Dikabarkan Ada Pejabat di Kubu Penganiaya Dokter Koas, Polisi: Tak Ada Intervensi, Kita Jalan Terus!
Sri Meilina melakukan intimidasi kepada korban untuk mengganti jadwal jaga anaknya, LD.
Penyidik Jatanras Direktorat Reserse Kriminal Umum Polda Sumatera Selatan menetapkan Fadilla alias Datuk alias DT (37) sebagai tersangka penganiayaan terhadap dokter koas Muhammad Lutfhi Hardyan. Tidak menutup kemungkinan ada tersangka lain.
Direktur Ditreskrumum Polda Sumsel Kombes M Anwar Reksowidjojo mengungkapkan, tersangka diminta mendampingi saksi Sri Meilina untuk bertemu dengan korban di sebuah kafe di Jalan Demang Lebar Daun Palembang, Rabu (10/12) sore. Tersangka mengaku sudah lama menjadi sopir pribadi Sri Meilina.
- Merasa Tertipu, Dokter Hewan Nikah Siri dengan Jaksa Gadungan Lapor Polisi
- Polisi Ungkap Penyebab Kecelakaan yang Tewaskan Dokter Pendamping Haji di Tol Indralaya-Prabumulih
- Dokter Muda di Jambi Tewas Kecelakaan Usai Difitnah Diteraki Maling Dikejar Warga dan Polisi
- Mengaku Dicabuli Dokter, Istri Pasien Serahkan Bukti Penting Ini ke Polisi
"Hubungan tersangka dengan ibu Sri Meilina sudah bekerja 20 tahun mendampinginya sebagai driver," ungkap Kombes Anwar, Sabtu (14/12).
Dalam pertemuan itu, Sri Meilina melakukan intimidasi kepada korban untuk mengganti jadwal jaga anaknya, LD. Sri Meilina menganggap jadwal jaga tidak adil bagi LD karena bersamaan dengan malam tahun baru.
"Bahwa ibu dari teman korban (Sri Meilina) mengintimidasi korban. Dia intimidasi mengapa anaknya dijadwalkan pada saat hari kumpul keluarga. Di situ korban sudah menyampaikan sesuai prosedur dengan cukup emosi," kata Anwar.
Saat itulah, tersangka melakukan penganiayaan terhadap korban. Tersangka mengaku terpancing emosi karena tingkah dan nada bicara korban tidak sopan kepada majikannya.
"Tersangka mengaku merasa korban tidak sopan hingga terjadi penganiayaan" kata Anwar.
Meski berada di lokasi dan diduga menjadi pemicu penganiayaan, Sri Meilina masih berstatus saksi. Polisi memastikan kasus ini terus berjalan dan tanpa intervensi dari pihak mana pun.
"Tidak ada tindakan fisik yang dilakukan Sri Meilina di dalam video. Namun kami masih mendalami apakah memenuhi unsur pidana untuk jadi tersangka," jelas Anwar.
"Tidak ada intervensi atas kasus ini, kita lurus jalan terus, siapa bapaknya (suami Sri Meilina) tak hubungan dengan kami," tutur Anwar.
Dikabarkan Pejabat PUPR
Seperti diketahui, ayah dari LD, majikan DT, tersangka penganiayaan dokter koas Unsri disebut-sebut pejabat Direktorat Jenderal Bina Marga Kementerian Pekerjaan Umum dan Perumahan Rakyat (PUPR). Adalah nama Dedi Mandarnsyah yang berstatus pegawai eselon III A.
Dedi suami seorang pengusaha kain tenun bernama Sri Meilina atau Lina yang turut berada di lokasi saat penganiayaan terjadi.
Dedy sendiri diangkat sebagai Kepala Balai Pelaksanaan Jalan Nasional (BPJN) Kalimantan Barat pada bulan Oktober 2024 lalu dan sebelumnya Kepala BPJN Aceh.
Berdasarkan Laporan Harta Kekayaan Penyelenggara Negara (LHKPN) di laman E-LHKPN Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK), Dedy Mandarsyah memiliki kekayaan sekitar Rp9 miliar.
Laporan harta kekayaan itu disampaikan saat dirinya menjabat sebagai Kepala BPJN Aceh. Dedy tercatat pertama kali mendaftarkan harta kekayaan di LHKPN pada 28 Maret 2019 periode 2018 saat dirinya menjabat sebagai Kepala Satuan Kerja (Kasatker) BBPJN Wilayah I Sumsel.
Saat itu, harta kekayaan Dedy Mandarsyah senilai Rp6,2 miliar yang berasal dari kepemilikan properti seperti tanah dan bangunan di kawasan Jakarta Selatan sebanyak 3 unit. Seluruh aset tanah dan bangunan tersebut diinput oleh Dedy Mandarsyah dengan jumlah nominal Rp750 juta. Ketiga aset itu juga dilaporkan merupakan hasil sendiri.
Sedangkan, untuk kepemilikan aset kendaraan dirinya melaporkan kepemilikan mobil Honda CRV tahun 2007 senilai Rp150 juta yang juga hasil sendiri. Untuk harta bergerak senilai Rp830 juta sedangkan kas setara Rp4,5 miliar.
Sejak mengisi jabatan sebagai Kasatker, Dedy Mandarsyah mengirimkan LHKPN ke KPK secara rutin. Terakhir LHKPN yang disampaikan Dedy Mandarsyah tercatat masuk pada 14 Maret 2024 untuk periodik 2023.
Pada LHKPN 2024, Dedy Mandarsyah tetap mencamtumkan tiga aset rumah dan bangunan di kawasan Jakarta Selatan. Hanya saja, tidak ada pergerakan nilai dari aset tanah dan bangunan miliknya dengan nominal sama seperti periodik 2018 sebesar Rp750 juta.
Dalam laporan terbaru dirinya menambahkan kepemilikan alat transportasi Honda CRV tahun 2019 senilai Rp450 juta yang dituliskan hasil dari hadiah. Lalu untuk harta bergerak lainnya tercatat sama dengan periodik 2018 senilai Rp830 juta.
Pada LHKPN terbaru dirinya menambahkan kepemilikan surat berharga senilai Rp670 juta.
Sedangkan untuk kepemilikan uang setara kas naik menjadi Rp6,7 miliar.
Secara keseluruhan aset yang dimiliki oleh Dedy Mandarsyah saat mencapai Rp9,4 miliar. Angka ini naik signikan dibanding pada 2018 yang berjumlah Rp6,2 miliar.
Berdasarkan statusnya sebagai Kepala BPJN Kalbar, pendapatan Dedy Mandarsyah diperkirakan mencapai Rp20.271.484. Jumlah itu didasari gaji pokok dan elemen tunjangan yang didapatkannya sebagai pejabat publik.
Dedy mendapatkan gaji pokok, tunjangan keluarga, tunjangan pangan, tunjangan jabatan, dan tunjangan kinerja. Adapun untuk rentang gaji golongan III dengan besaran tunjangan keluarga 10 persen ditambah dua persen per anak. Berdasarkan nilai gaji pokok tertinggi maka tunjangan keluarga yang didapat berkisar Rp549.024.
Lalu untuk tunjangan beras ASN diberikan jatah bersama keluarga dengan besaran 10 kilogram per orang ditambah masing-masing anggota keluarga mendapatkan 10 kilogram. Jika dinominalkan, maka per kilogramnya ASN mendapat sekitar Rp7.242 per orang dalam anggota keluarga. Jika dalam satu anggota keluarga terdiri dari tiga orang, maka dalam satu bulan Dedy mendapat tunjangan sebesar Rp217.260.
Sedangkan, untuk tunjangan jabatan PNS golongab IIIA mendapatkan uang sebesar Rp1.260.000. Lalu untuk tunjangan kinerja berdasarkan keputusan Menteri PUPR Nomor 980 Tahun 2024, untuk jabatan yang diemban Dedy mencapai Rp13.670.000.