Hakim Sidang Korupsi Eks Wali Kota Kupang Tegur Pengunjung Karena Tak Jaga Jarak
Banyaknya pengunjung dalam ruang sidang membuat majelis hakim meradang. Majelis hakim, Dju Jhonson Mira Mangngi menegur pengunjung yang tidak taat terhadap protokoler kesehatan yang diterapkan, yaitu menjaga jarak fisik antar sesama.
Mantan Wali Kota Kupang, Jonas Salean terdakwa dalam kasus dugaan korupsi pengalihan aset tanah pemerintah Kota Kupang, menjalani sidang perdana, di Pengadilan Tipikor Kupang, Selasa (3/11).
Sidang perdana untuk terdakwa dengan agenda pembacaan dakwaan oleh Jaksa Penuntut Umum Kejati Nusa Tenggara Timur, Hendrik Tiip dan Herry C. Franklin dan dipimpin majelis hakim, Dju Jhonson Mira Mangngi didampingi hakim anggota, Ari Prabowo dan Ibnu Kholiq. Sedangkan terdakwa Jonas Salean didampingi 12 kuasa hukum.
-
Kenapa Jaka merantau? Dengan penuh tekad, Jaka pun memutuskan untuk merantau ke negeri orang untuk mencari nafkah dan mewujudkan semua impian mereka berdua.
-
Kapan Ujung Kulon Janggan buka? Ujung Kulon Janggan dibuka mulai pukul 07.00 hingga 18.00.
-
Kapan Sepur Kluthuk Jaladara diresmikan? Kereta api uap ini diersmikan pada tahun 2009 oleh Menteri Perhubungan saat itu, Jusman Syafi'i Djamal.
-
Kapan Jumbrek di kukus? Langkah selanjutnya yaitu masukkan adonan yang sudah berbentuk terompet ke dalam dandang untuk mengukus. Kemudian tunggu sampai 30 menit.
-
Kapan HUT Kodam Jaya diperingati? Setiap tanggal 24 Desember diperingati HUT Kodam Jaya.
-
Bagaimana Jaka Sembung melawan Ki Hitam? Akhirnya Jaka Sembung teringat pesan gurunya, Ki Sapu Angin yang menyebut jika ilmu rawa rontek bisa rontok saat pemiliknya tewas dan tidak menyentuh tanah. Di film itu, Jaka Sembung kemudian menebaskan parang ke tubuh Ki Hitam hingga terpisah, dan menusuknya agar tidak terjatuh ke tanah.
Banyaknya pengunjung dalam ruang sidang membuat majelis hakim meradang. Majelis hakim, Dju Jhonson Mira Mangngi menegur pengunjung yang tidak taat terhadap protokoler kesehatan yang diterapkan, yaitu menjaga jarak fisik antar sesama.
"Saya bertanggung kepada ketua pengadilan, sehingga pengadilan ini berada dalam keadaan sesuai dengan aturan pemerintah untuk mentaati protokol covid-19. Ini tidak ada jaga jarak fisik, padahal kemarin pasien positif covid-19 bertambah 24 orang," tegasnya.
Dirinya meminta kepada pengunjung, agar persidangan selanjutnya tidak berkumpul seperti hari ini namun menyebar dengan jarak minimal satu meter. "Tidak bisa begini, bapak mama silakan kalau mau protes itu urusan belakang. Jadi saya minta tolong, persidangan berikutnya tidak usah bergerombol seperti ini," ucap Majelis hakim, Dju Jhonson Mira Mangngi.
Sebelumnya, setelah diperiksa sekitar lima jam, mantan Wali Kota Kupang Jonas Salean ditetapkan sebagai tersangka oleh Kejaksaan Tinggi Nusa Tenggara Timur, dalam kasus pengalihan aset tanah pemerintah Kota Kupang, Kamis (22/10).
Usai ditetapkan sebagai tersangka, anggota DPRD Nusa Tenggara Timur dari partai Golkar itu langsung dibawa ke Rutan Kelas IIB Kupang, untuk ditahan selama 20 hari kedepan.
Selain Jonas Salean, Kejati Nusa Tenggara Timur juga menahan mantan kepala Badan Pertanahan Nasional Kota Kupang, Tomas More. Keduanya diketahui terbukti telah melakukan tindak pidana korupsi aset negara, dengan melakukan pengalihan dan pembagian tanah seluas 19.468 meter persegi, yang terdiri dari 40 kapling kepada sejumlah pejabat, anggota DPRD serta keluarga.
Kajati Nusa Tenggara Timur, Yulianto kepada wartawan menjelaskan, dalam kasus ini negara mengalami kerugian sebesar Rp66 miliar lebih. “Ini estimasi tahun 2016, jika harga tanah di tahun 2020 maka kerugiannya bisa mencapai Rp200 miliar," ujarnya.
Sementara itu kuasa hukum Jonas Salean, Yanto Ekon menjelaskan, tanah yang diduga dibagikan kepada 39 orang tersebut bukan barang milik daerah. Sampai dengan penetapan tersangka hari ini, belum ada satu bukti permulaan yang dimiliki oleh penyidik, bahwa tanah tersebut barang milik daerah.
"Perlu ada pengujian apakah barang ini milik daerah atau barang bukan milik daerah, kalau bukan barang milik daerah maka dia bukan tindak pidana korupsi. Kalau alasan penyidik SK bupati itu belum final tahun 1994, maka tanah seluas 77.800 meter persegi harus disita semua karena dikatakan itu belum final," ujarnya.
Menurut Yanto Ekon, penentuan surat keputusan yang final atau belum merupakan pengadilan tata usaha negara bukan pidana. Pihaknya menghormati proses hukum yang berjalan, namun tidak sependapat dengan penyidik yang menyatakan mempunyai bukti permulaan yang cukup, bahwa tanah itu adalah barang milik daerah atau aset pemerintah Kota Kupang.
"Kami akan koordinasi dengan klien kami, karena baru saja ditetapkan sebagai tersangka sehingga langkah-langkah hukum yang akan diambil nanti kami disampaikan. Penangguhan, permohonan pengalihan, pra peradilan dan lainnya sampai saat ini kami belum sampaikan langkah yang akan kami lakukan, tetapi intinya kami sudah menyatakan pendapat kami, bahwa sampai dengan saat ini penyidik itu tidak punya bukti permulaan bahwa tanah ini barang milik daerah atau bukan," ungkapnya.
Baca juga:
Periksa Budi Santoso, KPK Dalami Korupsi di PT Dirgantara Indonesia
Eks Dirut PT DI Didakwa Perkaya Diri Sendiri Hingga Rp 200 M Hasil Proyek Fiktif
Suap Djoko Tjandra dan Persekongkolan Jahat 2 Jenderal di Markas Polri
Masa Tahanan Habis, Terdakwa Korupsi RTH Bandung Dibebaskan dari Lapas Sukamiskin
KPK Ingatkan Ancaman Pasal Menghalangi Penyidikan Buron Hiendra
Polres Timor Tengah Selatan Tahan Dua Tersangka Korupsi Landscape Kantor Bupati