Derita warga Kulon Progo, belum dapat kompensasi lahan sudah dieksekusi
Eksekusi lahan warga di Kecamatan Temon, Kulon Progo untuk pembangunan Bandara New Yogyakarta International Airport mendapat penolakan warga. Mereka yang menolak mengaku belum mendapat ganti rugi dari Angkasa Pura I.
Eksekusi lahan warga di Kecamatan Temon, Kulon Progo untuk pembangunan Bandara New Yogyakarta International Airport mendapat penolakan warga. Mereka yang menolak mengaku belum mendapat ganti rugi dari Angkasa Pura I.
Salah satu warga, Hermanto mau tak mau harus merelakan sanggar seni kepunyaannya yang berada di Krangon, Palihan dirobohkan. Ratusan patung-patung seni karyanya yang disimpan di sanggar itu rusak tak bersisa.
-
Di mana letak Probolinggo? Probolinggo adalah sebuah kota yang terletak di pesisir utara Jawa Timur, 100 km di sebelah tenggara kota Surabaya.
-
Tol Yogyakarta-Kulon Progo dibangun untuk apa? Pembangunan Jalan Tol Solo-Yogyakarta-Kulon Progo Seksi Yogyakarta-Kulon Progo berfungsi untuk meningkatkan aksesibilitas dan konektivitas serta kapasitas jaringan jalan antar wilayah di DIY.
-
Bagaimana pembangunan Segarayasa di Keraton Yogyakarta? Selain itu di danau buatan itu terdapat terowongan bawah tanah dan masjid bawah tanah.
-
Di mana saja Tol Yogyakarta-Kulon Progo akan dibangun? Rencananya seksi pembangunan tol itu akan melewati Kabupaten Sleman dan Bantul.
-
Kapan Bregada Keraton Yogyakarta bertempur melawan VOC? Salah satunya adalah pertempuran Keraton Yogyakarta melawan VOC di Jenar pada tahun 1951.
-
Di mana Bandara Banyuwangi berlokasi? Bandara Banyuwangi menjadi bandara pertama di Indonesia yang berkonsep ramah lingkungan.
Selasa kemarin sekitar pukul 10.00 WIB, tiba-tiba sebuah backhoe parkir di depan musala Al Hidayah yang berada tepat di samping sanggar seni miliknya. Backhoe yang dikawal oleh puluhan aparat kepolisian ini kemudian bergerak dan mencoba untuk merangsek masuk ke dalam pekarangan dan sanggar milik Hermanto.
Hermanto yang tahu ada backhoe di depan pekarangannya ini kemudian mencoba menghadangnya. Sendirian, Hermanto berdiri tepat di depan backhoe. Kepala Hermanto berada persis di bawah alat penggaruk backhoe.
Hermanto kemudian bertanya apa maksud backhoe berada di depan pekarangan dan sanggarnya. Saat itu, Hermanto bertanya kepada salah seorang petugas dari Angkasa Pura I yang berada tak jauh dari backhoe.
"Saya bilang ini rumah saya. Ini tah saya. Ini punya saya pribadi. Petugas Angkasa Pura menjawab ini sudah dibeli. Saya bilang dibeli apa. Saya tak pernah menjual tanah saya," teriak Hermanto saat itu.
Saat sedang memertahankan pekarangan dan sanggar seninya, tiba-tiba ada sebuah lemparan benda asing dari arah petugas polisi yang saat itu tengah membentuk barikade. Lemparan itu tepat mengenai dahi sebelah kiri Hermanto.
Darah pun mengucur dari dahinya. Darah bahkan sempat menetes hingga ke kaos Hermanto. Sablonan putih bergambar petani yang sedang memegang sebuah pesawat di kaos yang dikenakan Hermanto pun terkena tetesan darah.
Usai terkena lemparan, Hermanto pun kemudian ditarik dan diselamatkan oleh sejumlah relawan dari Aliansi Tolak Pembangunan Bandara Kulon Progo. Suasana pun memanas. Sejumlah relawan kemudian terlibat aksi saling dorong dengan polisi.
Saat aksi saling dorong antara relawan dan polisi terjadi tiba-tiba beberapa relawan pun diseret dan ditangkap oleh polisi. Hermanto sendiri langsung ditarik dan dibawa masuk ke dalam rumah oleh beberapa relawan.
"Suasananya ricuh saat itu. Beberapa relawan dipukul, diseret dan ditangkap. Saya langsung dibawa ke dalam rumah dan diselamatkan," cerita Hermanto saat ditemui di rumahnya, Selasa (5/12).
Bersamaan dengan relawan ditangkap dan Hermanto dibawa masuk ke dalam rumah, backhoe pun merangsek masuk ke pekarangan dan sanggar seni miliknya. Ayunan alat penggaruk backhoe pun meluluh lantakan sanggar seni Hermanto yang di dalamnya berisi ratusam patung-patung seni buatannya.
"Sanggar saya yang berukuran 9x9 dengan dua lantai di bagian depan hancur. Patung-patung seni saya yang tak ternilai harganya hancur. Pohon-pohon di pekarangan saya juga dirusak dan diambrukkan tak bersisa," ujar Hermanto.
Hermanto tak pernah menyangka sanggar dan pekarangannya akan dirusak dan dirubuhkan. Sebab dirinya belum memberikan persetujuan ikut konsiyasi (proses pelepasan hak dan ganti rugi) tanah miliknya di Pengadilan Kulon Progo.
"Angkasa Pura kemarin berkomitmen hanya akan merobohkan bangunan yang sudah dikonsiyasi dan yang rumahnya sudah dikosongkan. Saya belum pernah konsiyasi. Saya belum pernah tanda tangan surat jual beli. Tanah ini milik saya dan tidak dijual," tegas Hermanto.
Hermanto mengungkap tak sekali ini saya dirinya mendapatkan perlakuan tak menyenangkan karena menolak menjual tanahnya untuk proses pembangunan bandara New Yogyakarta Internasional Airport (NYIA).
Sebelumnya, AP I merobohkan beberapa pohon yang berada di pekarangannya. Tak hanya itu tiga daun pintu dan sebelas jendela juga ikut dibongkar. Meteran listrik pun juga turut dicabut. Padahal, rumah dan pekarang itu belum pernah dijual Hermanto pada Angkasa Pura.
Pemutusan listrik dan perobohan bangunan milik warga secara sepihak ini tak hanya dirasakan oleh Hermanto. Perlakuan serupa juga dialami oleh warga lain yang bergabung dalam Paguyuban Warga Penolak Penggusuran Kulon Progo (PWPP KP).
Salah seorang anggota PWPP KP, Fajar juga merasakan hal yang serupa dengan Hermanto. Selasa (5/12) sejumlah petugas dan backhoe merobohkan puluhan pohon yang berada di halaman belakang rumahnya. Puluhan pohon mahoni, dua pohon jati mas, tiga pohon kelapa dan sebuah pohon kelengkeng roboh diterjang backhoe.
"Kejadiannya bersamaan dengan saat Mas Hermanto sanggar seninya dirubuhkan. Saya saat itu sedang berada bersama Mas Hermanto. Tiba-tiba dari belakang rumah sudah ada satu backhoe. Saya coba menghalangi tapi saya dicekik, dipiting, diseret oleh polisi agar menjauh dari pekarangan saya," tutur Fajar.
Fajar menerangkan jika tanah kepunyaannya tak pernah sama sekali dijual kepada pihak Angkasa Pura untuk pembangunan Bandara NYIA. Fajar pun mengaku memiliki sertifikat tanah tersebut.
"Saya tidak pernah jual tanah. Pokoknya tidak akan saya jual. Tanah ini milik saya dan saya ada sertifikatnya," tutup Fajar.
Akibat penggusuran yang terjadi pada Selasa (5/12) selain mengakibatkan kerusakan pada pekarangan dan rumah milik anggota PWPP KP juga menyebabkan 15 relawan dari Aliansi Tolak Pembangunan Bandara ditangkap oleh polisi. Ke 15 relawan ini dibawa ke Polres Kulon Progo untuk dimintai keterangan.
Selain itu 12 aktivis dari berbagai kampus ditangkap Polres Kulon Progo. 12 aktivis ini ditangkap karena dinilai menghalangi pengosongan lahan yang akan digunakan untuk pembangunan Bandara NYIA.
Juru Bicara Aliansi Tolak Bandara Kulon Progo, Heronimus Heron mengatakan, sekitar pukul 09.00 WIB lebih datang aparat gabungan bersama dengan Angkasa Pura I untuk melakukan penyisiran ke lokasi pembangunan bandara NYIA. Kedatangan aparat ini, lanjutnya, bertujuan untuk mengeksekusi rumah warga yang tanahnya belum mau dibebaskan.
"Sekitar pukul 10.15 WIB ada 12 orang aktivis dan relawan yang ditangkap polisi. Polisi menganggap jika jaringan solidaritas dan warga yang berada di Aliansi Tolak Bandara Kulon Progo adalah provokator," katanya di Yogyakarta, Selasa (5/12).
Heron mengungkapkan, saat ini 38 rumah dan warga yang berada di dalam pagar area pembangunan bandara yang belum mau dibebaskan lahannya. Kehadiran 12 aktivis dan relawan itu, sambung Heron, untuk bersolidaritas terhadap para warga yang menolak lahannya digunakan untuk pembangunan bandara NYIA.
Dia menambahkan, saat ini ke 12 orang yang ditangkap berada di Mapolres Kulon Progo. Ke 12 orang aktivis, kata Heron masih dimintai keterangan oleh polisi.
"Hingga sore ini masih di Polres Kulon Progo. Masih dimintai keterangan. Saat ini sudah didampingi oleh penasihat hukum. Tetapi belum jelas mereka melanggar pasal apa," tutup Heron.
Eksekusi lahan warga ini dilakukan setelah sebelumnya AP I melayangkan surat peringatan (SP) ketiga terhadap warga. Surat tersebut berisi imbauan warga segera mengosongkan lahan selambatnya 24 November.
"Kami telah melayangkan SP ke-3 sejak 20 November bersamaan penilaian ulang aset sebagian warga terdampak dan pembayaran ganti rugi tanaman bagi penggarap Paku Alam Ground (PAG)," kata Project Secretary Pembangunan NYIA PT AP I Didik Tjatur seperti dikutip dari Antara di Kulon Progo, Sabtu (25/11).
Dia mengatakan bahwa SP itu diberikan langsung kepada warga yang sudah menjalani pelepasan hak atas tanahnya maupun warga yang ganti rugi bidang lahannya dititipkan (konsinyasi) ke Pengadilan Negeri (PN) Wates.
"Kami tidak akan menggusur paksa warga," katanya.
Hingga pertengahan November 2017, kata dia, ada 96 bidang tanah yang belum teregister untuk konsinyasi. Itu pun mencakup bidang-bidang yang belum dilengkapi peta blok sehingga tidak bisa segera dikonsinyasikan.
Selain itu, ada 32 bidang tanah warga yang akan pihaknya bayar langsung nanti. AP I mengharapkan akhir November ini semuanya bisa teregister.
Adapun jumlah bidang tanah teregister untuk konsinyasi di PN Wates sebanyak 299 bidang dengan total luas 195,3 hektare. Jumlah tersebut terdiri atas tanah Paku Alam Ground (PAG) sebanyak 4 bidang seluas 160,2 hektare dan tanah warga sebanyak 295 bidang (35 hektare). Sebanyak 159 bidang tanah di antaranya sudah menjalani sidang penetapan, kemudian pemutusan hubungan hukum.
Diakuinya ada beberapa warga yang bidang tanahnya dikonsinyasi menolak menerima surat peringatan tersebut. Meski demikian, pihaknya tak ambil pusing dan menitipkan surat itu kepada pemerintah desa untuk disampaikan kepada warga bersangkutan.
"Konsinyasi diikuti pelepasan hak (pelepasan hubungan hukum) itu menurutnya memiliki ketetapan hukum sesuai dengan peraturan perundang-undangan. Kami berharap warga bisa mematuhinya dengan bergegas mengosongkan lahan," katanya.
Baca juga:
Kisah pilu Hermanto sanggar dirobohkan paksa karena pembangunan Bandara Kulon Progo
12 Aktivis penolak pembangunan Bandara NYIA ditangkap polisi
Berikan SP III, AP I harap warga segera kosongkan lahan terdampak Bandara Kulon Progo
Perpres ditandatangani, AP I jadi penanggung jawab pembangunan Bandara Kulon Progo
Tinjau lokasi, Menhub Budi Karya yakin Bandara Kulon Progo rampung 2019