Duduk Perkara Kasus Proyek Satelit Kemhan
Kasus ini bermula ketika Indonesia menyewa satelit dan tak memenuhi kewajiban bayar sesuai nilai sewa.
Menko Polhukam Mahfud MD membongkar dugaan pelanggaran hukum lewat proyek satelit komunikasi pertahanan pada 2015. Proyek tersebut berpotensi membuat negara rugi sekitar Rp800 miliar.
Proyek tersebut sudah dilakukan oleh Kementerian Pertahanan (Kemhan). Kemhan sudah mengeluarkan kontrak untuk sejumlah perusahaan yaitu PT Avanti, AirBus, Detente, Hogan Lovel, dan Telesat yang terjadi dalam kurun waktu 2015-2016.
-
Kapan Keraton Surosowan dibangun? Keraton ini pertama kali dibangun sekitar tahun 1526 pada masa pemerintahan Maulana Hasanuddin, pendiri dari Kesultanan Banten.
-
Kapan Keraton Surakarta dibangun? Keraton ini didirikan oleh Susuhunan Pakubuwono II sebagai pengganti Keraton Kartasura yang hancur karena adanya peristiwa Geger Pecinan pada tahun 1743.
-
Kapan Pertamina memulai program SEB? Sekolah Energi Berdikari (SEB) yang diinisiasi Pertamina sejak Juni 2023 telah berhasil memberikan edukasi kepada 4.685 siswa untuk mengenal energi bersih.
-
Kapan Menara Syahbandar dibangun? Mengutip Kemdikbud.go.id, menara yang dibangun pada pertengahan abad ke-18 itu dibangun di tepi Kali Semarang.
-
Kenapa Museum Kenangan Semeru dibangun? Museum yang diinisiasi oleh Pemerintah Desa Sumberwuluh bersama mahasiswa KKN Universitas Jember itu dapat menjadi media edukasi tentang bencana erupsi.
-
Kapan embung di Kebumen itu dibangun? Embung itu terletak di daerah perbukitan, tepatnya di Desa Giritirto, Kecamatan Karanggayam, Kebumen. Selintas tidak ada yang salah dengan pembangunan embung itu. Namun sejak dibangun pada tahun 2018 lalu, embung itu tidak bisa digunakan untuk kepentingan warga.
"Kontrak-kontrak itu dilakukan untuk membuat satelit kominikasi pertahanan, dengan nilai yang sangat besar. Padahal anggaran belum ada, kontrak yang tanpa anggaran negara itu jelas melanggar prosedur," kata Mahfud dalam konferensi pers, Kamis (13/1).
Kasus ini bermula ketika Indonesia menyewa satelit dan tak memenuhi kewajiban bayar sesuai nilai sewa. Pada 19 Januari 2015, Satelit Garuda-1 telah keluar orbit dari Slot Orbit 123 derajat Bujur Timur (BT). Karena itu terjadi kekosongan pengelolaan oleh Indonesia.
Berdasarkan peraturan International Telecommunication Union (ITU), negara yang telah mendapat hak pengelolaan akan diberi waktu tiga tahun untuk mengisi kembali Slot Orbit. Apabila tidak dipenuhi, hak pengelolaan Slot Orbit akan gugur secara otomatis dan dapat digunakan oleh negara lain.
Demi mengisi kekosongan pengelolaan Slot Orbit 123 derajat BT itu, Kementerian Komunikasi dan Informatika (Kominfo) memenuhi permintaan Kementerian Pertahanan (Kemhan) untuk mendapatkan hak pengelolaan Slot Orbit 123 derajat BT guna membangun Satelit Komunikasi Pertahanan (Satkomhan).
Lalu, Kemhan membuat kontrak sewa Satelit Artemis yang merupakan floater (satelit sementara pengisi orbit), milik Avanti Communication Limited (Avanti). Padahal saat melakukan kontrak, Kemhan belum memiliki anggaran untuk keperluan tersebut.
Untuk memulai pembangunan, Kemhan juga menandatangani kontrak dengan Navayo, Airbus, Detente, Hogan Lovel, dan Telesat dalam kurun waktu tahun 2015-2016, yang anggarannya dalam tahun 2015 juga belum tersedia.
Pada 6 Desember 2015, meskipun persetujuan penggunaan Slot Orbit 123 derajat BT dari Kominfo baru diterbitkan tanggal 29 Januari 2016. Tetapi, Kemhan pada tanggal 25 Juni 2018 mengembalikan hak pengelolaan Slot Orbit 123 derajat BT kepada Kominfo.
Selanjutnya 10 Desember 2018, Kominfo mengeluarkan keputusan tentang Hak Penggunaan Filing Satelit Indonesia pada Orbit 123 derajat untuk Filing Satelit Garuda-2 dan Nusantara-A1-A kepada PT Dini Nusa Kusuma (PT DNK). Tetapi, PT DNK tidak mampu menyelesaikan permasalahan residu Kemhan dalam pengadaan Satkomhan.
Di tahun 2016, anggaran telah tersedia namun dilakukan self blocking Satelit Komunikasi Pertahanan (Satkomhan) oleh Kemhan.
Karena RI tidak memenuhi bayar sewa sesuai dengan nilai kontrak, PT Avanti menggugat pemerintah di London Court of Internasional Arbitration. Sehingga pada 9 Juli 2019, pengadilan arbitrase menjatuhkan putusan yang berakibat negara membayar untuk sewa satelit Artemis ditambah biaya arbitrase, biaya konsultasi dan biaya filing satelit sebesar Rp515 miliar.
"Jadi negara bayar Rp 515 miliar untuk kontrak ada dasarnya," ungkap Mahfud.
Selain dengan PT Avanti, pemerintah baru saja diputus oleh arbitrase di Singapura untuk membayar lagi dengan nilai 20.901.209 dolar (USD) atau Rp304 miliar kepada Navayo.
Pihak Navayo yang juga telah menandatangani kontrak dengan Kemhan menyerahkan barang yang tidak sesuai dengan dokumen Certificate of Performance, namun tetap diterima. Barang tersebut ditandatangani oleh pejabat Kemhan dalam kurun waktu 2016-2017.
Navayo kemudian mengajukan tagihan sebesar USD 16 juta kepada Kemhan, namun Pemerintah menolak untuk membayar. Sehingga Navayo menggugat ke Pengadilan Arbitrase Singapura.
Anggota TNI Diduga Terlibat
Panglima TNI Jenderal Andika Perkasa menyebut, ada indikasi sejumlah personel TNI terlibat dalam proyek satelit komunikasi pertahanan (Satkomhan) Kementerian Pertahanan (Kemhan) 2015-2016.
"Selasa kemarin saya sudah dipanggil Pak Menko Polhukam, intinya sama. Beliau menyampaikan bahwa proses hukum segera akan dimulai dan memang beliau menyebut ada indikasi awal beberapa personel TNI yang masuk dalam proses hukum," kata Andika kepada wartawan di Kejaksaan Agung, Jumat (14/1).
Mantan Kepala Staf Angkatan Darat (Kasad) ini menegaskan, bakal mendukung keputusan dari pemerintah untuk melakukan proses hukum tersebut.
"Jadi kami menunggu nanti untuk nama-namanya yang masuk dalam kewenangan kami," tegasnya.
Kasus Naik Penyidikan
Kejaksaan Agung (Kejagung) mulai melakukan penyidikan atas kasus proyek satelit komunikasi pertahanan (Satkomhan) Kementerian Pertahanan (Kemhan) pada 2015-2016. Kejaksaan Agung menandatangani surat perintah penyidikan hari ini.
"Hari ini kami tandatangani surat perintah penyidikannya," kata Jaksa Agung Sanitiar Burhanuddin kepada wartawan di Kejaksaan Agung, Jumat (14/1).
Akan tetapi, Burhanuddin tak menjelaskan secara rinci terkait perkara tersebut. Namun, hal itu baru akan disampaikan pada sore hari nanti.
"Kemudian, nanti kalau kasus posisinya apapun, nanti tanyakan ke Jampidsus nanti sore," ujarnya.
(mdk/ray)