Digusur dan dituduh penadah saat urus panti asuhan warisan orangtua
Digusur dan dituduh penadah saat urus panti asuhan warisan orangtua. Cucu dari Karaeng Tompo yang sebelumnya telah menghibahkan tanahnya menjual tanah itu yang di atasnya telah berdiri bangunan panti asuhan. Padahal sudah ada hitam di atas putih antara Hajjah Andi Salma dan Karaeng Tompo jika tanah itu dihibahkan
Berawal dari keinginan mengamalkan surat Al Ma'un yang memerintahkan untuk memperhatikan dan menyayangi anak-anak yatim piatu oleh Hajjah Andi Salma Sabaruddin ibu kandung dari Andi Hilmiyah (57), panti asuhan Miftahul Khair didirikan meski dibalut kesederhanaan.
Panti asuhan ini dibangun di atas lahan hibah di daerah karuwisi tepatnya jl Rehabilitasi Cacat No 25 C dari seorang tuan tanah tahun 1971 lalu bernama Karaeng Tompo. Awalnya hanya seperti gubuk karena memang dibangun dari bambu yang diberikan oleh tetangga yang memiliki rumpun bambu di sisi lahan hibah itu. Sebelumnya lahan itu ditimbun karena memang merupakan lahan rawa.
"Ibu saya seorang muballigah yang kerap mengajak orang lain untuk menyayangi anak yatim piatu dan anak kurang mampu. Sehingga tatkala ada anak-anak kerabat dari Kabupaten Bone yang hendak bersekolah di Makassar namun tidak punya rumah, ibu saya bersedia menampung. Saat itu ada lima orang, kemudian bertambah lagi lima orang dari daerah Kabupaten Maros karena memang kerap ibu saya di tahun 1970-an itu penuhi undangan ceramah hingga ke Maros. Akhirnya ibu saya berpikir untuk sekalian mendirikan panti asuhan yang menampung anak-anak yatim piatu dan anak-anak kurang mampu," kata Andi Hilmiyah saat ditemui di Panti Asuhan Miftahul Khair di jl Pelita Raya V A No 4 Makassar, Senin, (5/6).
Dari hari ke hari, jumlah anak asuh terus bertambah hingga mencapai 90 orang. Asalnya banyak dari Nusa Tenggara, Kabupaten Bone (Sulsel) dan Kabupaten Maros (Sulsel), ada juga yang berasal dari Sulbar. Hajjah Andi Salma ibu dari Andi Hilmiyah menghidupinya dari uang ceramah yang disisihkan sekaligus dari uang hasil jualan pakaian yang dijualnya saat ke Sorong, Papua, Tawau Sabah Malaysia dan daerah-daerah di Sulsel dan Sulawesi Barat memenuhi undangan ceramah atau tausiah. Karena saat itu Hajjah Andi Salma sudah berstatus sendiri setelah ditinggal cerai suaminya.
Jauh-jauh hari sebelumnya, kata Andi Hilmiyah, ibunya sudah mewasiatkan agar menjaga dan meneruskan pengelolaan panti asuhan itu sebagai amal jariyahnya jika suatu hari dia meninggal dunia. Namun suatu hari di tahun 2013, yang kala itu Andi Hilmiyah yang telah mengambil alih pengelolaan karena Hajjah Andi Salma ibunya telah berpulang, dia dan anak-anak asuh yang jumlahnya hampir 100 orang itu harus tergusur.
Cucu dari Karaeng Tompo yang sebelumnya telah menghibahkan tanahnya menjual tanah itu yang di atasnya telah berdiri bangunan panti asuhan. Padahal sudah ada hitam di atas putih antara Hajjah Andi Salma dan Karaeng Tompo jika tanah itu dihibahkan untuk membangun panti asuhan secara permanen.
"Tapi karena sang cucu dari pemilik tanah itu sudah menjualnya ke salah seorang pengusaha besar di Makassar, kami pun digusur tanpa diberitahu sebelumnya. Kami sudah berusaha memohon agar bisa menetap sementara sampai Lebaran karena saat itu bulan Ramadan, tapi kami tidak diberi toleransi. Hingga akhirnya saya dan anak-anak panti asuhan yang berjumlah hampir 100 orang itu angkat kaki. Untungnya ada tetangga yang memiliki satu rumah panggung yang tidak terpakai dan rumah kontrakan. Di rumah itu diberi tumpangan," kata Andi Hilmiyah yang juga seorang muballigah melanjutkan profesi ibunya.
Hingga suatu hari, kata Andi Hilmiyah, besannya menghibahkan tanah dan rumah jl Pelita Raya V A No 4, Makassar yang kini ditempati panti asuhan Miftahul Khair karena besannya itu termasuk keluarga yang cukup berlebih. Karena tidak ingin kejadian serupa yang sempat tergusur, rumah dan tanah hibah itu diberikan lengkap dengan persetujuan dan tandatangan empat anak sang besan.
-
Kenapa penemuan makam Kaisar Xiaomin penting? Temuan ini akan membantu kita memahami lebih dalam tentang kehidupan dan budaya dari masa lalu yang kini tengah terungkap melalui artefak-artefak yang ditemukan dalam makam ini.
-
Apa yang ditemukan di Makam Kaisar Xiaomin? Penggalian arkeologi mengungkapkan keberadaan sebuah parit sepanjang 147 meter yang mengarah ke makam. Makam ini terorientasi dari utara ke selatan dan berisi satu kamar dengan kedalaman mencapai 10 meter. Di dalam makam ini, para arkeolog menemukan berbagai persembahan pemakaman seperti wadah-wadah keramik dan patung-patung yang menggambarkan prajurit, unit kavaleri, bahkan ada gambar unta dan makhluk-makhluk yang sulit diidentifikasi.
-
Apa bentuk nisan makam Kyai Jatikusumo? Dikutip dari kanal YouTube BRIN Indonesia, bentuk nisan makam Kyai Jatikusumo merujuk era akhir 1400-an hingga 1500-an pertengahan. Makamnya berbentuk bangun persegi dengan bahu yang tinggi hingga mendekati mustaka atau kepala nisan.
-
Apa ciri khas Pantai Baros? Ciri khas dari pantai ini adalah pasirnya yang berwarna hitam bersih berpadu dengan birunya air laut. Selain itu, pemandangan di sekitar pantai juga sangat asri.
-
Bagaimana ciri khas pantun lucu? Tentunya dengan menggunakan pola yang berirama dan penuh humor, patun dapat menghadirkan keceriaan di tengah-tengah kegiatan sehari-hari.
-
Kapan makam Ki Pandanaran dipindah? Konon sebelum dipindah ke daerah Mugas, makam Ki Pandanaran berada di Bergota. Makam itu kemudian dipindah sekitar tahun 1980.
Pahit getir mengurus anak-anak yatim piatu dan anak kurang mampu terus dirasakan Andi Hilmiyah yang dibantu suaminya, Muhammad Saibu, (63) yang juga seorang muballigh, pensiunan panitera gugatan Pengadilan Negeri (PN) Gowa. Meskipun dia sangat ketat menerima titipan anak untuk diasuh di pantinya, antara lain surat rekomendasi dari Kepala Desa asal anak yang memuat status sosial anak, juga harus jelas identitas orang yang menitip anak tersebut, tapi Andi Hilmiyah sempat juga tergelincir hingga pernah dua hari ditahan di kantor polisi.
"Saya dituduh tukang tadah anak karena yang dua di antara anak di panti kami itu ternyata anak curian dari seseorang. Saya dan bapak akhirnya diinterogasi sampai dua hari di kantor polisi," kata Andi Hilmiyah mengenang.
Kisahnya ketika seorang laki-laki membawa anak dua anak, laki-laki berusia 3 tahun dan perempuan berusia 2 tahun dalam kondisi sangat memprihatinkan. Tubuhnya kurus tak terurus dengan pakaian seadanya. Laki-laki itu bermaksud menitip dua anaknya karena istrinya minggat. Karena dompetnya ikut dibawa kabur, laki-laki itu beralasan tidak bisa menyerahkan kartu identitasnya juga identitas anaknya dan berjanji akan datang lagi memenuhi persyaratan panti asuhan.
Tiga hari kemudian, muncul berita di koran jika seorang nenek datang ke kantor polisi mengadukan dua cucunya hilang. "Besan saya menelepon, coba lihat anak panti, apa ada anak seperti di koran itu. Saya lalu mengecek dua balita itu. Karena yang usia tiga tahun sudah bisa bicara, Saya tanya nama neneknya dan ternyata nama neneknya itu sama yang di koran. Kami pun melapor ke polisi bahwa dua anak itu ada di kami. Tapi anehnya, kami malah ditahan dengan tuduhan tukang tadah anak hasil curian. Kami baru dilepaskan dan dibawa ke ruangan Kasat Reskrim setelah Kasat Reskrim saat itu yang selalu bersama-sama dalam pengajian mengenal kami. Hingga akhirnya kasus itu bergulir ke pengadilan, saya ikut jadi saksi," kenang Andi Hilmiyah.
Sejak saat itu, tambah Muhammad Saibu suami Andi Hilmiyah, mereka kian memperketat proses masuknya anak asuh ke panti asuhan Miftahul Khair. Niatnya adalah berbuat baik, olehnya anak-anak yang diasuh di panti ini dididik dengan disiplin agama yang ketat. Tiap malam jumat, mereka diajarkan berceramah, tiap usai maghrib ada tadarus dan diberi kegiatan keterampilan. Misalnya untuk anak perempuan, diajari membuat kue kering sehingga sudah bisa membuat kue by order untuk menambah-nambah penghasilan demi menghidupi anak-anak.
"Anak-anak kami harus sekolah. Mulai dari SD hingga tingkat SMA. Kalau sudah selesai SMA, kami serahkan kembali ke pihak keluarga yang menitip anak itu ke kami sebelumnya. Kalau ada yang berkali-kali membuat pelanggaran di sekolah atau di panti, maka kami akan keluarkan. Yang ada di panti ini adalah anak yang mau belajar. Rata-rata anak-anak kami menerima beasiswa," ujar Muhammad Saibu, suami Andi Hilmiyah.
Selain mengandalkan uang pensiunan, sumbangan dermawan, Andi Hilmiyah juga menjual gas ukuran tiga kilo untuk mendapat tambahan karena untuk membiayai anak-anak panti yang kini berjumlah 60 orang setelah beberapa di antaranya sudah selesai pendidikan SMA nya dan kembali ke kampung halaman itu tidak sedikit. Rp 1 juta dalam satu bulan itu tidak cukup. Dalam sehari saja, habis 25 kilogram beras. Satu yang menjadi prinsip, mereka tidak akan menurunkan anak-anak panti asuhan untuk mengemis, uang sumbangan dermawan yang diberikan untuk anak panti asuhan tidak akan disentuhnya terkecuali jika dermawan itu telah membagi antara sumbangan untuk anak-anak panti asuhan dan untuk operasional panti asuhan.
"Saat ini donatur tetap kami ada dari Yayasan Darmais, yayasan milik keluarga Pak Soeharto sebesar Rp 5,8 juta per tiga bulan," ujar Andi Hilmiyah seraya menambahkan, semoga apa yang dilakukan bersama keluarganya ini membantu orang-orang tidak mampu dan anak yatim sebagaimana amanah Surat Al Ma’un dan pasal 34 UUD 1945 bisa menjadi berkah dan jaminan surga kelak.