Di tangan 5 mahasiswa, limbah kulit jeruk diolah jadi obat sariawan
Obat itu disebut mempunyai banyak keunggulan ketimbang produk beredar di pasaran.
Lima mahasiswa Universitas Gadjah Mada (UGM) membikin terobosan unik mengolah limbah kulit jeruk, menjadi obat sariawan. Kulit jeruk itu dibikin menjadi lembaran edible film, atau yang biasa digunakan sebagai pembalut permen, dan bisa langsung dimakan.
"Edible film itu terbuat dari kulit jeruk. Berbentuk lembaran tipis yang bisa langsung dimakan. Biasanya kandungan edible film banyak terdapat pada kulit jeruk Bali," ujar salah satu peneliti, Dyah Ayu Permatasari, Kamis (30/6).
Dyah ditemani empat rekannya dalam melakukan penelitian itu. Mereka ialah Meutia Ermina Toif, Arum Nur Hidayah, Bill Rich, dan Nico Pratama Yulianto Putra.
Dyah Ayu menjelaskan, langkah awal pembuatannya yakni menggunakan limbah kulit jeruk yang diolah menjadi Pektin. Pektin tersebut diolah lebih lanjut menjadi edible film.
"Pektin dilarutin dicampur dengan gliserol. Kemudian diaduk sampai 2-3 jam. Lalu dipanasin sampai 66 derajat. Kemudian dikasih CaCl2 (Calcium chloride). Ditaruh di loyang, dioven sampai kering," kata Dyah.
Setelah sudah menjadi lembaran edible film, lanjut Dyah, kemudian diberikan tambahan senyawa yang berfungsi mengobati sariawan. Obat sariawan yang ditambahkan dalam edible film tersebut bernama cinnamaldehyde.
"Kami menambahkan senyawa dari ekstrak kayu manis yang berfungsi menyembuhkan sariawan," ucap Dyah.
-
Siapa saja mahasiswa UGM yang melakukan penelitian di Kasepuhan Ciptagelar? Keunikan pemanfaatan teknologi pada masyarakat Ciptagelar menarik lima mahasiswa UGM, Dimas Aji Saputra (Filsafat), Berliana Intan Maharani (Sosiologi), Ilham Pahlawi (Antropologi), Gita Dewi Aprilia (Psikologi), dan Masiroh (Ilmu Komunikasi) untuk mengadakan penelitian di desa tersebut.
-
Siapa mahasiswa UGM yang berhasil lulus kuliah di usia termuda? Pada 29 Agustus lalu, Mia Yunita, mahasiswa prodi Kedokteran Hewan, Fakultas Kedokteran Hewan, berhasil menyelesaikan studinya. Ia berhasil menyelesaikan studi dalam waktu empat tahun. Namun di antara 3.627 wisudawan-wisudawati lainnya, Mia merupakan yang paling muda.
-
Mengapa Wakil Dekan Bidang Penelitian, Pengabdian, Kerjasama dan Alumni Fakultas Filsafat UGM memanggil mahasiswa tersebut? Pemanggilan ini disebut Iva untuk melakukan konfirmasi dan meminta keterangan. "Kami tahu dari media sosial. Ini kita menemui yang bersangkutan. Kita ajak bicara, kita ajak diskusi untuk menggali seperti apa yang sebenarnya terjadi," kata Iva saat dihubungi wartawan, Senin (18/3).
-
Apa yang diraih oleh Mukhamad Ngainul Malawani di UGM? Pada Rabu (24/1), sebanyak 836 Mahasiswa Program Pascasarjana UGM menjalani wisuda di Grha Sabha Pramana. Salah satu dari mereka ada nama Mukhamad Ngainul Malawani (31). Pria yang akrab disapa Ngainul itu berhasil meraih IPK tertinggi yaitu 4,00 sekaligus berpredikat pujian. Tak hanya itu, ia juga menjadi wisudawan dengan predikat lulusan tercepat karena berhasil meraih gelar doktor dalam waktu 2 tahun 8 bulan 17 hari. Padahal masa studi rata-rata jenjang program S3 adalah 4 tahun 9 bulan.
-
Apa yang dilakukan mahasiswa UGM dalam KKN mereka di Sulawesi Barat? Mahasiswa adalah agen perubahan. Tak sedikit mahasiswa yang melakukan inovasi untuk memberikan perubahan di tengah masyarakat. Bentuk inovasi itu bisa dilakukan melalui berbagai cara, salah satunya saat program Kuliah Kerja Nyata atau KKN. Melalui program KKN, Mahasiswa Universitas Gadjah Mada bakal memasang teknologi pemanen air hujan, tepatnya di Pulau Karampuang, Mamuju, Sulawesi Barat.
-
Kapan mahasiswa UGM melakukan penelitian di Kasepuhan Ciptagelar? Mereka mengadakan penelitian selama empat hari yaitu pada 24-27 Juli 2023 lalu di desa tersebut.
Cara penggunaan obat sariawan dari limbah kulit jeruk ini sederhana saja. Penderita sariawan hanya perlu menempelkan lembaran mengandung cinnamaldehyde pada titik sariawan.
"Obat ini modelnya berupa lembaran ditempelin ke sariawannya. Nanti lama-lama lembaran itu hilang sendiri. Edible film pun tidak masalah kalau mau dimakan," lanjut Dyah.
Dyah menjamin obat dinamai CINNAMED ini memiliki kelebihan dibanding obat sariawan pada umumnya. Obat ini diklaim tidak menimbulkan rasa pahit dan rasa perih bagi penggunanya.
"Survey kami menunjukkan bahwa penderita sariawan merasa kurang nyaman terhadap obat sariawan yang beredar pada umumnya. Penderita sariawan terasa perih dan pahit karena obatnya mengandung Albothyl," imbuh Dyah.
Dyah melanjutkan, obat sariawan CINNAMED ini pernah menjadi juara satu dalam lomba bertajuk Chemical Product Design Competition, diselenggarakan Di Universitas Indonesia, Maret lalu. Rencananya CINNAMED akan dikembangkan supaya dapat dikonsumsi masyarakat umum.
"Kami sudah sampai uji preklinis, semacam uji toksisitas atau uji terhadap hewan. Belum sampai pada tahap uji klinis pada manusia. Tapi kami sendiri sudah nyobain," sambung Dyah.
Dyah menambahkan, dari uji klinis diketahui dalam satu lembar Cinnamed mengandung cinnamaldehyd sebesar 180 miligram. Selain itu, dalam satu kemasan Cinnamed berisikan sepuluh lembar edible film berukuran masing masing 1,5 x 1,5 sentimeter.