaksanaan Konferensi Tingkat Tinggi (KTT) Luar Biasa OKI yang diselenggarakan selama dua hari berturut-turut di Jakarta Convention Center (JCC), Senayan pemimpin dunia Islam telah menghasilkan kesepakatan-kesepakatan yang tercakup dalam dua dokumen yaitu Deklarasi Jakarta dan Resolusi. Deklarasi Jakarta memuat langkah konkret pemimpin dunia Islam untuk Palestina dan dokumen Resolusi berisi komitmen OKI untuk mendukung Palestina dan Al-quds Al-sharif.
"Kami menyerukan pengakhiran penjajahan Israel dan pembentukan negara Palestina atas dasar two state solution. Para pemimpin juga memberikan dukungan bagi dilaksanakan konferensi perdamaian international," kata Presiden Jokowi di JCC, Senayan, Jakarta, Selasa (8/3).
Sebagai bentuk nyata, Jokowi juga menyerukan untuk memboikot produk-produk Israel agar tak boleh masuk ke Indonesia. Di dalam negeri, pidato Jokowi ini disambut positif baik oleh DPR maupun masyarakat luas. Mereka pun tak jarang memuji-muji Jokowi karena hal ini.
Sebelum Jokowi, Indonesia pernah mengungkapkan niatnya untuk membuka keran diplomatik dengan Israel. Hal itu diungkap sendiri oleh Abdurrahman Wahid atau Gus Dur ketika menjabat sebagai Ketua Umum PBNU.
Peryataan itu dia sampaikan karena pernah aktif di Yayasan Simon Peres yang berorientasi pada perdamaian dunia. Cita-cita Gus Dur ini ingin diteruskan ketika menjabat sebagai presiden.
Gus Dur ingin mengirim ribuan sarjana ke Israel untuk mempelajari tata pemerintahan, politik, ekonomi dan pertanian Yahudi yang jauh lebih maju dibanding Indonesia. Sayang langkah ini belum terwujud. Langkah itu terus diperjuangkan Gus Dur meski sadar banyak yang protes, mencaci atau menghujat.
Pada tahun 1994 Gus Dur dan beberapa orang temannya diundang oleh Perdana Menteri Israel, Yitzhak Rabin, untuk menyaksikan penandatanganan perjanjian damai antara Israel dan Yordania.
Dalam buku berjudul Damai Bersama Gus Dur, Djohan Effendi menulis bahwa ketika berkunjung ke Israel Gus Dur menyempatkan diri bertemu dengan sejumlah warga Israel baik dari kalangan orang-orang Yahudi maupun kalangan orang-orang Arab Muslim dan Kristen.
Gus Dur merasakan adanya hasrat damai yang kuat dari warga Israel, bahkan mereka mengatakan kepada almarhum Gus Dur: "Hanya mereka yang berada dalam keadaan perang yang bisa merasakan apa mana kata damai".
Setelah mendengar curahan hati rakyat Israel ini Gus Dur menjadi tersentuh dan tergerak nuraninya untuk mewujudkan perdamaian antara Israel dan Palestina secara jujur dan adil dengan mengedepankan win-win solution.
Dalam artikel berjudul "RI Dilamar Jadi Mediator Konflik Palestina Israel," Derek Manangka menulis bahwa Indonesia dan Israel telah membuka komunikasi informal jauh sebelum Gus Dur berkunjung ke Israel, yakni melalui kunjungan tidak resmi Perdana Menteri (PM) Yitzhak Rabin ke kediaman pribadi Presiden RI kedua, Muhammad Soeharto, di jalan Cendana, Jakarta, pada bulan Oktober 1992.
Kunjungan ini bertujuan meminta jasa baik Indonesia sebagai pemimpin Gerakan Non-Blok (GNB) untuk menjembatani konflik Palestina Israel. Tiga hari pasca-pertemuan antara PM Rabin dengan Presiden Soeharto, Gus Dur pun menanggapi pertemuan kontroversial tersebut dengan memberikan komentar yang meskipun datar namun tetap kritis.
"Tidak ada demonstrasi. Di kampung-kampung, masjid-masjid, semuanya tenang-tenang saja. Memang ada yang marah-marah tetapi kita lihatlah bagaimana reaksi masyarakat selanjutnya," ujar Gus Dur kepada jurnalis stasiun televisi British Broadcasting Channel (BBC) di Indonesia (Wawancara, 18-10-1993).
Niat membangun hubungan diplomatik dengan Israel dipengaruhi juga oleh latar belakang pendidikannya. Setelah kuliah di Al-Azhar, Kairo, Mesir, Gus Dur kemudian melanjutkan kuliah di Fakultas Hukum dan Sastra Universitas Baghdad, Irak kurang lebih selama 4 tahun. Di sana cucu pendiri NU Hasyim Asyari itu mempelajari dunia intelektual Yahudi lebih dalam dibanding buku bacaan dan informasi yang dia peroleh.
Seperti dituturkan Mahfudz Ridwan dalam buku: Satu jam lebih dekat dengan 11 tokoh paling inspiratif di Indonesia. Mahfudz merupakan teman Gus Dur sewaktu kuliah di Baghdad. Menurut dia, Gus Dur mendapat sparing partner diskusi tepat, yakni Ramin, seorang keturunan minoritas Yahudi di Irak.
Ramin adalah seorang Jurnalis yang melakukan pekerjaan tambahan di toko pakaian. Keduanya klop karena Ramin seorang pemikir liberal dan terbuka. Gus Dur mendalami pemikiran Ramin tentang politik Yahudi, budaya dan ekonominya, termasuk tragedi kemanusiaan yang dialami Yahudi di Rusia.
Gus Dur juga menunjukkan minatnya mempelajari cara Yahudi mampu mempengaruhi Amerika dan Dunia sampai kini. Untuk mempelajari itu, Gus Dur bahkan sampai mempelajari sisi budaya Kabbala, sebuah tradisi mistik Yahudi.
Menurut Gus Dur, seperti diceritakan Mahfudz Ridwan (teman Gus Dur waktu di Baghdad), solidaritas Yahudi di dunia sangat kuat dan militan sehingga mampu menguasai dunia.
Apalagi, merujuk firman Tuhan dalam sejumlah kitab, yang mengutuk Yahudi atau menempatkan bangsa Yahudi sebagai bangsa yang ingkar kepada Tuhan. Stigma itulah yang menyebabkan Yahudi ingin menunjukkan pengaruhnya kepada dunia serta diakui oleh bangsa lain.
Oleh karena itu Yahudi selalu berkonsolidasi baik secara ekonomi dan politik untuk mempengaruhi dunia. Caranya? Lobi dan bantuan finansial yang diberikan kepada bangsa lain.
Gus Dur melihat Yahudi sebagai kekuatan besar yang mesti dipertimbangkan. "Kita mesti belajar dari semangat orang-orang Yahudi," kata Mahfudz menirukan Gus Dur.
Baca juga:
Mayoritas Yahudi Israel ingin usir warga Arab
Terungkap, ini jalinan bisnis Indonesia dan Israel
Kisah misi rahasia pembelian senjata TNI ke Israel
4 Produk Made in Israel beredar di pasar Indonesia
Keberanian Jokowi boikot produk Israel menuai pujian
-
Apa yang diusulkan oleh TKN Fanta Prabowo-Gibran kepada pemuda Indonesia terkait Palestina? TKN Fanta Prabowo-Gibran mengajak pemuda Indonesia peduli pada isu kemanusiaan di Palestina, membangun solidaritas yang kuat. Wakil Ketua Pink Fanta, Khadijah Almakiya mengatakan keberpihakan anak muda bisa ditunjukkan dengan membangun narasi positif soal Palestina di media sosial dan meluruskan berita bohong atau hoaks yang beredar luas.
-
Di mana kejadian tentara Israel melempar jasad warga Palestina terjadi? Dilansir Middle East Eye, video tersebut memperlihatkan tiga tentara memanjat ke atas atap, memegangi mayat-mayat dan melemparkannya satu per satu dari atas atap.
-
Apa yang dirindukan Palestina dalam puisi ini? Negeri ini merindukan kedamaian yang tak tergoyahkan.
-
Kenapa warga Yahudi Israel meludahi pria Kristen Palestina? Saya pribadi telah menyaksikan hal ini berkali-kali di Yerusalem:Yahudi Zionis meludahi seorang ayah Kristen Palestina yang berjalan dengan damai bersama putranya di jalan. Yahudi lainnya menyemprotkan lada ke matanya," tulis unggahan.
-
Apa yang ditemukan pejalan kaki di Israel? Seorang pejalan kaki di Israel melihat sebuah benda kecil berkilauan ketika dia sedang melintasi daerah pegunungan di Tabor Stream Reserve di Galilee Bawah. Benda itu ternyata sebuah stempel kerajaan yang berasal dari masa 2.800 tahun lalu.
-
Apa yang dilakukan tentara Israel terhadap tahanan Palestina? Dengan posisi tangan terikat dan tanpa busana, para tahanan tersebut diperdaya sebagai perisai hidup untuk masuk ke rumah dan terowongan hancur di Jalur Gaza.