Hancurnya Reputasi UIN Alauddin Makassar Usai Dosen jadikan Perpustakaan Pabrik Cetak Uang Palsu
Kasus produksi uang palsu diotaki oleh Kepala Perpustakaan UIN Alauddin Makassar inisial AI dan seorang staf honorer inisial MN.
Reputasi Universitas Islam Negeri Alauddin Makassar hancur usai jajaran Kepolisian Resor Gowa mengungkap produksi uang palsu di ruangan bekas toilet pria di Perpustakaan. Kasus produksi uang palsu diotaki oleh Kepala Perpustakaan UIN Alauddin Makassar inisial AI dan seorang staf honorer inisial MN.
Rektor UIN Alauddin Makassar Prof Hamdan Juhanis tampak murka usai jajaran Polres Gowa mengungkap adanya pabrik uang palsu di lantai 1 Perpustakaan. Hamdan menyampaikan kehadirannya di Mapolres Gowa sebagai bentuk dukungan kepada kepolisian untuk mengungkap produksi dan peredaran uang palsu
- Begini Modus Kepala Perpustakaan dan Gerombolan Tersangka Bisa Produksi Uang Palsu di UIN Alauddin Makassar
- Begini Awal Mula Produksi Uang Palsu di UIN Makassar Terungkap, Diotaki Kepala Perpustakaan
- Ngeri 'Pabrik' Uang Palsu Cetak Duit di Kampus UIN Makassar Sampai Rp446 Juta Lebih, Ada ASN Terlibat
- Kepala & Staf Perpustakaan UIN Alauddin Makassar Dikabarkan Diamankan Terkait Kasus Produksi Uang Palsu
"Saya hadir di sini selaku Rektor UIN Alauddin itu bukti nyata dukungan kami terhadap polisi untuk mengungkap kasus ini sampai ke akar-akarnya," ujarnya di Mapolres Gowa, Kamis (18/12).
Hamdan mengaku marah dan tertampar atas kasus produksi dan peredaran uang palsu di lingkup UIN Alauddin Makassar. Menurunya, kasus tersebut merusak reputasi UIN Alauddin Makassar yang telah dibangun selama ini.
"Selaku pimpinan tertinggi di UIN Alauddin, selaku rektor saya marah. Saya malu dan saya tertampar setengah mati. Kami membangun kampus dan reputasi bersama pimpinan, dengan sekejap dihancurkan," tegasnya.
Hamdan mengatakan UIN Alauddin telah mengambil langkah tegas terhadap dua tersangka yang terlibat dalam produksi dan peredaran uang palsu yakni AI dan M. Sanksi pemberhentian dengan tidak hormat diberikan kepada AI dan M.
"Itulah sebabnya kami mengambil langkah setelah ini. Jelas kedua oknum yang terlibat dari kampus kami langsung kami berhentikan dengan tidak hormat," tegasnya.
Kepolisian telah menangkap dan menetapkan 17 orang menjadi tersangka kasus ini. Selain itu, terdapat tiga orang yang masuk dalam daftar pencarian orang (DPO).
Berdasarkan data dari kepolisian, identitas para tersangka yakni IB (54), MN (40), KA (48), IR (37), MS (52), JBP (68), AA (42), SAR (60). Kemudian SU (55), AK (50), IL (42), SM (58), MS (37), SR (52), SW (35), MM (40), dan RM (49).
Pengungkapan kasus berawal pda 2 Desember 2024 adanya laporan dari masyarakat terkait keberadaan uang palsu di Jalan Pelita Labengi, Kelurahan Bontoala, Kecamatan Pallangga, Kabupaten Gowa. Saat itu, ada warga yang menggunakan uang palsu sebesar Rp500 ribu untuk pembayaran kredit di salah satu kantor pembiayaan.
"Kemudian oleh tim langsung dilaporkan ke Polres Gowa. Saat itu Satreskrim langsung bergerak untuk melakukan penyelidikan, tempatnya Jalan Pelita Lambengi, Kelurahan Bontoala, Kecamatan Pallangga, Kabupaten Gowa," kata Kapolda Sulsel Irjen Yudhiawan Wibisono, Kamis (19/12).
Dari penyelidikan tersebut didapati tersangka inisial MN yang sedang melakukan transaksi uang palsu dengan AI. Dari penangkapan terhadap AI dan MN tersebut, terungkap bahwa ada 13 orang lainnya yang terlibat dalam sindikat produksi dan peredaran uang palsu.
Selain itu, dari penangkapan AI tersebut terungkap bahwa adanya produksi uang palsu di Gedung Perpustakaan lantai 1 Kampus 2 UIN Alauddin Makassar di Jalan Yasin Limpo, Kabupaten Gowa. AI sendiri merupakan Kepala Perpustakaan UIN Alauddin Makassar.
Awalnya, Satreskrim Polres Gowa mendata 15 orang tersangka. Namun, saat dilakukan pengembangan ke Provinsi Sulawesi Barat, tersangka bertambah dua menjadi 17 orang.
Penyelidikan dilakukan hingga Provinsi Sulbar dengan membawa tersangka MN. Dari keterangan MN itulah terungkap tujuh orang tersangka yang ditangkap di Kabupaten Mamuju dan Majene.
Setelah 17 tersangka telah dibawa ke Mapolres Gowa, terungkap tiga sosok utama dalam sindikat produksi dan peredaran uang palsu. Dari tiga sosok tersebut yakni AI, MS, dan satu orang lagi yang masih DPO yakni ASS.
"Jadi yang di belakang ini sebanyak 17 orang perannya berbeda-beda. Tapi peran sentralnya ada pada saudara AI, kemudian juga saudara MS dan ASS," kata Yudhiawan.
Dari hasil penyidikan, terungkap ada dua tempat kejadian perkara (TKP) produksi uang palsu. Dua TKP tersebut yakni di Jalan Sunu, Kota Makassar dan Gedung Perpustakaan kampus 2 UIN Alauddin Makassar.
"Untuk TKP 1 ada 98 item barang bukti. Sementara TKP 2 masih banyak lagi," tuturnya.
Jika ditotal, kepolisian menemukan uang palsu rupiah yang sudah dipotong sebanyak 4.927 lembar dan 1.369 lembar belum dipotong. Selain uang palsu rupiah, kepolisian juga menemukan mata uang asing palsu dari Korea Selatan yakni Won dan Vietnam Dong
"Kemudian mata uang Korea satu lembar sebesar 5.000 Won. Ada mata uang Vietnam sebanyak 111 lembar atau 500 Dong," beber Yudhiawan.
Temuan mengejutkan lainnya yakni adanya satu lembar fotokopi sertifikat deposit Bank Indonesia senilai Rp45 triliun. Tak hanya sertifikat deposit, polisi juga menemukan surat berharga negara (SBN) senilai Rp700 triliun.
Meski demikian, dua temuan yang nilainya hingga triliunan rupiah tersebut masih disanksikan keabsahannya. Kepolisian masih membutuhkan keterangan dari Bank Indonesia terkait dua barang bukti itu.
"Nanti Kepala BI Sulsel yang akan menjelaskan apakah betul ini kayak semacam lembar kertas yang nilainya triliunan," kata Yudhiawan.
AWAL PRODUKSI UANG PALSU 2 JUNI 2010
Kapolda Sulsel Irjen Yudhiawan mengungkapkan produksi uang palsu pertama kali dilakukan sindikat ini pada 2 Juni 2010. Produksi uang palsu dilakukan oleh tersangka MS di rumahnya di Jalan Sunu, Kota Makassar.
"Timeline pembuatan dan peredaran uang palsu ini dimulai dari 2 Juni 2010. Terus kemudian lanjut 2011 sampai dengan 2012," tuturnya.
Sempat berhenti beroperasi, MS kemudian kembali mencetak uang palsu pada Juni 2022. Sebulan kemudian, tersangka mempelajari untuk membuat uang palsu agar tampak asli.
"Jadi kalau dilihat dari sekarang perencanaan pembuatan ini dari 2022. Kalau dari 2010 ini masih taraf pengenalan," kata Mantan Kapolrestabes Makassar ini.
Yudhiawan mengungkapkan pada Oktober 2022, MS mulai serius untuk menekuni produksi uang palsu. Hal itu ditunjukkan dengan membeli alat cetak dan kertas untuk mencetak uang palsu.
"Kemudian 2024, pada bulan Mei sudah mulai produksi. Kemudian sekitar Juni ini sudah ketemu di antara mereka (tersangka). Kemudian juga ada saling bekerja sama di antara mereka juga," tuturnya.
Yudhiawan mengatakan para tersangka berkomunikasi melalui grup WhatsApp. Melalui grup WhatsApp tersebut uang palsu diperjualbelikan.
"Nantinya proses pembuatan dan diviralkan melalui grup WhatsApp. Juga jadi ditawar-tawarkan melalui grup WhatsApp," tuturnya.
Pada September 2024, tersangka MS bertemu dengan AI yang merupakan Kepala Perpustakaan UIN Alauddin Makassar. Keduanya pun membeli mesin cetak Offset untuk membuat uang palsu di Perpustakaan UIN Alauddin Makassar.
"Sekitar September 2024, mereka berkomunikasi dengan AI (Kepala Perpustakaan UIN Alauddin) untuk mengangkut peralatan. Kemudian memulai membuat uang palsu di perpustakaan UIN Alauddin atau TKP dua," sebutnya.
Yudhiawan menyebut tersangka sempat membakar uang palsu sebanyak Rp40 juta karena kondisi rusak. Pada November 2024, tersangka kembali mencetak uang palsu sebesar Rp150 juta.
"Dan ada juga penyerahan uang palsu sebesar Rp250 juta. Dan yang kemarin sebelum ditangkap menyerahkan uang palsu Rp200 juta," urainya.
Mantan Direktur Reserse Kriminal Khusus Polda Sulsel ini mengatakan para tersangka sempat menghentikan produksi karena mulai tercium oleh kepolisian pada akhir November 2024. Tetapi pada 2 Desember 2024, tersangka AI kembali mencetak uang palsu di Perpustakaan UIN Alauddin dan akhirnya terbongkar.
"Mereka menghentikan produksi karena ada informasi bahwa polisi melakukan penyelidikan pada akhir November 2024," tuturnya.
Polisi juga mengungkap tersangka AI yang akan mencetak uang palsu untuk mencalonkan di Pilkada Barru. Hanya saja, AI batal maju di Pilkada Barru karena tidak ada partai politik untuk mengusungnya.
"Tersangka ini mengajukan proposal pendanaan Pilkada di Kabupaten Barru. Tapi, alhamdulillah tidak jadi," sebutnya.
"Ini dalam rangka untuk jadi dana ini (maju di Pilkada Barru) uang-uang ini dicetak. Tapi tidak jadi, tidak ada partai yang mencalonkan (mengusung)," imbuhnya.
Selain tersangka AI, tersangka MS juga sempat menawarkan uang palsu kepada salah satu bakal calon Wali Kota Makassar inisial ASS pada tahun 2013. Hanya saja, pada saat itu ASS menolak karena batal maju di Pilkada Makassar.
"Calon Wali Kota itu menolak," kata dia.
Sosok ASS sendiri masih didalami kepolisian, meski saat ini statusnya buronan. Pasalnya, ASS diduga yang mendanai tersangka MS untuk membeli bahan baku pencetakan uang palsu pecahan Rp100 ribu.
Uang pembelian bahan baku tidak diberikan secara langsung oleh ASS kepada MS, tetapi melalui perantara salah satu tersangka inisial JBT.
Selain mendanai pembelian bahan baku pencetakan uang palsu, ASS juga menjadi peenghubung antara tersangka MS dan AI.
MODUS TERSANGKA CETAK UANG PALSU DI PERPUSTAKAAN UIN ALAUDDIN
Produksi uang palsu yang dilakukan AI bersama MN terbilang cukup rapi. Bahkan, pihak rektorat UIN Alauddin Makassar sampai tidak mengetahui adanya produksi uang palsu di perpustakaan.
Dengan memanfaatkan jabatannya sebagai Kepala Perpustakaan, AI memasukkan mesin cetak offset seharga Rp600 juta ke ruangan bekas kamar mandi pria. Mesin yang digunakan untuk mencetak uang palsu tersebut dibeli di Kota Surabaya yang dipesan dari China.
"Nah, alat itu dimasukkan oleh salah satu tersangka yakni AI ke dalam salah satu kampus di Kabupaten Gowa, menggunakan gedung salah satunya perpustakaan tanpa sepengetahuan pihak kampus," kata dia.
Berdasarkan pengakuan AI kepada polisi, mesin cetak offset tersebut dimasukkan pada malam hari. Mesin tersebut diangkut ke dalam Perpustakaan dengan menggunakan forklift.
"Itu coba kamu rekonstruksikan kemarin dengan 25 personil Polri dan tidak ada yang mampu mengangkat mesin itu. Jadi dia menggunakan forklift untuk memasukkan alat itu," ungkapnya.
Reonald menjelaskan berdasarkan keterangan tersangka AI, tempat mencetak uang palsu kedap suara. Apalagi ruang tersebut adalah bekas toilet pria.
"Jadi begini, setelah kita lakukan interogasi dan itu bersesuaian dengan keterangan tersangka. Pada saat itu beroperasi, kan ruang tersebut ada kedap suara. Tapi memang terdengar," ujarnya kepada wartawan di Mapolres Gowa, Kamis (18/12).
Selain ruangan yang kedap suara, Reonald mengungkapkan tersangka saat beroperasi berdalih sedang mencetak buku. Nantinya, buku yang dicetak akan disimpan di perpustakaan.
"Begitu ditanya Kepala Perpustakaan (tersangka AI), bahwa itu adalah alat cetak buku dan akan ditempatkan buku di dalam perpustakaan. Jadi sampai di situ dia (pimpinan kampus) tidak bertanya lagi. Makanya dia manfaatkan betul tempat tersebut untuk tindak pidananya," ungkapnya.
Reonald mengaku masih sulit mengungkap berapa banyak uang palsu yang telah dicetak oleh AI dan M. Alasannya, AI belum mau terbuka.
"Sampai saat ini yang bersangkutan belum mau terbuka berapa targetnya. Kami sudah coba kulik, tapi kami akan terus coba tanya kan lagi," debutnya.
Meski demikian, Reonald mengungkapkan ketertarikan AI untuk mencetak uang palsu bersama tersangka lain berinisial MS, karena memiliki kemiripan dengan uang asli. Padahal, jika dilihat lebih teliti, uang tersebut masih jauh dari aslinya.
"Dia mengaku hanya tertarik pada kemiripan (uang palsu dengan asli). Padahal sebenarnya jauh," kata dia.
Kepala Perwakilan Bank Indonesia Provinsi Sulawesi Selatan, Rizki Ernadi Wimanda mengapresiasi jajaran Polres Gowa yang berhasil mengungkap produksi dan peredaran uang palsu. Ia mengaku temuan tersebut bagai fenomena gunung es.
"Bank Indonesia sangat mengapresiasi kinerja Polri dalam hal ini Polres Gowa untuk mengungkap sindikat jaringan pembuat dan pengedar uang palsu. Jadi uang palsu yang ditemukan di sini seperti gunung es permukaannya saja, tetapi yang beredar mungkin sudah banyak yang kita tidak tahu," sebutnya.
Rizki menegaskan berdasarkan Undang Undang Nomor 7 tahun 2011 tentang mata uang, Bank Indonesia adalah satu-satunya lembaga yang berwenang mengelola uang. Rizki menyebut ada enam hal kewenangan BI dalam mengelola uang.
"Pertama adalah merencanakan, kedua adalah mencetak, ketiga adalah menarik, keempat adalah mencabut, kelima adalah memusnahkan. Dan yang terakhir mengeluarkan," tuturnya.
Dengan demikian, kata Rizki, jika ada masyarakat atau organisasi lain mencetak uang rupiah, maka dipastikan itu adalah palsu. Rizki juga mengingatkan jika ada warga atau organisasi yang mencetak uang rupiah akan dipenjara 10 hingga seumur hidup dan denda Rp10-100 miliar.
"Kalau kita perhatikan ciri-ciri uang yang sudah diedarkan ini, secara kasat mata itu susah untuk dikenali. Tetapi Bank Indonesia untuk memastikan uangnya itu berkualitas maka ada pecahan Rp100.000 ini ada 11 atau lebih dari 10 security feature," kata dia.
Sebelas security feature tersebut diantaranya benang pengaman, watermark, elektro type, Rectoverso, Intaglio. Selanjutnya, multi colour latern image, Blind Code, Colour Shifting, UV Freature.
"Kalau UV gampang dipalsukan. Kemudian yang paling susah dipalsukan mikro teks. Tulisannya sangat kecil sekali dan susah dipalsukan. Kemudian nomor seri yang berbeda," ucapnya.
Para pelaku terancam dijerat pasa 36 ayat (1), Ayat (2), Ayat (3) dan
paasal 37 Ayat (1) dan (2) Undang Undang Nomor 7 Tahun 2011 Tentang Mata Uang.
Ancaman hukuman 10 tahun dan paling lama penjara seumur hidup.