Firasat keluarga sebelum Sani jadi korban kebakaran gudang kembang api
Firasat keluarga sebelum Sani jadi korban kebakaran gudang kembang api. Salah satu anak korban mengaku sempat memimpikan Sani.
Pihak keluarga dan sanak saudara 47 korban tewas ledakan dan kebakaran gudang kembang api terus berdatangan ke Posko Antemortem Rumah Sakit Polri Kramat Jati, Jakarta Timur. Sejauh ini sudah hampir 32 keluarga mendatangi RS Polri.
Joko (49) salah seorang pemimpin keluarga asal Salembaran, Tangerang Kabupaten, yang istrinya menjadi korban menjadi salah satu orang yang menyambangi RS Polri. Sebelum istrinya menjadi korban ledakan, Joko mengaku tak mempunyai firasat sama sekali.
"Saya ke sini (RS Polri) bawa KTP sama KK aja sih, ini rahang gigi itu aja sih. Saya enggak ada firasat sama sekali, seperti biasa kalau mau berangkat pamitan dulu," kata Joko kepada merdeka.com dengan nada lemas di RS Polri, Kramat Jati, Jakarta Timur, Jumat (27/10).
Bapak dari tiga orang anak ini menuturkan, jika istrinya yang bernama Sani itu baru saja kerja di tempat tersebut. Istrinya pun bekerja di lokasi ledakan karena diajak oleh seseorang dengan gaji Rp 40 ribu per hari.
"Iya baru tiga minggu kerja dan dia (istri) kerja di situ (pabrik petasan) diajak. Gajinya Rp 40 ribu per harinya. Saya juga pas kejadian ada di rumah yang enggak jauh jaraknya sekitar 500 meter," ujarnya.
Sementara itu, cerita lain datang dari bocah kelas 6 Sekolah Dasar (SD) Seno (10) yang memang anak dari Sani. Sudah dari pukul 09.00 WIB, dia bersama dengan bapak dan kakak perempuannya sudah berada di RS Polri.
"Jam 09.30 WIB, ke sini (RS Polri) sama bapak dan kakak naek mobil grab, dari Salembaran, Tangerang Kabupaten. Yang di sini ibu, tapi belum tau kepastiannya sih di sini (RS Polri) apa di sana. Soalnya belum dapet kabar," kata Seno dengan nada sedih.
Seno pun mengucapkan yang serupa dengan sang bapak, kalau ibunya itu baru saja bekerja tiga minggu di gudang tersebut. Bocah kelas 6 SD itu mengaku panik, ketika mendengar kabar adanya ledakan di pabrik petasan.
"Kalau kerja di pabrik petasan baru tiga minggu. Pas baru pertama ngedenger dari kabar langsung panik. Tahu kabarnya juga pas lagi sekolah, ibu-ibu pada ngomong ada kebakaran di deket SMP, langsung buru-buru pulang. Soalnya kalau jarak dari sekolah enggak kedengeran, tapi kalau dari rumah mah kedengeran," ucapnya.
Mengetahui adanya ledakan di pabrik petasan tempat ibunya bekerja, dia pun langsung bergegas sendiri untuk pergi menuju lokasi terjadinya kebakaran untuk mencari ibunya itu bersama sang bapak. Tapi terlebih dahulu dirinya pulang untuk menaruh tas dan sepatu yang ia kenakan untuk sekolah.
Sesampainya di lokasi dirinya merasa terkejut, karena dirinya masih sempat menyaksikan ledakan petasan yang begitu dahsyat yang juga membakar pabrik yang berukuran cukup besar sehingga menewaskan 47 orang meninggal dunia.
"Pas di sana ngeliat apinya gede, pas ada ledakan yang gede. Itu ledakan sekitar jam 09.00 WIB atau jam 09.30 WIB," ujarnya.
Setibanya di lokasi ledakan pabrik petasan, dirinya pun sempat menanyakan keberadaan ibunya itu kepada bapaknya (Joko). Tapi, sang bapak tak mengetahui hal itu, karena mereka pun tak boleh memasuki kawasan itu oleh polisi. "Iya, tapi mah yang nyari itu polisi. Soalnya enggak boleh masuk," ucapnya.
Dirinya pun sangat berharap jika ibunya itu masih bisa berkumpul dengannya. Karena mereka saat ini hanya tinggal dengan Bapak dan kakak perempuannya itu.
Seno pun mengungkapkan jika ibu tersayangnya itu ternyata tak bekerja secara sendiri, tapi juga kakak dari ibunya itu juga bekerja di pabrik petasan tersebut yang kini juga menjadi korban.
"Ibu sama mpoknya ibu saya. Itu ibu berdua, masuknya juga bareng ibu sama mpok ibu saya," ujarnya.
Ternyata baru awal-awal Sani (Ibu dari Seno) kerja di pabrik petasan itu, Seno sempat dipesankan oleh ibunya itu yang dia panggil Ummi. 'Seno, Ummi kerja di situ dulu, pulang pergi jemput Ummi'. "Pas kerja disitu juga sempet ngomong ke saya. 'Seno ummi kerja disitu dulu, pulang pergi jemput ummi'," cerita Seno sambil meneteskan air mata saat mengingat ibunya.
Yang membuat Seno semakin sedih, karena dirinya waktu semalam sempat didatangkan oleh ibunya melalui mimpi saat dirinya sedang tidur. Dan mimpi itulah yang Seno sempat ingat kembali sehingga dirinya pun langsung meneteskan air mata.
"Udah enggak ada pesen lagi, tapi waktu pas lagi semalem saya sempet mimpiin ibu masih ada di sono (pabrik petasan)," tandasnya.
Baca juga:
Cerita Uwang pegawai gudang kembang api selamat karena didorong ke kolam
Polda Metro periksa pemilik gudang kembang api yang terbakar
Gelisah kerabat menanti hasil DNA korban ledakan gudang petasan di Kosambi
Datang dari Bandung, Ano kesulitan cari anaknya yang jadi korban kebakaran gudang
6 Korban kebakaran gudang kembang api di RSIA Bun dirujuk ke RSUD Tangerang
Gudang petasan meledak, Novanto minta polisi cek prosedur keamanan
Gudang petasan meledak, Novanto minta polisi cek prosedur keselamatan
-
Kapan Kota Tua Jakarta didirikan? Sejarah Kota Tua Jakarta berawal pada 1526, ketika Fatahillah, seorang komandan dari Kesultanan Demak, menyerang Pelabuhan Sunda Kelapa yang merupakan milik dari Kerajaan Pajajaran.
-
Kapan pajak untuk gerobak bertenaga hewan mulai berlaku di Jakarta? Menurut Soediro, ini merupakan ketetapan pajak sejak 1953 dan baru akan mulai berlaku di bulan Januari 1955.
-
Apa yang menjadi salah satu solusi untuk kemacetan di Jakarta? Wacana Pembagian Jam Kerja Salah satu ide yang diusulkan Pj Gubernur DKI Jakarta Heru Budi Hartono adalah pembagian jam masuk kerja para pekerja di Jakarta. Menurutnya, cara itu bisa mengurangi kemacetan hingga 30 persen.
-
Kapan kemacetan di Jakarta terjadi? Wakil Ketua DPRD DKI Jakarta, Rani Mauliani menerangkan, kemacetan parah di beberapa titik di Jakarta kerap terjadi pada jam berangkat dan pulang kerja.
-
Apa yang dibakar petugas? Selama ini, pondokan itu digunakan perambah hutan untuk beristirahat usai menggarap kawasan hutan menjadi perkebunan.
-
Kapan Kota Tua Jakarta dibangun? Kota ini hanya seluas 15 hektare dan memiliki tata kota pelabuhan tradisional Jawa. Kemudian di tahun 1619, VOC di bawah pimpinan Jan Pieterszoon Coen, Jayakarta pun dihancurkan. Setahun kemudian, kota baru bernama Batavia dibangun oleh VOC untuk menghormati Batavieren, yaitu leluhur bangsa Belanda.