Guru Besar UMY Tegaskan Kelompok Radikal Intoleran Tak Jelas Sumber Ilmu & Gurunya
Perdebatan tentang urgensi mendirikan negara Islam sudah selesai ketika pendiri bangsa sepakat dengan format Negara Kesatuan Republik Indonesia.
Seringkali internet dijadikan sumber tunggal dan utama dalam pencarian ilmu kelompok ini.
Guru Besar UMY Tegaskan Kelompok Radikal Intoleran Tak Jelas Sumber Ilmu & Gurunya
Guru Besar Ilmu Sosiologi Universitas Muhammadiyah Yogyakarta, Zuly Qodir kerap mempelajari pola gerakan kelompok radikal ini. Salah satunya semangat mempelajari agama tidak dibarengi dengan mencari guru yang benar.
Dia melihat orang-orang eks Hizbut Tahrir Indonesia (HTI) yang hingga kini eksis berlalu lalang tidak jelas sanad keilmuannya, siapa gurunya, kapan dan di mana belajarnya. Menurutnya, seringkali internet dijadikan sumber tunggal dan utama dalam pencarian ilmu kelompok seperti ini.
"Hal ini tentu berbeda dengan organisasi besar seperti NU dan Muhammadiyah. Kedua lembaga ini mengirimkan para kadernya untuk belajar di pondok pesantren hingga Islamic Studies di perguruan tinggi, ataupun di dalam kajian-kajian yang sifatnya intensif," imbuh Zuly dalam keterangannya, Kamis (3/7/2024).
Maka dari itu, lanjutnya, upaya pendirian negara Islam saat ini jelas tidak sesuai dengan prinsip yang dianut oleh sebagian besar umat muslim di Asia Tenggara, khususnya di Indonesia.
"Kebanyakan masyarakat pada umumnya, Indonesia lebih tertarik dengan konsep konkret, seperti penegakan keadilan, kesejahteraan, akses pada lapangan pekerjaan dan pendidikan," jelasnya. Selain itu, minat masyarakat khususnya beragama Islam terhadap perspektif dan gagasan pendirian negara Islam tidak sebesar apa yang HTI propagandakan.
Zuly pun menyoroti pentingnya belajar ilmu agama dan sejarah Islam secara menyeluruh.
"Kita bisa merujuk kepada zaman Kenabian di masa lalu. Tidak ada satu nabi pun yang mengatakan perlunya negara Islam, yang ada hanyalah negara atau masyarakat madani, negara yang beradab pada zaman Nabi Muhammad," tandasnya.