Fakta Baru, Nota Biaya Kremasi Senilai Rp80 Juta bukan Milik Martin Warga Jakbar
Avrilendy mengatakan, Martin maupun pemilik nota itu sama sekali tidak membuat laporan ke Polres Metro Jakbar. Pengakuannya kepada penyidik mereka tidak keberatan dengan biaya kremasi itu.
Satreskrim Polres Metro Jakbar telah memeriksa Martin, pria mengeluhkan mahalnya biaya kremasi di tengah situasi pandemi Covid-19. Keberatan itu beredar di akun media sosial.
Dalam pesan berantai, beredar juga nota yang ditagihkan oleh Rumah Duka Abadi. Nilainya mencapai Rp80 Juta. Rinciannya untuk peti jenazah Rp25 juta, transportasi Rp7,5 juta, kremasi Rp45 juta, dan pemulasaraan Rp2,5 juta.
-
Kenapa video tersebut viral? Video yang diunggahnya ini pun viral dan menuai perhatian warganet."YaAllah Kau bangunkan aku tengah malam, aku kira aku mimpi saat ku lihat suamiku sedang sujud," tulisnya di awal video yang diunggahnya.
-
Apa yang terjadi di video yang viral? Video berdurasi 20 detik tersebut memperlihatkan seseorang yang diklaim sebagai Gibran yang sedang menggendong bayi sambil mengumandangkan takbir.
-
Apa yang terjadi dalam video viral tersebut? Video yang menampilkan seorang sopir truk video call dengan keluarga dan menyatakan tak memperbolehkan anaknya jadi polisi viral di media sosial. Video itu diambil di depan kantor Polsek Tebo Tengah, Kabupaten Tebo, Jambi.
-
Mengapa kejadian ini viral? Tak lama, unggahan tersebut seketika mencuri perhatian hingga viral di sosial media.
-
Mengapa konten video Jakarta di masa depan menjadi viral? Karena kreativitasnya, postingan @fahmizan kemudian menjadi viral dan di repost oleh banyak akun di berbagai sosial media.
-
Kenapa video ini menjadi viral? Video ini viral dan sukses bikin warganet ikut sedih.
Kanit Kriminal Umum Polres Jakarta Barat AKP Avrilendy menerangkan, Martin kepada penyidik telah membantah nota itu. Berdasarkan keterangan nota tersebut milik orang lain bukan Martin.
"Jadi antara narasi sama yang nota dari Rumah Duka Abadi itu sebenarnya tidak berkaitan. Awalnya Martin hanya bikin narasi itu saja tidak menyertakan nota itu, cuma lama-lama karena pesan berantai kan ada omong-omongan, terus ditambahin nota itu," kata dia saat dihubungi, Rabu (28/7).
Avrilendy menerangkan, Martin mengaku tidak mengenal orang yang menyertakan nota itu. "Bukan (nota Martin). Martin juga tidak tahu itu dari siapa," ujar dia
Avrilendy mengatakan, Martin maupun pemilik nota itu sama sekali tidak membuat laporan ke Polres Metro Jakbar. Pengakuannya kepada penyidik mereka tidak keberatan dengan biaya kremasi itu.
"Dari pihak keluarga jenazah tidak merasa keberatan, tidak merasa dirugikan. Dan sampai saat ini mereka tidak buat laporan," kata dia.
Sebelumnya, Fakta baru terungkap dari hasil penyelidikan yang dilakukan Satreskrim Polres Metro Jakarta Barat meningkatnya harga kremasi di tengah situasi pandemi Covid-19.
Penyelidikan ini bermula dari unggahan seorang warga Jakbar bernama Martin di akun media sosial. Dia mengeluhkan dugaan adanya kartel kremasi yang memainkan harga hingga puluhan juta rupiah.
Avrilendi, mengungkapkan bahwa kenaikan biaya kremasi ini terjadi akibat adanya praktik percaloan. Hal itu berdasarkan keterangan dari 10 orang saksi dan juga dokumen yang diperiksa penyidik.
"Sampai saat ini diperoleh kesimpulan awal. Bahwa memang benar ada terjadinya kenaikan harga pengurusan jasa kremasi. Jadi ada pihak makelar yang menghubungkan antara rumah duka sampai krematorium. Mereka mengambil keuntungan dengan menaikan harga," kata dia.
Avrilendi menerangkan, calo biasanya menawarkan jasa berupa layanan ibadah hingga pelarungan abu. Ada juga yang hanya menghubungkan pihak keluarga dengan krematorium.
"Misalnya dia punya link, punya kenalan dia (calo) hanya menghubungkan. Ada juga yang selain menghubungkan, dia juga memberikan jasa-jasa layanan ibadahnya sampai larung abu," ujar dia.
Avrilendi menerangkan, praktik percaloan kremasi tidak melibatkan pihak dari yayasan krematorium termasuk Yayasan Rumah Duka Abadi, yang selama ini disudutkan.
"Mereka di luar karyawan krematorium, mereka sendiri-sendiri. Cuman dari Rumah Duka Abadi ini bisa sampai ke krematorium itu melalui beberapa orang atau beberapa pihak jadi masing-masing pihak ini sudah menaikkan harga," ujar dia.
Lebih lanjut, Avrilendi menerangkan, penyidik sejauh ini belum menemukan adanya suatu bentuk kartel. Sebab jika disebut kartel, ada kerja sama atau kesepakatan antara penyedia jasa dengan produsen.
Avrilendi mengatakan, umumnya jika kartel terjadi, antarpesaing usaha saling berkoordinasi menentukan harga demi meraup keuntungan. Dalam hal ini, kesepakatan itu membuat masyarakat merugi.
"Sampai sejauh ini kita tidak menemukan bentuk itu (kartel), yang ada seperti pencaloan," ujar dia.
Reporter: Ady Anugrahadi
Sumber : Liputan6.com
Baca juga:
Polres Jakbar Duga Harga Kremasi Jenazah Covid-19 Naik Karena Praktik Percaloan
Polres Jakbar Periksa 10 Saksi Terkait Dugaan Kartel Kremasi Jenazah Covid-19
Tak Bisa Andalkan APBD Atasi Pandemi, Ridwan Kamil Kumpulkan 70 Perusahaan Swasta
Menteri LHK: 18.460 Ton Limbah Medis Per 27 Juli 2021
Realisasi Vaksinasi Covid-19 untuk Anak di Kota Bandung Masih Rendah
Jokowi Siapkan Rp1,3 Triliun untuk Pengelolaan Limbah Medis Covid-19