Haris Azhar & Fatia Dipolisikan Luhut, YLBHI Sebut Pejabat Publik Harus Bisa Dikritik
Ketua Yayasan Lembaga Bantuan Hukum Indonesia (YLBHI) Asfinawati angkat bicara terkait laporan Menteri Koordinator Bidang Kemaritiman dan Investasi Luhut Binsar Pandjaitan perihal dugaan pencemaran nama baik. Adapun terlapor adalah Direktur Lokataru Haris Azhar dan Koordinator KontraS Fatia Maulida.
Ketua Yayasan Lembaga Bantuan Hukum Indonesia (YLBHI) Asfinawati angkat bicara terkait laporan Menteri Koordinator Bidang Kemaritiman dan Investasi Luhut Binsar Pandjaitan perihal dugaan pencemaran nama baik. Adapun terlapor adalah Direktur Lokataru Haris Azhar dan Koordinator KontraS Fatia Maulida.
Asfina memberikan komentar dengan kapasitas sebagai penasihat hukum dari Fatia Maulida. Dia mengatakan, apa yang dialami kliennya semakin memperlihatkan ciri-ciri negara otoriter.
-
Di mana Amir Hamzah lahir? Masa Kecil Pria dengan nama lengkap Amir Hamzah atau Tengku Amir Hamzah ini lahir di Tanjung Pura, Langkat, Provinsi Sumatra Utara pada 28 Februari 1911.
-
Kapan Amir Hamzah ditangkap? Konon, Amir diduga sedang makan bersama dengan perwakilan Belanda saat kembali ke Sumatra. Saat itu, revolusi sosial sedang berkembang. Sebuah kelompok dari Pemuda Sosialis Indonesia menentang Feodalisme. Akhirnya masa kepemimpinan Amir pun hancur dan ia ditangkap.
-
Kapan KH Mas Mansur lahir? KH Mas Mansur adalah seorang pahlawan nasional Indonesia yang lahir pada 25 Juni 1896 di Surabaya, Jawa Timur.
-
Kapan Harun Kabir meninggal? Tanggal 13 November 1947, jadi hari terakhir Harun Kabir dalam menentang kekuasaan Belanda yang kembali datang ke Indonesia.
-
Kenapa Kastil Ayanis hancur? Bukti tertulis menunjukkan, kastil tersebut hancur akibat gempa bumi besar dan kebakaran, sekitar 20 hingga 25 tahun setelah pembangunannya.
-
Apa yang diterima oleh Ammar Zoni? Ammar, yang ikut serta secara virtual melalui Zoom, tampak terkejut saat mendengar keputusan tersebut. Dengan mata yang hampir meneteskan air mata dan suara yang bergetar, Ammar menerima hukuman yang dijatuhkan kepadanya.
"Itu adalah ciri-ciri negara yang otoriter karena pemerintah lah justru yang mengawasi rakyat bukan terbalik," kata dia saat konferensi pers, Rabu (22/9).
Asfina melihat dari dua dimensi yaitu siapa yang mengadukan, melaporkan dan siapa yang dilaporkan.
Dalam hal ini, pelapor ialah pejabat publik. Di mana terikat pada etika dan kewajiban hukum sebagai sebagai pejabat publik.
"Tentu saja pejabat publik harus bisa dikritik. Karena kalau tidak bisa dikritik maka tidak ada suara rakyat yang berjalan dalam negara. Begitu suara rakyat tidak ada maka tidak ada demokrasi," ujar dia.
Asfina menelaah kembali pernyataan yang disampaikan Luhut Binsar Pandjaitan. Menurut dia, kliennya tak mengkritik Luhut Binsar Pandjaitan sebagai individu melainkan sebagai pejabat publik.
"Jadi kalau kita dengar LBP atau kuasa hukum mengatakan kami adalah individu yang memiliki hak, betul dia individu yang memiliki hak tapi yang dikritik oleh Fatia justru bukan LBP sebagai individu, tetapi sebagai pejabat publik," ujar dia.
Asfina kemudian menyampaikan, kliennya juga berbicara bukan atas nama pribadi tetapi sebagai Koordinator KontraS.
"Dia mewakili organisasi karena itu dia tidak bisa diindividualisasi. Kalau kita gunakan UU ITE yang merujuk KUHP setiap orang. Ini bukan orang, Fatia bukan bertindak atas keinginan sendiri tapi sebagai mandat organisasi," ujar dia.
Karena itu, seandainya dikaitkan dengan dasar UU ITE yaitu Pasal 310 KUHP maka disebutkan kalau untuk kepentingan publik maka bukan suatu pencemaran nama baik.
"Jadi sebetulnya kita semua harus berterima kasih kepada Fatia dan juga Haris Azhar karena membawa kepentingan publik, menyuarakannya sehingga publik semakin tahu dan justru ada hal-hal yang harus dijawab," ucap dia.
Sebelumnya, Menteri Koordinator Bidang Kemaritiman dan Investasi Luhut Binsar Pandjaitan mempolisikan Direktur Lokataru Haris Azhar dan Koordinator KontraS Fatia Maulida atas tuduhan pencemaran nama baik ke Polda Metro Jaya, Rabu (22/9).
Adapun, laporan terdaftar dengan nomor STTLP/B/4702/IX/2021/SPKT/POLDA METRO JAYA, 22 September 2021.
Luhut memyampaikan, pihaknya telah dua kali melayangkan somasi agar kedua terlapor menyampaikan permintaan maaf atas rekaman video berisikan wawancara yang diunggah di akun milik Haris Azhar. Namun, tak kunjung dilaksanakan. Sehingga, menempuh jalur hukum menjadi sebuah pilihan.
"Sudah dua kali (somasi), dia tidak mau minta maaf. Sekarang kita ambil jalur hukum jadi saya pidanakan dan perdatakan," kata dia di Polda Metro Jaya, Rabu (22/9/2021).
Menurut Luhut, tayang wawancara sangat keterlaluan dan memberikan dampak pada nama baik keluarga.
"Saya harus mempertahankan nama baik saya anak cucu saya jadi saya kira sudah keterlaluan," ujar dia.
Penasihat Hukum Luhut, Juniver Girsang menjelaskan, ia membawa rekaman video yang dipersoalkan oleh kliennya untuk dilampirkan ke dalam laporan polisi (LP). "Ada video semuanya sudah kita siapkan penyidik," ujar dia.
Juniver mengatakan, selain menyeret ke ranah pidana. Persoalan ini juga dibawa ke jalur perdata.
Dalam gugatan nanti, kliennya menunut kepada Haris Azhar dan Fatia Maulida yang diduga telah mencemarkan nama baiknya kliennya membayar ganti rugi sejumlah Rp 100 miliar. Seandainya, dikabulkan hakim Rp 100 miliar ini akan disumbangkan kepada masyarakat Papua.
"Itulah sangking antusiasnya beliau membutikan apa yang dituduhkan itu tidak benar dan merupakan fitnah pencemaran," ujar dia.
Reporter: Ady Anugrahadi
Sumber: Liputan6.com
Baca juga:
Luhut Polisikan Haris Azhar, PKS Nilai Pejabat Harus Lapang Dada daripada Masyarakat
Selama Luhut Tak Bantah Data Soal Bisnis Tambang, Haris Azhar Tak akan Minta Maaf
Menko Luhut akan Gugat Perdata Haris Azhar & Koordinator KontraS Rp100 Miliar
Polisikan Haris Azhar, Luhut Ingatkan Tak Ada Kebebasan yang Absolut
Luhut Mempolisikan Haris Azhar dan Fatia Maulida, Gugat Perdata Rp 100 Miliar
Berstatus Presiden, Jokowi Santai Jadi 'Sopir' Puan Maharani dan Luhut Binsar
Luhut Datangi Polda Metro Jaya, Laporkan Hariz Azhar dan Koordinator KontraS Fatia