Empat tahun menggantung, KPK tahan dua tersangka suap TEL
Kasus ini melibatkan perusahaan asing hingga lembaga pemberantas korupsi Inggris sempat turun tangan.
Komisi Pemberantasan Korupsi akhirnya menahan dua tersangka kasus dugaan suap pengadaan Tetra Ethyl Lead (TEL) Pertamina pada 2004 oleh perusahaan luar negeri, Innospec, yakni SAM dan WSL. Mereka dibui usai menjalani pemeriksaan sebagai tersangka selama lebih dari enam jam.
Tersangka dibui lebih dulu adalah SAM. SAM merupakan mantan Direktur Pengolahan Pertamina dan kini bekerja sebagai konsultan. Lelaki rambutnya sudah memutih itu digelandang ke dalam mobil tahanan KPK. Sementara WSL adalah mantan Direktur PT Soegih Inter Jaya, agen Innospec di Indonesia.
"Kedua tersangka ditahan 20 hari ke depan demi kepentingan penyidikan. Selanjutnya bisa diperpanjang oleh penyidik," tulis Kepala Bagian Pemberitaan dan Publikasi KPK, Priharsa Nugraha, melalui pesan singkat, Selasa (24/2).
Menurut Priharsa, penyidik memiliki alasan subyektif mengapa baru menahan keduanya sekarang. Padahal mereka sudah empat tahun menyandang status sebagai tersangka.
Priharsa menambahkan, SAM dititipkan di Rumah Tahanan Negara Cipinang, Jakarta Timur. Sedangkan WSL dikurung di Rumah Tahanan KPK cabang Pomdam Jaya, Guntur, Jakarta Selatan.
Kasus dugaan suap pengadaan Tetra Ethyl Lead (TEL) Pertamina terjadi pada 2004. Perkara itu melibatkan beberapa petinggi Pertamina saat itu dan pemilik PT Soegih Inter Jaya. PT Soegih merupakan agen resmi dari Innospec Limited (Ltd.) di Indonesia sejak 1982.
Innospec memiliki pabrik di Kota Widnes dan Ellesmere Port, Cheshire, Inggris. Mereka merupakan satu-satunya perusahaan produsen TEL dan zat aditif lain buat bahan bakar masih beroperasi di dunia sampai hari ini. Innospec dulunya dikenal sebagai perusahaan produsen bahan kimia bernama Octel, bermarkas di Delaware, Amerika Serikat. Berubah nama setelah sahamnya dibeli.
Praktik pemberian duit pelicin itu awalnya justru dibongkar oleh Kantor Kejahatan Serius (Serious Fraud Office/SFO). Itu adalah lembaga khusus antikorupsi Pemerintah Inggris. Kerjanya mirip Komisi Pemberantasan Korupsi, yakni lembaga penegak hukum khusus menyelidiki dan menyidik kejahatan rumit seperti penyalahgunaan wewenang, suap, dan korupsi. Mereka bekerja sebagai unit utuh memiliki tenaga penyelidik, penyidik, dan jaksa penuntut umum secara mandiri. Surat kabar The Guardian lebih dulu melakukan investigasi atas praktik lancung ini.
Menurut mantan Kepala SFO menangani kasus Innospec, Andrew Mitchell, seperti dikutip dari harian The Guardian, para petinggi Innospec diketahui secara terorganisir, terstruktur, dan sistematis menyuap pejabat dan lembaga beberapa negara menjadi pelanggan mereka. Hal itu dilakukan supaya negara-negara itu menangguhkan program penerapan bensin tanpa timbal dan tetap membeli TEL produk mereka.
Menurut Mitchell, ada empat petinggi Innospec dinyatakan bersalah menjadi penggagas suap. Mereka adalah mantan Direktur Eksekutif Penjualan Aditif Multinasional periode 1996-2005, Dennis Kerrison, eks Direktur Penjualan Senior Asia-Pacific, Dr. Miltiades 'Miltos' Papachristos berkebangsaan Yunani, bekas Direktur Operasional Paul Jennings, dan mantan Direktur Penjualan dan Pemasaran, David Turner. Dua nama terakhir belakangan dinyatakan bersalah menyogok pejabat di Indonesia dan Irak.
Mitchell menyatakan, penyidikan dugaan suap Innospec berlangsung selama tujuh tahun dilakukan oleh SFO dibantu beberapa lembaga antikorupsi dunia dan Departemen Hukum Amerika Serikat serta Swiss. Mereka menemukan fakta Innospec berkonspirasi buat menggagalkan program bensin bebas timbal di beberapa negara. Modusnya adalah dengan menyuap pejabat negara, menggagalkan serta melakukan sabotase uji coba aditif peningkat oktan BBM ramah lingkungan. Pelanggan Innospec tersisa adalah Irak, Iran, Afrika Selatan, Venezuela.
Saat Pemerintah Indonesia berencana menghapus BBM bertimbal pada era 2000, Innospec ketar-ketir. Mereka enggan kehilangan salah satu pelanggannya itu yang membayar USD 277 juta buat membeli timbal. Mereka pun berencana menjual TEL sebanyak mungkin di Indonesia dan secara aktif memberangus produk-produk peningkat oktan ramah lingkungan.
Empat petinggi itu lantas mengatur siasat supaya Indonesia menghentikan atau menangguhkan program bensin bebas timbal. Mereka lantas berusaha mengontak beberapa petinggi Pertamina dan Kementerian Energi Sumber Daya Mineral saat itu. Mereka adalah mantan Direktur Jenderal Minyak dan Gas Kementerian ESDM dan eks Kepala BP Migas (kini SKK Migas), Rahmat Sudibyo, dan mantan Direktur Pengolahan Pertamina Suroso Atmomartoyo, mantan wakil Dirut Pertamina Mustiko Saleh, Muhammad Syakir, serta seseorang bernama Herwanto Wibowo. Mantan Direktur Utama Pertamina, Ari H. Soemarno, juga disebut-sebut tahu kasus ini.
Setelah lobi-lobi, disepakati Innospec siap menggelontorkan uang suap sebesar USD 17 juta melalui distributor utama mereka di Indonesia, PT Soegih Inter Jaya. Duit sogok disalurkan melalui Direktur PT SIJ, Willy Sebastian Liem. Tetapi kasus itu keburu terbongkar di negara asalnya. Empat petinggi Innospec, Dennis Kerrison, Miltos Papachristos, Paul Jennings, dan David Turner diseret ke meja hijau dan dijebloskan ke dalam penjara setelah terbukti menyuap dalam penjualan TEL lintas negara. Keempatnya mengaku bersalah di depan persidangan.
Hakim setempat menghukum Dennis dengan empat tahun penjara. Sementara Paul diganjar pidana selama dua tahun di balik terali besi setelah mengaku bersalah dua tahun lalu.
Miltiades dibui 18 bulan. Sedangkan hakim memutuskan menangguhkan hukuman 16 bulan penjara buat David Turner selama dua tahun, setelah mengaku bersalah dua tahun lalu lantaran memberi bukti-bukti tindakan korupsi Kerrison dan Miltiades. Tetapi, dia juga mesti menjalani hukuman tambahan yakni kerja tanpa dibayar selama 300 jam.
Dalam putusannya, Hakim Lord Justice Thomas dibacakan di Pengadilan Southwark Crown, Inggris, secara mengejutkan menyebut keterlibatan Rahmat dan Suroso Atmomartoyo dalam kasus suap itu. Rahmat sebagai mantan Dirjen Migas ESDM dan Kepala BP Migas disebut terbukti menerima suap lebih dari USD 1 juta atau sekitar Rp 9 miliar dari Innospec. Suroso juga disebut terbukti menerima sogokan. Hakim Thomas menyatakan, Innospec terbukti menyetor fulus pelicin sejak 14 Februari 2002 hingga 31 Desember 2006 sebesar USD 11,7 juta melalui PT Soegih Inter Jaya. Duit itu lantas dibagi-bagikan kepada beberapa pejabat negara supaya menyetujui pembelian TEL. Hakim juga menjatuhkan denda USD 12,7 juta kepada Innospec atas perbuatan suap.
Hakim menyatakan keempat mantan petinggi Innospec itu terbukti melakukan konspirasi dalam tindak pidana korupsi. Dalam pertimbangan hukumnya, hakim setempat menyebutkan korupsi adalah sebuah wabah tersembunyi memiliki dampak merusak luas di masyarakat. Dia juga menyatakan meski penggunaan TEL sudah dilarang di banyak negara, tapi hal itu menjadi keuntungan perusahaan yang memonopoli.
KPK pun bergerak cepat menanggapi putusan itu. Pertama mereka menetapkan Suroso sebagai tersangka pada November 2011. Mantan Direktur Pengolahan Pertamina itu disangka menerima sogokan dari Innospec. Dia disangkakan melanggar Pasal 12 huruf a dan atau Pasal 11 Undang-Undang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi.
Tersangka kedua adalah Direktur PT Soegih Inter Jaya, Willy Sebastian Liem. Dia ditetapkan sebagai tersangka pada Januari 2012. Willy sebagai agen Innospec di Indonesia diduga menyuap petinggi Pertamina dan pejabat lain. Willy disangkakan Pasal 5 Ayat (1) huruf a dan b dan atau Pasal 13 UU Pemberantasan Korupsi.