DPR minta Kominfo kaji ulang penurunan tarif interkoneksi
Persaingan operator semisal Telkom, BUMN, hingga swasta dengan investor asingnya, sudah semakin tidak sehat.
Wacana penurunan tarif interkoneksi operator selular Indonesia menuai pro kontra. Anggota Komisi I DPR RI Bobby Adhityo Rizaldi, meminta menteri Komunikasi dan Informatika RI Rudiantara untuk menunda rencana tersebut.
Bobby melihat persaingan operator semisal Telkom, BUMN, hingga swasta dengan investor asingnya, sudah semakin tidak sehat. Persoalan yang dicermati Bobby adalah perang tarif yang vulgar di promosikan. Hal itu menurutnya belum tentu menguntungkan konsumen dalam jangka panjang terkait kualitas layanannya, tapi berpotensi menimbulkan kerugian negara.
"Pemerintah harus menjelaskan kepada Komisi I, bahwa rencana penurunan biaya interkoneksi dalam 18 skema, dipastikan tidak berpotensi merugikan atau mengurangi pendapatan negara di kemudian hari," kata Bobby di Kompleks Parlemen, Senayan, Jakarta, Senin (22/8).
BUMN dan Telkom, katanya, memandang rencana ini akan berpotensi merugi Rp 15 triliun per tahun, dan membuat operator non Telkom 'malas' memperluas jaringan infrastruktur baru.
Kekhawatiran lain adalah mayoritas investor asing seperti Indosat Ooredo, XL Axiata, membalas dengan Telkom memonopoli jaringan luar Jawa, dan 'malas' berbagi infrastruktur. Imbasnya, iklim kompetisi menjadi tidak sehat.
"Sebelum hal ini dijelaskan ke publik, Menkominfo hendaknya menunda rencana tersebut, sehingga tidak ada potensi kerugian negara seperti yang banyak diberitakan di media," terangnya.
Oleh sebab itu, Bobby meminta Menkominfo menjelaskan hal ini kepada Komisi I, termasuk rencana revisi PP no 52 dan 53 tahun 2000, yang dengan SE No 1153/M.kominfo/PI.0204/08/2016 akan memberlakukan penurunan tarif interkoneksi pada tanggal 1 September 2016 sampai 2018.